Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Di Sini Saja
“Nenek!” seru Atthara saat sang nenek sudah siuman.
Seruan Atthara membuat Lulu dan Tante Lyra spontan ikut berdiri menghampiri Nenek Atthara.
“Apa ada yang sakit?” Nenek Atthara menggelengkan kepala lemah.
Pandangan Nenek Atthara tertuju pada Lulu yang ada di belakang Atthara. Tangan beliau menunjuk kearah Lulu. Atthara yang mengerti, segera mengenalkan Lulu sebagai calon yang pernah ia katakana sebelumnya. Lulu dengan natural memegang tangan tua Nenek Atthara dan memperkenalkan dirinya.
“MasyaAllah.. Kapan kalian akan meresmikan hubungan? Niat baik harus disegerakan. Takut ada setan di antara kalian kalau terlalu lama.” Kata Nenek Atthara seolah mendapatkan energinya kembali.
“Tunggu Nenek sehat.” Jawab Atthara singkat.
“Apa tidak sebaiknya kamu membicarakannya dengan Papa mu?” tanya Tante Lyra.
“Tante tahu sendiri Papa seperti apa, yang penting Nenek sudah merestui hubungan kami.” Lulu hanya diam mendengarkan dengan tangannya yang masih menggenggam tangan Nenek Atthara.
“Kamu atur saja bagaimana. Kamu sudah dewasa. Bagaimana dengan orang tuamu, Nak?” tanya Nenek Atthara.
“Lulu yatim piatu.” Jawab Atthara mendahului Lulu.
“Innalillahi.. Kamu bisa menganggap Nenek sebagai Nenek kamu. Panggil Nenek Rahma.”
“Terima kasih, Nek.” Nenek Rahma tersenyum seraya mengusap tangan Lulu yang menggenggamnya.
Atthara melihat kedekatan Lulu dan sang nenek. Ia merasa lega karena Neneknya memanglah mendambakan cucu menantu yang sholehah. Itu kenapa Atthara memilih Lulu sebagai istri kontraknya.
Pembicaraan beralih pada kejadian yang menimpa sang nenek. Beliau mengatakan jika beliau merasakan sedih karena teman yang ditemuinya selalu memamerkan bagaimana rasanya menimang cucu. Athhara menegang dibuatnya. Ia yang tidak pernah berpikir membina keluarga sebenarnya, bertentangan dengan keinginan sang nenek yang menginginkan cucu.
Tante Lyra memutuskan untuk pulang karena sudah ada Atthara dan Lulu yang menjaga Ibunya. Beliau akan kembali nanti malam untuk bergantian.
“Kalian mengenal di mana?” tanya Nenek Rahma.
“Di café tempat Lulu menjajakan kuenya.” Jawab Atthara.
“Jualan kue?”
“Iya, Nek. Lulu membuat kue dan menitipkannya di café, untuk biaya kuliah.”
“Benarkah? Kamu bisa tenang. Setelah menikah dengan Atthara, biarkan dia yang memenuhi semua kebutuhanmu.” Lulu tersenyum.
Atthara meninggalkan keduanya dan menghubungi Bobby agar segera menyiapkan acara seminggu dari sekarang. Ia juga berpesan agar melangsungkan acaranya di rumah miliknya dan memintanya menyiapkan kebutuhan Lulu di sana. Bobby menyanggupi semuanya karena dirinya mempunyai tenaga pembantu khusus untuk menyediakan kebutuhan Lulu.
Setelah melakukan panggilan dengan Bobby, Atthara menghubungi rekan bisnisnya dan mengatakan jika dirinya tidak bisa menghadiri pertemuan sore ini karena sang nenek di rumah sakit. Saat Atthara kembali, ia menemukan Papa dan Mama tirinya sudah berada di ruangan sang nenek. Atthara tidak langsung masuk, melainkan menunggu di depan pintu mendengarkan percakapan mereka.
“Apakah Ibu yakin mau menerimanya sebagai cucu menantu? Kita bahkan tidak tahu latar belakangnya.” Tanya Mama tiri Atthara.
“Apakah latar belakang itu penting?” tanya Nenek Rahma yang tidak melepaskan tangan Lulu.
“Tentu saja, Bu. Paling tidak, latar belakangnya bisa membantu Atthara dalam bisnisnya.”
“Lalu, jelaskan padaku! Apa latar belakangmu sebelum kamu menjadi janda?” seketika pertanyaan Nenek Rahma membungkam Mama Tiri Atthara.
“Ibu kenapa mengungkit itu lagi?” tanya Papa Atthara.
“Kalau tidak aku ungkit, istrimu akan melupakannya! Keputusanku sudah bulat. Aku akan menerima Lulu sebagai cucuku, apapun latar belakangnya!”
Papa Atthara tidak lagi membantah karena jika sang ibu sudah membuat keputusan, itu adalah keputusan final yang tidak bisa diganggu gugat. Atthara tersenyum menang dibalik pintu. Ia masuk dengan santai dan mendapati wajah masam Mama tirinya.
“Kenapa tidak mengatakannya kepada kami lebih dulu jika kamu mau menikah?” Tanya Papa Atthara.
“Apakah itu penting? Aku yang ingin menikah, bukan kalian.”
“Kami juga memiliki hak untuk menilai!”
“Apakah kalian bisa menilai dengan benar?” sindir Atthara.
Suasana di dalam kamar rawat menjadi sangat menegangkan. Lulu yang notabene orang luar, tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Ia hanya diam menunduk mendengarkan.
“Hentikan! Kalian menakuti cucu menantuku!” Nenek Rahma meminta Papa Atthara dan istrinya untuk pulang karena beliau ingin beristirahat.
Dengan wajah masam, keduanya meninggalkan kamar rawat Nenek Rahma. Atthara bahkan tidak repot-repot mengantarkan keduanya atau mengucapkan salam perpisahan. Hal ini menjadi tanda tanya besar di otak Lulu. Hubungan yang rumit sedang terjadi di keluarga Atthara, ia bisa melihatnya. Tetapi hubungan Atthara dengan sang nenek dan tantenya baik-baik saja. Dimana salahnya?
“Nenek mau istirahat. Kamu istirahatlah juga dengan Atthara di sana.” Nenek Rahma menunjuk sofa yang ada di ruangan.
“Iya, Nek. Lulu akan ke masjid dulu untuk sholat. Sudah jam 2.” Nenek Rahma mengangguk tersenyum.
“Jangan ke masjid! Sholat di sini saja.” Kata-kata Atthara mengejutkan Nenek Rahma dan Lulu.
“Tapi..”
“Nanti kamu hilang. Aku tidak mau ambil risiko!” kata Atthara menyela protes Lulu.
Lulu menghembuskan nafas berat. Mau tak mau ia harus menuruti Atthara daripada berakhir dengan perdebatan di depan Nenek Rahma.
Nenek Rahma tersenyum dengan perlakuan Atthara kepada Lulu. Beliau mengira jika Atthara tidak ingin jauh dari Lulu. Dalam hati, beliau berdoa semoga dengan adanya Lulu, Atthara bisa kembali mengenal Tuhannya.
Lulu mengerjakan sholat di kamar rawat Nenek Rahma beralaskan jaket Atthara karena ia membawa mukena travel yang hanya memiliki sajadah muka. Atthara merelakan sajadahnya karena masih tidak mau membiarkan Lulu sholat di masjid.
Sekitar pukul 5 sore, Tante Lyra kembali untuk menggantikan mereka menjaga Nenek Rahma. Atthara dan Lulu berpamitan dan mengatakan akan kembali lagi besok. Keduanya kembali pulang ke apartemen Atthara. Belanjaan yang sebelumnya mereka beli layu di dalam mobil. Lulu merendamnya dengan air dingin agar kembali segar, sebelum pergi membersihkan diri dan melaksanakan sholat asar.
“Di mana dia?” gumam Atthara yang tidak menemukan Lulu di dapur.
Atthara meminum jus yang ia ambil dari kulkas. Tak lama kemudian, Lulu keluar dari kamarnya. Tanpa menyapa Atthara, Lulu membuka kulkas dan mengeluarkan bahan makanan untuk makan malam. Semua kegiatan Lulu di dapur, tidak lepas dari pandangan Atthara.
“Makanan sudah siap, Kak. Kakak mau makan sekarang?” tanya Lulu satu jam kemudian.
“Boleh.”
Lulu menyajikan makanan di meja bar dan menyediakan air dingin untuk Atthara. Masakan malam ini adalah tumis daging dan sawi bawang. Lulu juga menyajikan sisa dimsum tadi pagi. Kali ini, Lulu mengambilkan nasi untuk Atthara dan dirinya sendiri sebelum ikut duduk di kursi bar.
Atthara merasakan perlakuan baru dari Lulu, tetapi tidak memikirkannya. Ia sudah lapar, sehingga segera mengambil lauk dan mulai makan setelah Lulu meletakkan piring berisi nasi di hadapannya. Ia bahkan tidak peduli dengan Lulu yang berdoa sebelum makan.