Dokter Heni Widyastuti, janda tanpa anak sudah bertekad menutup hati dari yang namanya cinta. Pergi ke tapal batas berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi pada Bumi Pertiwi. Namun takdir berkata lain.
Bertemu seorang komandan batalyon Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang antipati pada wanita dan cinta. Luka masa lalu atas perselingkuhan mantan istri dengan komandannya sendiri, membuat hatinya beku laksana es di kutub. Ayah dari dua anak tersebut tak menyangka pertemuan keduanya dengan Dokter Heni justru membawa mereka menjadi sepasang suami istri.
Aku terluka kembali karena cinta. Aku berusaha mencintainya sederas hujan namun dia memilih berteduh untuk menghindar~Dokter Heni.
Bagiku pertemuan denganmu bukanlah sebuah kesalahan tapi anugerah. Awalnya aku tak berharap cinta dan kamu hadir dalam hidupku. Tapi sekarang, kamu adalah orang yang tidak ku harapkan pergi. Aku mohon, jangan tinggalkan aku dan anak-anak. Kami sangat membutuhkanmu~Mayor Seno.
Bagian dari Novel: Bening
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 - Perkara Jodoh
"Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya."
Seperti tafsir Surah Yasin ayat 40, begitu lah perumpamaan cinta Dokter Heni untuk mendiang Jenderal Prasetyo Pambudi, cinta pertamanya. Hingga akhir hayat hanya Embun yang dicintai oleh Prasetyo, bukan dirinya. Cintanya bertepuk sebelah tangan.
Perkara jodoh itu macam 'Alif Lam Mim' ayat pertama dalam Surah Al Baqarah.
Maknanya ?
Hanya Allah yang tahu.
"Sampai detik ini aku selalu bertanya pada diriku, mengapa mendiang Pras begitu mencintai Embun sampai tak ada tempat bagi wanita lain di hatinya. Dan kini aku sudah tahu jawabannya,"
"Apa jawabannya?" tanya Mayor Seno.
Keduanya kini sudah duduk berdampingan di sebuah bangku panjang di bawah pohon besar. Tepat di hadapan mereka saat ini yakni terbentang hamparan luas ilalang atau yang biasa disebut padang ilalang.
Tempat ini adalah tempat rahasia sekaligus menjadi tempat favorit Seno ketika ingin menyendiri atau berbicara empat mata dengan seseorang.
"Karena memang aku tidak ditakdirkan bersama dia. Mereka berdua bisa bersama di garis yang sama tapi garis itu sejak awal memang diciptakan bukan untukku," jawab Dokter Heni.
Bersaing dalam hal cinta dengan orang yang masih hidup tentu jauh lebih mudah daripada orang yang sudah meninggal dunia. Karena sejatinya jika masih hidup, maka lawan kita jelas terlihat. Namun jika orang tersebut telah tiada di dunia ini, maka kita tidak bisa melihat kekuatan serta kelemahan lawan kita dengan jelas.
Inilah tantangan bagi seorang Mayor Seno Pradipta Pamungkas untuk berjuang mendapatkan hati dan cinta dari sang istri, Heni Widyastuti. Menggeser sekaligus menghilangkan nama Prasetyo Pambudi dari singgasana utama di hati istrinya itu.
Namun percayalah bahwa takdir dan cinta, hakikatnya akan bermuara pada sang pemilik hati yang sebenarnya. Jodoh, maut dan rezeki dari Sang Pencipta tidak akan pernah tertukar atau salah takar.
☘️☘️
"Kita dua manusia yang sama-sama punya masa lalu pahit soal cinta. Lucu saja bisa jadi suami istri," ucap Seno seraya terkekeh sambil membayangkan pertemuan kedua mereka yang penuh perdebatan dan amarah tapi berujung pernikahan.
"Apa Mas menyesal menikah denganku?" tanya Dokter Heni dengan nada suara yang terdengar berat dan serius seraya menolehkan kepalanya ke samping untuk menatap Seno.
Deg...
Kedua wajah ini pun saling bertatap muka. Mata mereka saling bersirobok dalam satu pandangan garis lurus yang sama.
"Jika aku katakan menyesal menikahimu, apa kamu akan pergi?"
"Jika Mas menginginkanku pergi, maka aku akan pergi. Walaupun pastinya berat untukku karena terlanjur mencintai Aya dengan sangat. Tapi jika aku tetap memilih bertahan di dalam sebuah tank tempur angkatan darat di mana sang komandan di dalamnya yang membawaku mengarungi peperangan tidak menginginkan diri ini bersamanya, lalu untuk apa diteruskan? Karena berjalan dengan satu kaki hanya akan ada kepincangan yang terjadi. Sedangkan untuk mencapai garis finish dibutuhkan dua kaki bukan satu," jawab Dokter Heni.
Hening tercipta beberapa saat. Keduanya saling menghadap ke depan kembali menatap padang ilalang dengan pikiran masing-masing.
Tanpa aba-aba, salah satu telapak tangan Seno mendadak merengkuh dan menggenggam telapak tangan Dokter Heni. Tentu saja hal itu cukup membuat Dokter Heni terkejut. Tak dapat dipungkiri ada desir tak biasa yang bermunculan di hatinya saat ini. Seno genggam dengan lembut salah satu telapak tangan istrinya tersebut lalu ia letakkan dia atas pahanya.
"Kamu pasti sudah sangat paham masa laluku seperti apa dari Mbok Jum. Mau kah kamu membuka hati untukku? Menerima diri ini yang pastinya banyak kurangnya daripada lebihnya,"
"Setiap manusia pasti punya kekurangan dan kelebihan," tutur Dokter Heni.
"Iya, aku paham hal itu. Hanya saja aku bukan orang kaya yang punya banyak materi seperti mendiang cinta pertamamu itu. Bahkan aku sudah punya dua buntut alias dua anak. Karena jujur mendengar kata harta dan kekayaan, terkadang membuatku insecure. Terlebih dengan masa lalu yang pernah terjadi padaku,"
"Harta tidak dibawa mati. Jika mengenai harta dan kekayaan berupa materi dalam sebuah rumah tangga, bisa dicari bersama. Yang paling penting imannya," ucap Dokter Heni berusaha meyakinkan Seno.
"Ya, aku setuju mengenai hal itu. Gimana, mau terima Mas Duda ini yang kaku kayak kanebo kering, dinginnya melebihi kulkas dua belas pintu dan sudah punya dua buntut pula?"
Senyum terbit di wajah Dokter Heni mendengar ucapan Seno yang serius namun sudah lebih mencair. Tidak seperti awal pernikahan mereka yang lalu.
"Terima apa enggak ya?
"Terima dong," sahut Seno dengan raut wajah yang tampak lucu di mata Dokter Heni.
"Saya janda loh, Mas. Bukan gadis yang masih pera*wan. Apa enggak nyesel Masnya?" goda Dokter Heni.
"Saya enggak cari yang lain. Saya cintanya sama Bundanya Aya," ucap Seno.
"Apa Mas? Coba ulangi lagi tadi kalimatnya,"
"Yang mana?" goda Seno.
"Yang tadi itu,"
"Bundanya Aya," ucap Seno sengaja semakin gencar menggoda istrinya yang terlihat seakan merengek padanya.
"Bukan. Sebelum itu,"
Seno pun tersenyum melihat raut wajah Dokter Heni saat ini yang tampak lucu dan menggemaskan. Mendadak Seno memajukan kepalanya. Perlahan tapi pasti kini mendekati wajah Dokter Heni. Seketika...
Bersambung...
🍁🍁🍁
eh salah hamil maksudnya