Terlahir dari keluarga berada dan putri bungsu satu satunya, tidak menjamin hidup Sabira Rajendra bahagia.
Justru gadis cantik yang berusia 18 th itu sangat di benci oleh keluarganya.
Karena sebelum kelahiran Sabira, keluarga Rajendra mempunyai anak angkat perempuan, yang sangat pintar mengambil hati keluarga Rajendra.
Sabira di usir oleh keluarganya karena kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.
Penasaran dengan kisah Sabira, yukkkk..... ikuti cerita nya..... 😁😁😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Sabira duduk termenung di taman belakang rumahnya, dengan buku di atas pangkuannya, Sabira masih terngiang ngiang dengan ucapan Devan beberapa hari yang lalu.
Semenjak Devan tau sang adik mau meninggalkannya ke negeri orang membuat laki laki tampan itu murung dan sangat tidak bersemangat, Sabira melihat perubahan sang abang, bahkan lelaki tampan itu sedikit kurus sekarang.
"Loh, kok bengong non, katanya mau belajar. " tegur bi Tuti mengantarkan cemilan untuk Sabira.
"Ehhh... Bi." kaget Sabira.
"Non ada masalah? " tanya bi Tuti duduk di samping Sabira, dan mengelus sayang bahu Sabira.
Sabira mendes*h pelan.
"Aku bingung bi. " lirih Sabira.
"Bingung kenapa? " tanya bi Tuti pelan dengan tatapan penuh kasih.
"Huuu.... Semenjak abang tau Bira mau kuliah di Paris, abang terlihat sangat menyedihkan, badanya juga sampai kurus, Bira jadi nggak tega, bi." jujur Sabira.
Bi Tuti hanya diam mendengarkan keluh kesah nona mudanya itu, setelah nona mudanya itu selesai mengeluarkan uneg unegnya baru lah bi Tuti akan memberikan saran.
"Jujur sih, sebenarnya sejak abang kembali dekat sama Bira, Bira juga mulai ragu untuk kuliah di luar negeri, karena baru saja merasakan kasih sayang abang Bira, tapi di satu sisi Bira juga ingin sukses dan membuktikan klau Bira bisa tanpa bantuan siapa pun." jujur Sabira berkaca kaca.
"klau non ragu, coba non sholat istiqorah, minta petunjuk sama Allah, agar non Bira nggak gegabah dalam mengambil langkah, lagian tanpa kuliah di luar negeri, di negeri kita juga banyak kok kampus terbaik." ucap bi Tuti memberi saran.
Sabira tersenyum lega setalah mendengar saran bi Tuti yang sudah dia anggap ibu angkatnya itu, hanya wanita itu lah yang tidak pernah pergi darinya, walau banyak hasutan hasutan yang di berikan oleh Aura, namun tidak membuat hati bi Tuti goyah sedikit pun.
"Baiklah, nanti Bira akan melakukan saran bibi, makasih ya bi, sudah selalu ada di sisi Bira, walau banyak sekali orang yang ingin memisahkan kita, namun bibi tidak pernah pergi dari Bira." ucap Sabira berkaca kaca, dia memegang tangan wanita paruh baya itu.
"Non ngomong apa sih." kekeh bi Tuti memeluk cucu kesayangan mendiang majikannya itu.
"Ternyata lagi pada peluk pelukan di sini, pantas orang datang nggak ada yang dengar." oceh Devan yang baru datang.
"Ehhh.... Abang." kaget Sabira lansung melepas pelukannya dari bi Tuti, dan bergantian memeluk Devan yang terlihat cemberut ingin di peluk juga.
Bi Tuti hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan tuan muda itu, apa lagi nanti klau datang kekasih nona mudanya, sudah lah dua lelaki itu akan berebutan ingin bersama Sabira, nggak ada yang mau mengalah.
Saat mendapatkan pelukan dari sang adik, wajah Devan lansung berbinar dan senyum lansung terbit dari bibirnya.
"Ahhh.... Baru dua hari nggak ketemu adek, abang sudah rindu berat, gimana klau adek benaran pindah ke Paris, abang gimana di sini." wajah Devan seketika berubah sendu.
Hati Sabira ikut sakit mendengar keluhan abang kesayangannya itu.
"Bira kuliah di sini saja ya dek, abang akan carikan kampus terbaik di kota ini dan abang janji abang yang akan membiayai kuliah adek, abang juga janji akan menuruti permintaan adek, asal adek nggak pergi jauh dari abang. " mohon Devan dengan mata yang sudah berkaca kaca.
Sungguh Devan tidak ingin lagi berjauhan dari adik kesayangannya itu, dia ingin menebus waktu waktu yang pernah hilang bersama sang adik.
Kini Devan pun sedang membangun rumah impian sang adik secara diam diam, rencananya akan dia berikan sebagai hadiah kelulusan Sabira nanti.
"Kok diam dek." ucap Devan, semakin mengeratkan pelukannya.
Sabira hanya tersenyum tipis di dalam pelukan abangnya itu.
"Jawab dong...," rengek Devan menggoyang goyangkan tubuh Sabira ke kanan dan ke kiri.
"Kita lihat saja nanti." kekeh Sabira yang masih dalam pelukan sang abang.
"Ck, jawabannya nggak memuaskan." cebik Devan memajukan bibirnya dan dengan wajah yang di buat kesal.
Sabira makin ngakak melihat tingkah sang abang.
"Klau yang adek takuti tinggal di negeri ini, abang akan mengabaikan abang lagi, abang janji tidak akan melakuka itu lagi, dan abang janji akan tinggal bersama adek selamanya." ucap Devan sungguh sungguh.
Devan tidak akan menyerah untuk merayu sang adik agar tidak pergi ke negeri orang.
"Pergi ke sana adalah impian adek." lirih Sabira.
"Kita akan berlibur ke sana, tapi hanya sekedar liburan, tidak untuk kuliah, abang akan menemani adek liburan di sana." potong Devan.
Melihat kesungguhan sang abang, dan juga melihat wajah putus asa abangnya itu, membuat hati Sabira luruh juga, tidak tega dia melihat wajah tampan sang abang berlama lama kusut seperti baju yang belum di gosok.
"Hmm... Baiklah, kita akan liburan ke Paris." putus Sabira.
"Jadi...? " tanya Devan yang belum puas dengan jawaban sang adik.
Devan melepaskan pelukannnya, dan sedikit menjarakkan dari sang adik, matanya menatap tajam ke wajah Sabira, ke dua tangannya berpindah memegang bahu Sabira.
"Ck, iya. Bira akan kuliah di negeri ini saja." sahut Sabira dengan wajah di buat kesal.
"Serius....! " pekik Devan dengan wajah berubah sumringah.
"Iya ... A - b - a - n - n - n - g....." Sabira sengaja mengeja nama abang.
"Ye....Y." pekik Devan mengangkat tubuh jangkung itu dan membawanya menari nari.
Hahaha.....
Sabira tertawa tawa dalam gendongan abangnya itu.
Sungguh hatinya sangat sangat bahagia bisa kembali merasakan pelukan dan di gendong sang abang.
Bi Tuti yang tadi pergi, kini datang kembali untuk memanggil abang dan adik itu untuk makan siang, jadi ikut tersenyum haru, kebahagian nona mudanya sedikit sedikit sudah kembali.
Bi Tuti bisa melihat kesungguhan hati Devan, dan bisa melihat kasih sayang yang tulus dari tuan mudanya itu, untuk nona mudanya.
"Semoga kalian selalu bahagia, bibi harap, kebagian nona muda tidak ada yang mengusik labi, bibi tidak tega melihat non Bira kembali bersedih." gumam bi Tuti berkaca kaca.
"Abang. Sudah, nanti abang capek." pekik Sabira yang ada di dalam gendongan sang abang.
Devan menurunkan Sabira dengan hati hati, dan nafas yang memburu karena capek menahan bobot badan sang adik yang dia bawa menari nari, sungguh dia sangat bahagia, karena adiknya tidak jadi pergi kuliah ke negeri orang, dan dia bisa bertemu adiknya kapan pun, dan bahkan dia saat ini berfikir untuk tinggal bersama sang adik, setelah rumah impian Sabira selesai di bangun.
"Sudah sudah... Kalian pasti capek, sekarang kita makan siang dulu." ujar bi Tuti dari arah pintu.
"Siap, bi." sahut Sabira dan Devan dengan suara bahagianya dan berjalan menuju ke arah bi Tuti.
Tanpa aba aba Devan memeluk tubuh bi Tuti, sehingga wanita paruh baya itu membeku dalam pelukan tuan mudanya.
"Terimakasih." bisik Devan memeluk sang bibi dengan sangat erat.
"Terimakasih telah menjaga adek, terimakasih sudah selalu berada di sisi adek, terimakasih selalu menjadi orang terdekat adek selama ini, bibi memang yang terbaik, bahkan aku sebagai abang, sempat menjauh dari adek." ucap Devan lirih, mulai hari ini dia akan menganggap bi Tuti sebagai keluarganya, yang selalu ada di sisi sang adik dalam keadaan apa pun itu.
"Sudah tugas bibi untuk menjaga non Bira, den." ucap bibi dengan suara tercekat, tidak pernah dia bermimpi di peluk oleh tuan mudanya itu.
"Sebagai ucapan terimakasih aku sama bibi, bibi boleh meminta apa pun dari aku, aku akan kabulkan permintaan bibi." ucap Devan menatap bi Tuti sungguh sungguh.
"Aden yakin akan mengabulkannya? " tanya bi Tuti menatap mata Devan mencari kesungguhan tua mudanya itu.
"Tentu saja, apa permintaan bibi, rumah, toko, emas, atau uang? " tanya Devan penuh semangat menatap bi Tuti.
Bi Tuti menggelengkan kepalanya, tentu saja membuat Devan mengerutkan dahinya karena bingung.
"Bibi hanya mau minta, aden tidak lagi mengabaikan non Bira, teruslah buat nona bahagia, dia sudah cukup lama merasakan penderitaan, dan bibi mohon aden jangan pisahkan bibi dari non Bira, biarkan bibi ikut non Bira sampai kapan pun, itu saja permintaan bibi. " tutur bi Tuti tulus.
Sungguh Devan merasa tercekat mendengar permintaan pengasuh adiknya itu, wanita paruh baya yang bukan siapa siapa, hanya orang asing yang tiba tiba datang ke rumahnya, justru sangat perduli dengan adik bungsunya itu, dan tidak ingin adiknya bersedih, lalu bagaimana dirinya dan keluarganya selama ini, yang selalu membuat adiknya tersisihkan di rumahnya sendiri, sungguh Devan merasa tidak punya harga diri saat ini.
"Maaf." lirih Devan dengan wajah bersalahnya dan mata yang mulai berkaca kaca.
Sabira lansung menerobos tubuh wanita yang sangat berharga dalam hidupnya itu.
"Terimakasih bibi, bibi akan selalu ada bersama Bira, sampai kapan pun itu, sampai nyawa berpisah dari raganya, kita akan selalu bersama." janji Bira sungguh sungguh, Sabira memeluk erat bi Tuti.
Devan tak mau kalah, ikut memeluk ke dua wanita beda usia dan beda kasta itu, namun mulai hari ini, wanita paruh baya itu sudah dia tekan kan menjadi keluarganya, akan Devan perlakukan bi Tuti seperti orang tuanya sendiri.
Bersambung...
Haiii.... Jangan lupa like komen dan vote ya... 😘😘😘
Maaf mama upnya terlambat, mamak lagi kurang sehat, jadi nggak konsen untuk menulis🙏🙏🙏😁😁😁
kok msh bsa bertanya
heraaaaann
eh... kafan apa Kaifan ya?
ahh dasar sekutu pengkhianat luu..
saat sekutumu sudah tidak lagi punya power Lo tinggalkan..🤣🤣🤣
krna hati sabira sdh hambar dgn kezdoliman kalian slm ini... keluarga lucnut...