Devina Putri Ananta berusaha menata hati dan hidupnya setelah bercerai dari suaminya, Arthur Ravasya Barnett. Perceraian yang terjadi lima tahun yang lalu, masih menyisakan trauma mendalam untuknya. Bukan hanya hati yang sakit, namun juga fisiknya. Terlebih ia diceraikan dalam keadaan hamil.
Devina dituduh berselingkuh dengan adik iparnya sendiri. Akibat kejadian malam itu, saudari kembar Devina yakni Disya Putri Ananta harus meninggal dunia.
"Menikahlah dengan suamiku, Kak. Jika bersama Kak Arthur, kakak enggak bahagia dan terus terluka. Maafkan aku yang tak tahu jika dulu Kak Reno dan kakak saling mencintai," ucap Disya sebelum berpulang pada Sang Pencipta.
Bayang-bayang mantan suami kini kembali hadir di kehidupan Devina setelah lima tahun berlalu. Arthur masih sangat mencintai Devina dan berharap rujuk dengan mantan istrinya itu.
Rujuk atau Turun Ranjang ?
Simak kisah mereka yang penuh intrik dan air mata 💋
Merupakan bagian dari novel : Sebatas Istri Bayangan🍁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Nonton Film
Keduanya pun tiba di toko emas, tempat cincin pernikahan mereka dibuat. Reno mencoba memasangkan cincin tersebut pada jari Devina.
"Gimana, pas?" tanya Reno.
"Iya," jawab Devina singkat. Ia sebenarnya tak terlalu berminat perihal cincin pernikahannya dengan Reno mau seperti apa bentuknya bahkan hingga harganya.
Model apapun ia sudah memasrahkan semua urusan tersebut pada keluarganya dan Reno. Padahal biasanya pengantin wanita akan lebih bawel meminta ini dan itu perihal acara pernikahannya. Akan tetapi, Devina berbeda. Ia lebih banyak pasrah dan tidak terlalu menuntut apapun.
"Cantik, seperti yang pakai." Reno pun memuji Devina.
"Jika sudah, kita langsung pergi ke butik." Devina merasa kurang nyaman jika terlalu lama di luar rumah meninggalkan Aaron. Walaupun putranya itu terbilang jarang protes jika ia keluar berdua dengan Reno.
"Buru-buru amat. Kamu ada keperluan lain hari ini?" tanya Reno seraya menatap serius pada wajah Devina.
"Enggak ada. Hanya saja aku kasihan sama Aaron di rumah sementara kita pergi jalan-jalan," ujar Devina.
"Tadi katamu kita pergi berdua saja karena Aaron sudah nyenyak tidur. Kamu enggak mau ganggu waktu tidur siangnya Aaron,"
"Iya, tapi jangan lama-lama juga di luarnya."
"Kenapa? Apa kamu takut akan sesuatu?"
"Aku takut orang lain masih membahas masalah kita lima tahun yang lalu. Aku merasa kurang nyaman jika orang lain melihat kita seakan kita pasangan yang pernah selingkuh yang berujung akan menikah," bisik Devina lirih.
"Tenanglah, Dev. Selama ini kita sudah beberapa kali jalan di luar rumah, buktinya tak ada orang lain yang berani menyinggung hal itu. Kita juga enggak selingkuh seperti tuduhan mereka yang lalu. Walaupun kita belum bisa membuktikan, aku yakin suatu saat kebenaran itu pasti akan terungkap. Aku adalah orang pertama yang akan selalu melindungimu. Percayalah, Sayang." Reno berusaha meyakinkan Devina bahwa wanita itu akan baik-baik saja jika berada bersamanya dan hidup menjadi pasangannya di masa depan.
Akhirnya setelah perdebatan kecil itu, Reno dan Devina bergegas ke butik untuk melakukan fitting baju pengantin.
☘️☘️
"Senyum dong, Sayang. Gaun yang kamu pakai dan orangnya sudah sangat cantik. Jika tanpa senyumanmu, rasanya pasti hambar. Bagai sayur kurang garam," goda Reno.
Akhirnya Devina mengangkat pandangannya dan menampilkan senyuman tipis walaupun sebenarnya hal itu dilakukan penuh keterpaksaan.
"Anda sangat cantik, Nyonya Devina. Sangat pas dengan gaun tersebut," puji si pemilik butik.
Devina lagi-lagi tak bersuara dan hanya memberikan senyuman pada sang pemilik butik sebagai tanda ucapan terima kasih.
Setelah selesai fitting baju pengantin, Reno mengajak Devina untuk jalan-jalan.
"Kok lewat ke sini? Kenapa enggak langsung jalan ke parkiran?" tanya Devina. Sebab ia pikir setelah fitting baju, mereka langsung pulang. Nyatanya tidak.
"Kita nonton film dulu yuk. Lama nih kita enggak ke bioskop. Terakhir kita nonton film berdua ke bioskop, waktu di Jogja. Pengin nostalgia nih,"
"Aku lagi gak pengin nonton, Ren. Lain kali saja ya," tolak Devina secara halus.
"Yah, kok gitu sih. Nyenengin calon suami itu pahala loh," ujar Reno.
Devina menghela napas beratnya sejenak.
"Ya sudah, tapi cari film yang durasinya enggak lama."
"Kalau durasi pendek ya iklan dong, bukan film. Pokoknya kita nonton film yang aku mau. Kamu pasti suka deh," ucap Reno seraya tersenyum pada Devina.
"Terserah kamu deh. Buruan!" seru Devina dengan hati yang sedikit kesal pada Reno. Lelaki ini sekarang lebih sering memaksakan kehendaknya. Padahal dahulu saat mereka berpacaran, Reno selalu mengedepankan keinginan Devina daripada keinginan dirinya sendiri.
"Makasih, Cintaku. Makin cinta deh sama kamu," ucap Reno di mana hatinya saat ini bersorak bahagia karena akan kencan berdua dengan Devina yakni nonton film di bioskop yang dahulu pernah jadi hobi mereka berdua sewaktu pacaran.
☘️☘️
Devina menunggu di kursi yang cukup jauh dari counter tiket. Setelah selesai membeli tiket dan popcorn, Reno berjalan ke tempat duduk Devina.
"Ayo, kita masuk. Sebentar lagi filmnya sudah mulai," ajak Reno seraya menggandeng tangan Devina.
Lalu mereka pun berjalan untuk memasuki studio di bioskop tersebut. Tiba-tiba Devina tanpa sengaja begitu terkejut saat melirik pada lembar tiket bioskop, ternyata mereka akan menonton film horor. Namun saat akan protes pada Reno, mereka sudah terlanjur masuk ke dalamnya.
"Kok kita nonton film horor? Kamu kan tahu kalau aku paling takut nonton film horor begini," bisik Devina seraya melayangkan protes pada Reno.
"Sesekali kita harus keluar dari zona nyaman. Ada aku, tenang saja. Kamu bisa cakar aku kalau takut waktu nonton filmnya," jawab Reno.
Devina hanya bisa mendengus sebal. Ingin rasanya berbalik arah untuk keluar, namun kondisi bioskop yang tengah ramai pengunjung, akhirnya Devina mengurungkan niatnya tersebut.
Kini keduanya sudah duduk di kursinya, tepatnya di bagian pojok pada baris kedua dari atas. Ingin mengeluh lagi pada Reno perihal tempat duduk yang dipilih, namun rasanya percuma saja. Devina tak ingin membuat kegaduhan di dalam bioskop yang sedang padat penonton.
Kring...kring...kring...
Mendadak ponsel Reno berdering. Lalu Reno pun segera mengangkatnya. Sayup-sayup Devina mendengar suara si penelepon cukup keras pada Reno seperi marah. Akan tetapi berbicara tentang apa, Devina tak bisa mendengarnya dengan jelas. Sepertinya putus-putus, mungkin pengaruh sinyal.
"Dev, aku keluar dulu sebentar. Di sini sinyalnya jelek banget. Ada klienku telepon, suaranya putus-putus. Nanti aku segera masuk kembali setelah selesai berbicara dengannya,"
"Hem," jawab Devina singkat.
Sepeninggal Reno, Devina yang sangat malas dan anti film horor, memutuskan untuk memejamkan matanya seraya kedua tangannya bersedekap di depan dadanya. Film horor itu pun dimulai. Para penonton sudah ada yang terdengar menjerit ketakutan padahal baru satu menit film ditayangkan.
Tanpa disadari, seseorang mendaratkan b0kongnya di samping Devina. Tepatnya di kursi yang seharusnya menjadi milik Reno. Hatinya begitu bahagia bisa duduk berdekatan di samping belahan jiwanya itu.
"Nonton film kok tutup mata," ledeknya.
Seketika Devina membuka matanya. Sebab, mendadak ruang dengarnya dipenuhi oleh suara seseorang yang sangat familiar di telinganya. Lantas, ia langsung menoleh dan begitu terkejut melihat seseorang yang dengan lancang duduk di sampingnya saat ini.
Deg...
Bersambung...
🍁🍁🍁
emang udah sembuh Bu... kemarin kan sakit parah... belum nemuin donor ginjal walaupun uang Lisa banyak tapi tetep susah nyarinya ..
tapi ya bagus lah... sebelum ajal menjemput, ingat dosa.
sebenernya dosa-dosa Lisa sih .. tapi sebagai orang tua wajib juga kan ngelurusin ya...