Jian Chen melarikan diri setelah dikepung dan dikejar oleh organisasi misterius selama berhari-hari. Meski selamat namun terdapat luka dalam yang membuatnya tidak bisa hidup lebih lama lagi.
Didetik ia akan menghembuskan nafasnya, kalung kristal yang dipakainya bersinar lalu masuk kedalam tubuhnya. Jian Chen meninggal tetapi ia kembali ke masa lalu saat dia berusia 12 tahun.
Klan Jian yang sudah dibantai bersama keluarganya kini masih utuh, Jian Chen bertekad untuk menyelamatkan klannya dan memberantas organisasi yang telah membuat tewas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secrednaomi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 22 — Pertemuan
Kehidupan Jian Chen bisa dibilang mempunyai hubungan dengan fraksi Dua Pedang.
Dikehidupan pertamanya, Jian Chen pernah masuk ke hutan untuk memburu siluman. Kurangnya pengalaman serta kemampuannya yang masih lemah membuat ia terjebak dalam kondisi hidup dan mati.
Jian Chen dikepung oleh siluman serigala yang tengah memburu, saat dimana ia mengira akan mati ada suatu rombongan yang kebetulan ada di hutan lalu menyelamatkannya.
Rombongan yang dimaksud yang tak lain adalah Faksi Dua Pedang. Ketua faksi beserta anggotanya melindungi Jian Chen yang sedang tersudut dan mereka mengusir siluman serigala-serigala itu.
Alasan itulah yang membuat Jian Chen masuk ke dalam faksinya sekarang. Bisa dibilang Faksi Dua Pedang telah menyelamatkan nyawanya dan ia berhutang budi pada faksi tersebut.
Beberapa hari berlalu, Jian Chen banyak menghabiskan waktunya berkultivasi dikamar, jika bukan karena sesuatu yang penting dirinya tidak akan keluar.
Jian Chen memang harus bertambah lebih kuat secepatnya sebelum tragedi itu terjadi, setiap detik amatlah berharga dan menentukan masa depannya.
Disatu malam yang cerah, Jian Chen keluar dari kamarnya melewati jendela, ia berdiri diatas genteng penginapan.
Pandangan Jian Chen terpaku ke atas langit malam yang dipenuhi bintang-bintang dan bulan purnama. Mata emasnya menjadi lebih bercahaya dikala gelap telah melintang.
Jian Chen menapaki setiap inci suasana langit sebelum menyimpulkan sesuatu. “Kurasa malam ini cerah. Aku akan pergi kesana malam ini…”
Mengingat permata siluman persediaannya telah habis, Jian Chen akan kembali berburu siluman di hutan. Jian Chen melompat dari atap bangunan ke atap yang lain sembari menuju hutan di Kota Qianshan.
Diperjalannya, Jian Chen bisa melihat walau malam sudah agak larut, aktivitas di kota Qianshan masihlah ramai dan sibuk. cahaya-cahaya disetiap bangunan masih banyak yang menyala.
Jian Chen tidak terkejut dengan fakta ini karena sepengetahuannya Kota Qianshan memang selalu hidup siang ataupun malam.
Langkah Jian Chen yang halus serta tidak menimbulkan bunyi membuat keramaian-keramaian itu tidak menyadari ada seorang anak yang berlari melompati rumah-rumah mereka.
Hutan yang akan di dikunjungi Jian Chen bernama Hutan Kabut. Salah satu hutan yang berada di sebelah timur Akademi yang tidak jauh darinya. Hutan Kabut memiliki luas yang cukup besar dibanding hutan Klan Jian, serta jumlah silumannya sangat banyak.
Tidak membutuhkan waktu lama hingga Jian Chen sampai, ia langsung masuk kedalam hutan tersebut sambil menarik pedang dari sarungnya.
Sepanjang ia memasuki kedalaman hutan, Jian Chen membunuh banyak setiap siluman yang ia temui tak peduli dengan jenisnya seperti apa.
Meski bisa dibilang bebas sebenarnya dia tidak menurunkan kewaspadaannya, karena disini ada beberapa siluman yang tak bisa dihadapi Jian Chen sekalipun.
Dengan pedang Taring Putih yang diberikan ayahnya, Jian Chen lebih mudah untuk membunuh siluman-siluman yang ditemui dalam sekali tebasan.
Siluman-siluman yang dibunuh masih tergolong siluman rendah yang umurnya 8 tahun kebawah seperti kelinci bertanduk atau babi hutan. Permata mereka sangat kecil dan kepadatannya jelas sangat repuh.
Jian Chen terus melangkah maju melompati dahan-dahan pohon, bergerak ke kedalaman hutan. Biasanya siluman yang di tengah-tengah hutan pasti lebih berumur walau tingkat bahayanya juga tinggi.
Hampir sekitar 5 kilometer dia bergerak, langkahnya terhenti ketika menemukan siluman babi hutan berusia 50 tahun. Itu adalah siluman paling tua yang Jian Chen temui dikehidupan kedua ini, babi hutan itu memiliki tubuh lebih besar dan gading yang tajam.
Jian Chen tidak takut, dia bergerak secara diam-diam melewati dahan pohon, setelah dirasanya cukup dekat Jian Chen melompat dan memberikan ayunan pedang.
Jian Chen jelas meremehkan babi hutan itu sehingga ia menebas tubuh siluman itu sekedarnya saja. Dia memang memberikan luka namun itu tidak terlalu dalam karena kulit babi hutan itu ternyata lebih keras dari perkiraannya.
Babi hutan langsung menyadari keberadaan Jian Chen didetik itu juga. Berpikir babi hutan itu akan kembali menyerangnya tetapi ia justru berbalik dan berlari menjauh.
Jian Chen berdecak kesal sebelum mengejarnya, padahal kalau tadi melawan dia bisa membunuhnya lebih cepat.
Babi hutan itu lebih gesit daripada babi hutan yang ditemui sebelumnya. Jian Chen membutuhkan waktu yang lebih lama hingga mengejar dan membunuhnya.
Saat itulah Jian Chen baru menyadari ketika bisa berhasil membunuh babi hutan itu. Tanpa sadar dia bergerak ke kedalaman hutan lebih dari tujuannya.
Jian Chen selalu memberikan goresan pada dahan pohon yang dipijak sebagai arah kalau nanti dia akan kembali pulang.
Jian Chen kemudian melompat menaiki pohon yang paling tinggi untuk melihat keberadaan Kota Qianshan namun nyatanya ia tidak bisa melihat apapun karena ada kabut yang tebal.
Sesuai namanya, Hutan Kabut adalah hutan yang berkabut. Jian Chen hanya menghela napas panjang ketika menyadari nasibnya, walaupun sulit dikatakan tapi dirinya memang sedang tersesat.
Dia berencana untuk menunggu siang tiba agar bisa melihat kota Qianshan kembali dan pulang. Saat berisitirahat didahan pohon barulah dia menyadari ada suara riuh yang terdengar.
“Suara ini… Apakah ada air terjun disini…” Jian Chen yakin bahwa ini adalah suara air yang jatuh dari ketinggian.
Sepengetahuannya dikehidupan lalu tidak ada air terjun didalam Hutan Kabut. Untuk memastikan itu tidak ada cara lain untuk Jian Chen selain memastikannya.
Suara air yang jatuh terdengar lebih jelas hingga Jian Chen tiba dan melihatnya. Hanya saja pandangan pertama kali yang Jian Chen tuju bukanlah pada air terjun itu melainkan pada seseorang yang ada disana.
Terlihat ada seorang gadis sedang memainkan pedang didekat air terjun tersebut, gerakan pedang gadis itu sangat indah sama persis dengan keindahan parasnya.
Kecantikan parasnya sangat sulit ditemui, ia seperti seorang Dewi yang turun di tengah manusia, membuat siapapun akan terbius hanya dengan memandang parasnya.
Gadis yang dimaksud adalah perempuan yang Jian Chen kenal dan ia cukup tersohor di Akademi, namanya Niu Meily. Jian Chen tidak menyangka bisa bertemu dengannya di tengah hutan.
“Siapa disana?!” Gadis itu langsung menyadari keberadaan Jian Chen dan menghunuskan pedang ke arahnya.
Jian Chen tersenyum tipis, ia memang tidak bersembunyi tetapi tidak menyangka akan ketahuan secepat ini, terlebih lagi ada banyak kabut namun gadis itu tetap bisa melihatnya.
Jian Chen keluar dari kepulan kabut sambil mengangkat kedua tangan. “Maap menganggu aku hanya kebetulan kesini…”
Meily menurunkan pedangnya saat menyadari bahwa ia seorang laki-laki yang umurnya hampir seusianya, setidaknya itu yang ia pikirkan.
“Kenapa kau ada disini, kau mengikutiku! ?” Meily berkata dengan nada dingin.
Jian Chen tersenyum canggung. “Aku hanya tersesat dan kebetulan mendengar suara air terjun. Tidak menyangka ternyata ada seseorang.”
Mata Niu Meily menyipit, ia curiga pemuda didepannya berbohong apalagi melihat pedang yang tersarung dipinggangnya serta ada bercak darah dari pakaiannya, jelas itu bukan tanda dari orang yang tersesat.
‘Aku tidak bisa membaca kultivasinya…’ Niu Meily menjadi lebih waspada.
“Aku baru memburu siluman beberapa jam sebelumnya, kuharap Nona tidak salah paham.” Jian Chen menangkap pandangan gadis tersebut lalu menjelaskannya.
“Jadi apa yang membuat kau menghampiriku…”
“Aku… Aku sedang tersesat, tidak tahu arah ke kota. Kuharap Nona bisa membantuku untuk keluar dari hutan, aku tak bisa melihat apapun karena kabut tebal ini.”
Niu Meily menyarungkan pedangnya. Matanya cukup jeli kalau pemuda didepannya memang tidak berbohong atau mencoba melabuhinya.
Niu Meily bisa saja menunjuk ke arah mana untuk keluar dari hutan ini hanya saja posisi keberadannya memang berada ditengah hutan, sangat jauh dari kota. Meily takut laki-laki itu akan tersesat kembali.
“Aku baru tiba disini sejam yang lalu, mungkin bisa membantumu tapi itu nanti, untuk sekarang aku harus berlatih terlebih dahulu.”
Jian Chen mengangguk, tidak masalah baginya asalkan ia pulang lebih cepat. Jian Chen kemudian duduk diatas salah satu batu sambil melihat air terjun sedangkan Niu Meily melanjutkan berlatih pedangnya.