Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Dua - Maaf Aku Jatuh Cinta Lagi
Adrian duduk berhadapan dengan Naura di depan meja makan yang luas. Sayangnya hanya dua orang saja yang berada di depan meja makan yang luas dan mewah, terbuat dari batu marmer. Adrian selalu membayangkan, jika di dalam rumahnya ada gelak tawa anak kecil, keributan, teriakan anak kecil, pasti akan bahagia sekali, dan bisa menghidupkan suasana rumahnya yang hampa seperti sekarang.
“Mas, jangan nginep lagi di rumah Asyifa dong, masa sejak aku pulang dari Paris, kamu di rumah Cuma sehari saja? Aku kesepian, Mas,” ucap Naura dengan manja.
“Makanya punya anak, jadi gak kesepian! Kamu gak kelayaban, ada anak yang akan menemani hari-hari kamu menjadi seorang ibu!” ucap Adrian dengan ketus.
“Kenapa bahas anak sih? Kan sudah ada Asyifa untuk memberikan kamu anak?” ucap Naura.
“Ya sudah terima saja kesepianmu itu! Kamu di rumah sepi, tapi di luar hura-hura, foya-foya, cekikak-cekikik sana-sini dengan geng sosialitamu! Ingat, kamu ini perempuan, perempuan yang melawan kodranya sebagai seorang perempuan akan dilaknat Tuhan!” sarkas Adrian.
“Siapa yang melawan kodrat, Mas! Aku masih berpenampilan layaknya perempuan? Dari mana mas bisa menyimpulkan kalau aku melawan kodratku sebagai perempuan!” Naura tak kalah nyalangnya bicara di hadapan Adrian.
Klenting!
Adrian membuang napasnya dengan kasar, lalu meletakkan sendok dan garpunya di piring dengan kasar. Masih bisa Naura bertanya dari mana dia melawan kodratnya sebagai perempuan? Padahal setiap perempuan pasti tahu, kodrat peremuan itu apa? Dia terlahir, dikodratkan sebagai perempuan, yang bisa haid, bisa hamil, dan melahirkan. Sudah kodratnya perempuan seperti itu. Kecuali Naura memang sakit, dan tidak diperbolehkan hamil atau melahirkan, akan tetapi Naura sangat sehat, kandungannya normal dan sehat-sehat saja.
“Kamu itu sehat, Ra, kamu normal! Kenapa kamu gak mau hamil? Sedangkan di luar sana, banyak sekali perempuan yang tidak seberuntung kamu kesehatannya, ingin hamil, ingin memiliki keturunan!” pekik Adrian.
“Jangan samakan aku dengan mereka, Mas!”
“Kau sehat, Ra! Kandunganmu sehat, rahimmu juga sehat-sehat saja tidak sakit? Padahal kamu tahu, menjadi seorang ibu adalah keinginan setiap perempuan!”
“Tapi aku tidak, Mas Adrian!” pekik Naura dengan nyalang.
“Memang ada benarnya aku menerima Asyifa untuk jadi istri keduaku. Benar aku harus menitipkan benihku pada Asyifa, benih yang sudah bertahun-tahun ditolak oleh kamu, perempuan yang sangat aku cintai dan aku sayangi, yang aku harapkan kelak akan melahirkan generasiku, melahirkan bayi mungil yang sangat lucu untuk menambah kebahagiaan dan keceriaan di dalam rumah ini. Jangan salahkan aku jika aku di luar sana bahagia dengan keluarga kecil baruku, yang kamu ciptakan untukku demi untuk menjaga tubuh indahmu supaya tidak rusak!”
“Maksud Mas apa? Bahagia dengan keluarga kecil baru?” tanya Naura yang mulai ketakutan kalau Adrian akan jatuh cinta pada Asyifa.
“Ya, keluarga kecil baruku, yang kamu ciptakan untukku. Aku, Asyifa, dan anak-anak kami kelak!”
Naura menggeleng tidak percaya Adrian bisa bicara seperti itu. Hatinya remuk redam mendengar laki-laki yang dicintainya bicara seperti itu. Bahagia dengan keluarga kecil barunya, itu artinya Adrian menerima Asyifa sepenuhnya, dan bisa jadi Adrian sudah jatuh cinta pada Asyifa? Pikiran Naura mulai terpecah belah, ia tidak mau suaminya membagi cintanya, cukup membagai raganya dengan perempuan lain supaya suaminya bisa memiliki keturunan.
“Apa Mas sudah menyentuhnya?” tanya Naura, ia berusaha tenang, meski hatinya bergejolak penuh amarah.
“Kamu yang menyuruh aku menyentuhnya, kan? Kamu yang menyuruhku untuk membagi raga ini dengan perempuan lain, jadi ya aku sudah sentuh dia,” jawab Adrian santai.
“Bagus dong, itu artinya sebentar lagi kamu akan punya anak, dan kita bisa berkumpul lagi dengan tenang, mama kamu tidak menuntutku untuk memberikannya cucu, begitu juga dengan mami dan papiku,” ucap Naura.
“Ya, semoga saja apa yang kamu rencanakan lancar, kalau tidak, jangan pernah kamu menyesalinya!” sarkas Adrian.
Adrian langsung meninggalkan Naura setelah bicara seperti itu. Naura mengepalkan tangannya, rahangnya mulai mengeras mendengar ucapan Adrian seperti itu. Naura yakin Adrian mulai menaruh hati pada Asyifa.
“Gak, gak mungkin Mas Adrian jatuh cinta sama perempuan udik, kampungan itu! Lihat saja kalau mereka sampai saling mencintai, aku tidak rela milikku dicintai orang, aku gak akan rela Mas Adrian mencintai Asyifa. Mas Adrian hanya milikku, selamannya!” ucap Naura dalam hati dengan mengepalkan tangannya.
Naura menenangkan hatinya dulu, ia tidak boleh terlihat marah, di hadapan Adrian. Semua itu memang Naura yang inginkan, tapi jika mereka saling mencintai, artinya mereka melanggar perjanjian yang sudah disepakati bersama.
Naura memikirkan bagaimana caranya supaya ia tahu di mana Adrian menyembunyikan Asyifa. Dari kemarin ingin rasanya ia meminta seseorang menyelidiki Adrian, atau dirinya, namun sayangnya kegiatan bersama teman-temannya tidak bisa ia luangkan waktu sebentar saja untuk memata-matai Adrian dan Asyifa. Menghubungi orang suruhannya pun ia lupa, sakin asiknya bersama dengan teman-temannya. Saat bersama dengan temannya, semuanya dilupakan oleh Naura, bahkan janji menemani Adrian makan malam dengan rekan bisnis pun Naura melupakannya.
Naura menyusul Adrian yang sudah masuk ke kamar lebih dulu. Adrian terlihat sedang senyum-senyum sambil menatap gawainya. Naura yakin Adrian sedang bertukar pesan dengan Asyifa.
“Mas ....” Naura mendekati Adrian lalu memeluk Adrian yang sedang duduk di tepi ranjang.
“Apaan sih, Ra! Lepas gak!” pekik Adrian dengan menyingkirkan tangan Naura dari perutnya.
“Aku kangen ... masa gak kangen sama aku, Mas?” ucap Naura manja.
“Aku capek, Ra!” Adrian menepiskan tangan Naura lagi yang makin nakal menggerayangi dada Adrian.
“Ya sudah kalau Mas capek mas tidur saja,” ujar Naura sambil menepuk tempat tidur, meminta Adrian tidur di sebelahnya.
Adrian merebahkan tubuhnya, ia mematikan ponselnya, karena tidak ingin membuat Naura penasaran dirinya sedang bertukar pesan dengan Asyifa. Ia sebisa mungkin menutup rapat semua akses yang berkaitan dengan Asyifa dari Naura. Naura memeluk Adrian dan tidur dengan berbantal dada bidang Adrian.
Adrian mengusap lembut kepala Naura. Dari dulu Naura memang suka tidur dengan posisi sepeti ini. Dirinya memang marah dan kecewa dengan Naura, akan tetap di lubuk hatinya, masih ada rasa cinta pada Naura. Hanya rasa cinta saja, untuk hasrat bercinta dengan Naura, Adrian sendiri tidak tahu, karena sudah benar-benar mati rasa bersama dengan Naura.
“Maafkan aku, aku jatuh cinta lagi, dan aku sudah bisa merasakan hal yang dulu aku sering rasakan bersamamu, Ra. Hilang seketika hasratku padamu, saat kamu berkali-kali menolakku selama enam bulan, dan Asyifa ternyata jauh lebih bisa membangunkan gelora hasratku, dia yang bisa menuntaskan rasa yang aku pendam selama enam bulan, Raa. Maaf aku sudah tidak bisa menyentuhmu lagi, yang ada hanya amarah seperti kemarin di kamar mandi saat aku menyentuhmu, dan itu akan menyakitkan bagimu, suatu hari aku akan katakan semua ini padamu, Ta,” ucap Adrian dalam hati.
“Mas?” panggil Naura.
“Apa, sudah tidur, katanya pengin tidur begini?” jawab Adrian.
“Kamu gak ingin?” tanya Naura.
“Aku capek, Ra. Seharian aku menemui banyak klien, belum Yoga ini cuti dua hari, dia ngajak liburan anak dan mantan istrinya,” jawab Adrian.
“Hmmm ya sudah. Oh iya, kamu sembunyiin Asyifa di mana sih?” tanya Naura penasaran.
“Kenapa tanya itu?”
“Ya biar aku bisa memastikan dia sudah hamil atau belum, dia sudah aku bayar penuh, Mas! Atau jangan-jangan kamu menyuruh dia pergi karena kamu gak mau menyentuhnya?”
“Kalau seperti itu memangnya kenapa?” tanya Adrian dengan tatapan sedikit nyalang.
“Mas aku sudah bayar dia mahal! Kalau dia kabur ya aku akan tuntut dia!” pekik Naura kesal.
“Sudah tidur, jangan marah-marah mulu! Dia tidak kabur, tapi aku tidak akan pernah memberitahukan padamu di mana dia tinggal. Biar itu jadi urusanku, yang penting dia hamil, kan?”
“Kenapa begitu?”
“Nanti kamu akan tahu. Tidurlah, jangan banyak bicara.”