NovelToon NovelToon
Tetangga Gilaku

Tetangga Gilaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Enemy to Lovers
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

"Meskipun aku ditodong dengan pisau, aku tidak akan pernah mau menjadi pacarnya. Kalau begitu aku permisi."

"Apa?! Kau pikir aku bersedia? Tentu saja aku juga menolaknya. Cih! Siapa yang sudi!"

Raga heran kenapa setiap kali di hadapkan pada gadis itu selalu akan muncul perdebatan sengit. Bri jelas tak mau kalah, karena baginya sang tetangga adalah orang yang paling dibencinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19

Kompleks perumahan itu memiliki satu tradisi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun: setiap menjelang tahun baru, sekitar dua minggu sebelumnya, seluruh warga akan melakukan perjalanan bersama ke pantai. Acara itu selalu meriah—anak-anak berlarian riang, ibu-ibu sibuk menyiapkan makanan, dan bapak-bapak bercengkerama sambil menikmati udara pantai.

Salah satu orang yang tidak pernah absen dalam perjalanan ini adalah Raga. Sejak dulu, ia selalu ikut serta, tidak peduli seberapa sibuk pekerjaannya. Baginya, acara ini bukan sekadar liburan, tetapi juga momen untuk merayakan kebersamaan.

Namun, ada satu orang yang tidak terlalu antusias dengan acara ini: Bri.

Bri yang baru pindah ke kompleks itu beberapa bulan yang lalu bukanlah tipe orang yang suka kegiatan bersama, apalagi yang melibatkan banyak orang. Ia lebih suka menghabiskan waktu sendirian dengan membaca atau menonton film di kamarnya. Maka, ketika Pak RT datang ke rumahnya dan mengharuskannya ikut serta dalam perjalanan ke pantai, Bri benar-benar ingin menolak.

"Ini tradisi di kompleks kita, Mbak Bri," ujar Pak RT dengan senyum penuh wibawa. "Semua orang ikut, dan sebagai warga baru, sebaiknya kau ikut juga agar lebih mengenal tetangga-tetanggamu."

Bri menghela napas panjang. Menolak bukanlah pilihan yang bijak, terutama jika ia ingin hidup damai di lingkungan barunya. Maka, dengan berat hati, ia pun setuju.

***

Hari yang dinanti tiba. Semua orang telah berkumpul di titik keberangkatan, tepat di depan balai warga. Satu bus besar telah disewa dari uang patungan. Setiap orang diberikan tugas untuk membawa sesuatu. Bri mendapat tugas membawa minuman, sementara Raga ditugaskan membawa buah.

Namun, pagi itu, Raga mengabari bahwa ia harus mampir ke kantor sebentar untuk menyelesaikan urusan mendesak. Karena tak ingin menunggu lebih lama, Pak RT mengambil keputusan:

"Bri, kau tunggu Raga dan pergi bersamanya. Kami akan berangkat dulu."

Bri mengerutkan dahi. "Mengapa harus saya?"

"Maaf, Raga lama sekali jika menyetir mobil. Mungkin denganmu bersamanya dia bisa bergegas untuk cepat sampai ke tujuan."

Bri mendesah. Ia tak punya pilihan lain. Dengan sedikit enggan, ia pun berdiri di pinggir jalan, menunggu Raga datang dengan mobilnya.

Tak lama kemudian, sebuah mobil ford ranger berwarna hitam berhenti di depannya. Jendela turun, memperlihatkan wajah Raga yang tampak tergesa-gesa.

"Ayo masuk," katanya.

Bri menaikkan alis. "Aku bahkan belum memastikan apakah aku ingin pergi denganmu atau tidak."

"Kau lebih suka jalan kaki ke pantai?"

Bri menghela napas, lalu membuka pintu dan masuk. "Baiklah. Tapi jangan pikir aku senang melakukan ini." Raga hanya tersenyum tipis dan mulai menjalankan mobilnya.

Di tengah perjalanan, mereka menyadari satu masalah: Raga belum membeli buah.

"Kita harus berhenti di toko buah," katanya sambil melihat ke arah Bri sekilas.

Bri melipat tangan di dadanya. "Mengapa kau tidak membeli sejak kemarin?"

"Aku sibuk."

"Dan sekarang kau menyusahkanku."

"Aku tidak memintamu melakukan apa pun selain duduk di sini dan diam." Bri mendengus kesal. Namun, ketika Raga menepikan mobil di sebuah kios buah di pinggir jalan, ia tetap ikut turun.

Raga memilih beberapa kilogram buah, mulai dari semangka, apel, hingga pisang. Sementara itu, Bri ikut melihat-lihat buah-buahan segar yang tertata rapi.

"Bagaimana dengan ini kelihatannya enak," ucap Raga yang memegang sebuah durian.

"Apa kau gila? Kenapa juga kita harus sibuk membelah durian di pantai. Belilah buah yang praktis."

Raga hanya bisa melirik sinis Bri. "Dasar cerewet.

"Setidaknya, kau bisa membantuku membawa ini," ujar Raga setelah selesai berbelanja.

Bri mendelik. "Aku bertugas membawa minuman, bukan buah."

"Kau benar-benar keras kepala. Apa susahnya membantuku."

"Aku alergi berbuat baik padamu. Dan aku orang yang mengikuti peraturan."

Akhirnya, setelah beberapa menit adu mulut yang tak menghasilkan solusi, Raga membawa sendiri buah-buah itu ke bagasi mobil. Perjalanan kembali dilanjutkan, tetapi tak lama setelah mereka meninggalkan kios buah, mobil tiba-tiba oleng ke satu sisi.

"Jangan bilang—"

"Kempes," potong Raga dengan nada frustrasi.

Bri menatapnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. "Kau tidak membawa ban cadangan?"

"Tentu saja aku membawanya." Raga turun dari mobil dan membuka pintu kursi belakang seraya mengecek sesuatu.

"Lalu, apa masalahnya?"

Raga menghela napas panjang. "Aku tidak punya alat-alatnya. Sepertinya tertinggal di rumah. Bengkelnya ada di ujung jalan. Kita harus mendorong mobil ke sana."

Bri menatap Raga seakan ia baru saja mendengar sesuatu yang paling absurd di dunia. "Kita?"

"Ya, kita. Aku tidak bisa mendorong sendiri."

"Aku hanya penumpang di mobil ini. Masalah ini adalah tanggung jawabmu."

Raga menatapnya tajam. "Kalau begitu, kita bisa menunggu seharian suntuk di sini sampai bus rombongan komplek akan tiba dan mengangkut kita."

Bri melirik sekeliling. Jalanan itu cukup sepi, dan ia tak nyaman jika harus menunggu di tengah perjalanan. "Demi menjaga keselamatanku sendiri," gumamnya, "baiklah. Aku akan membantumu."

Mereka pun mulai mendorong mobil dengan sekuat tenaga. Bri terus menggerutu sepanjang jalan, sementara Raga hanya tersenyum tipis, menikmati bagaimana Bri kesal dengan situasi itu.

"Ini tidak adil," gerutu Bri.

"Kehidupan memang tidak selalu adil."

"Kau seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap mobilmu sendiri."

"Kau seharusnya lebih bersabar."

Bri mendesah panjang. "Aku tidak percaya aku melakukan ini."

Namun, akhirnya, setelah beberapa menit penuh peluh dan keluhan, mereka berhasil mencapai bengkel. Seorang mekanik langsung membantu mengganti ban, sementara Bri duduk di kursi kayu di depan bengkel, berusaha mengatur napasnya.

"Ini perjalanan paling menyebalkan dalam hidupku," katanya.

Raga duduk di sampingnya. "Kau pasti belum banyak melakukan perjalanan, kalau begitu."

Bri menatapnya dengan kesal, tetapi Raga hanya tertawa kecil.

Setelah ban selesai diganti, mereka melanjutkan perjalanan. Saat akhirnya tiba di pantai, semua orang sudah berkumpul, menikmati angin laut dan ombak yang bergulung.

"Kalian akhirnya datang, kemana saja kalian ini!" seru Pak RT.

"Maaf pak tadi bannya kempes di tengah jalan." Raga tersenyum, sementara Bri hanya mengangkat tangannya lemah. Ia benar-benar kelelahan.

Bri menikmati pemandangan pantai dengan penuh rasa damai. Meskipun harinya melelahkan namun semuanya terbayarkan. Suara ombak yang menyapu daratan diiringi dengan teriakan sukacita anak-anak semakin menambah suasana yang semakin hidup. Mbak Dita tetangga depan menyerahkan sepiring nasi ayam lengkap dengan sayur dan kerupuk udang.

"Makanlah Mbak Bri, kau terlihat benar-benar lelah."

"Terima kasih Mbak Dita," ucap Bri dengan semangat menyendok nasinya. Sementara Raga yang duduk tak jauh di belakang memandanginya dengan senyum tipis.

1
Siska Amelia
okayy
lilacz
dari segi alur dan penulisan membuat aku tertarik
lilacz
jgnn lama-lama update part selanjutnya ya thor
Karangkuna: terima kasih untuk dukungannya :)
total 1 replies
ulfa
wah genre favorit aku, dan ceritanya tentang enemy to lovers. ditunggu next part ya kak. semangat /Smile/
Karangkuna: happy reading, terima kasih sudah mampir :)
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!