Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 17.
"Aku berusaha mencari keberadaan mu, Laura. Aku ingin menjelaskan semuanya. Tapi kamu pergi tanpa meninggalkan jejak sedikit pun."
Terdengar konyol seorang Galang Abraham tidak dapat menemukan istrinya. Namun itulah nyata adanya. Dulu, sebelum Galang melakukan pernikahan dengan Sekar, ia hanyalah pengusaha biasa, kekayaan yang ia miliki belum kuat untuk melakukan sesuatu, terlebih koneksi dan relasi yang ia miliki tidak lah luas.
Dan setalah menjadi menantu seorang pengusaha besar, masa kejayaan seakan dalam genggaman, Galang menjelma menjadi pengusaha besar yang disegani. Tapi sayang, Galang melupakan dan tidak menggunakan kekuasaannya itu untuk kembali mencari tahu keberadaan Laura.
Hal itu jualah yang kini memukul talak hati Galang. Andai ia terus mencari, andai ia tidak berhenti mencari, andai ia tetap berusaha lebih keras untuk menemukan Laura. Semuanya jelas tidak akan seperti ini. Ia akan tetap bisa bersama Laura, membina rumah tangga dan selalu membersamai wanita pemilik hatinya itu.
Sedangkan Laura sendiri hanya diam, membiarkan Galang yang masih memeluknya seraya mengeluarkan apa yang ingin pria itu ungkapkan. Raut wajah Laura tak terbaca, entah apa yang kini tengah ia rasakan.
"Maafkan aku, Laura." Untuk kesekian kalinya Galang mengatakan maaf. Baginya, beribu kali pun ia meminta maaf, rasanya belum cukup untuk menukar semua hal yang telah Laura lalui sejauh ini. "Sekarang aku sudah menemukan mu. Semuanya akan lebih baik. Aku akan pastikan kamu dan putri kita tidak lagi mengalami kesulitan."
"Putri kita?"
Galang sedikit tersenyum di balik tubuh Laura, ia menyingkirkan air mata dan kembali memeluk Laura. "Tsania Zoun. Aku sudah melihat fotonya. Dia sangat cantik, seperti dirimu." Salah satu informasi yang membuat hati Galang membuncah adalah saat ia mengetahui Laura yang ternyata sudah memiliki seorang anak.
Bahkan orang suruhannya juga melampirkan semua data diri Tsania Zoun. Gadis itu tidak memiliki identitas ayah dan Galang sangat yakin, jika Tsania Zoun adalah putrinya bersama Laura. Galang akan menebus semuanya, kini ia akan membahagiakan Laura dan Tsania.
"Kita akan menata ulang semua," kata Galang. Tangannya semakin erat memeluk Laura. Ia bisa menghirup aroma lembut yang berasal dari tubuh istrinya itu, yang juga berhasil memancing rasa rindu yang telah begitu lama Galang simpan. Membuat ia mendaratkan satu kecupan pada leher jenjang Laura. "Kita akan jadi keluarga yang sempurna dan bahagia bersama Tsania-putri kita."
Merasakan jika Laura hanya diam. Galang mengambil inisiatif, ia seorang lelaki, bukankah ia yang harus memulai semuanya lebih dulu.
Galang menenggelamkan diri di ceruk leher Laura. Tangannya mulai bergerak, mencari kebahagiaan yang pasti akan ia dapatkan. Sama halnya seperti dulu, saat ia menyentuh Laura. Galang tidak pernah bisa melupakan keindahan yang Laura miliki.
Namun, sebelum bisa Galang melakukan keinginannya lebih jauh. Laura sudah lebih dulu menahan tangan pria itu. Ia juga membebaskan diri dari pelukan Galang dan berbalik. Dapat Laura lihat raut wajah Galang saat ini, pria itu begitu menginginkan dirinya.
"Aku sudah meninggalkan mu 19 tahun yang lalu. Itu artinya aku memilih melepaskan mu, Galang Abraham." Tidak ada keraguan yang terdengar, Laura juga menatap Galang dengan serius. "Jangan katakan apa pun selain kata maaf. Karena itu tidak akan membuat kaki ku yang sudah berlari menjauhi mu berubah arah untuk mendekat pada mu."
Galang terpaku. Ia bukan tidak mengerti dengan maksud perkataan Laura, tapi rasanya Galang belum mau percaya.
"Aku sudah tidak ingin mendengar perkataan dari laki-laki yang dulunya sangat aku percayai, tapi nyatanya tega menghancurkan aku seperti ini!" Bisa Galang lihat netra Laura yang memerah. "Aku tidak menginginkan kembali mu, Galang Abraham. Aku juga tidak ingin menyambut kebahagiaan yang coba kamu tawarkan. Nikmatilah sendiri!"
Sudah sangat jelas jika Laura tak ingin kembali. Laura ingin Galang merasa sesak di dadanya, entah itu dengan perasaan sesal atau kerinduan terhadap dirinya. Sampai rasanya Galang ingin mati dan tahu artinya dikhianati; selalu ada rasa sakit yang tidak akan pernah bisa habis.
"Aku bukan Laura yang dulu begitu mencintai mu. Aku sudah berbeda." Suara Laura melemah, bahkan terdengar sedikit bergetar meski tatapan tajam tetap ia berikan pada Galang. "Kamu sudah melihat bukan? Aku bisa dan baik-baik saja tanpa kehadiran mu. Bagiku semuanya sudah selesai dan berakhir."
Setelah mengatakan hal itu Laura memilih pergi meninggalkan Galang. Tapi sebelum mencapai pintu kamar, ia berhenti. Tanpa berbalik Laura kembali membuka suara.
"Satu lagi! Jangan pernah mencoba mendekati Tsania. Dia adalah putriku. Hanya putriku!" Laura menekankan kata-katanya. Dan setelahnya benar-benar berlalu pergi.
Napas Galang tercekat. Semua perkataan Laura yang berisi penolakan begitu menghantam keras dirinya. Lauranya sudah berubah, wanita itu membangun tembok yang begitu tinggi di antara mereka.
Galang meraih minuman yang ada di atas meja dan menegaknya berulang kali. Rasa bersalah, penyesalan kini mulai membelenggu dirinya. Galang menangis, tangannya memukul kuat dada yang tiba-tiba terasa sesak.
*
*
*
Bapak sedang berada di club malam XXX, Bu.
"Ma!" Teriakan itu membuat Sekar meletakkan ponselnya. Ia yang tengah duduk di sofa bisa melihat Anggita yang sedikit berlari menuruni anak tangga. "Kenapa Papa masih belum datang, Ma? Papa juga tidak mengangkat panggilan ku dari tadi!!"
Anggita terlihat kesal. Sedari siang ia terus menghubungi ayahnya, namun sama sekali tidak mendapat jawaban. Anggita ingin ayahnya itu bertindak cepat untuk memberikan pelajaran pada Tsania. Ia ingin saat esok hari ia sudah mendengar kabar jika Tsania telah dikeluarkan dari kampus.
"Papamu masih berada di kantor."
"Aku sudah menghubungi sekretaris Papa, dia bilang Papa sudah kembali sejak sore."
Sekar menarik napas mendengar perkataan Anggita. Ia tahu kini di mana suaminya itu berada.
"Apa jangan-jangan sudah terjadi sesuatu, Ma? Papa tidak mungkin berseli..."
"Apa yang ingin coba kamu katakan, Anggi?!"
Anggita menelan pelan salivanya saat melihat Sekar yang menatap dirinya dengan tajam.
"Itu...emmm...tidak biasanya Papa seperti ini. Papa tidak pernah berada di luar hingga larut."
"Jaga sikap mu, Anggita. Papa mu sedang bekerja." Anggita mendengus kecil, tapi ia tetap memberikan anggukan pada ibunya. "Sebaiknya kamu kembali ke kamar mu!"
Dengan wajah masam Anggita meninggalkan ruang keluarga. Niatnya untuk meminta bantuan sang ayah dalam membalas dendam pada Tsania sepertinya akan sedikit tertunda. Mau tidak mau Anggita harus memikirkan cara lain yang akan ia gunakan untuk mengerjai perempuan murahan itu.
Sedangkan Sekar, ia menggenggam erat ponselnya yang baru saja ia raih. Sudah hampir tengah malam dan sama sekali tidak ada tanda-tanda akan kehadiran Galang di kediaman mewah mereka.
bara api nya membara😆😆😆
kurang manasinnya ra, tambah lagiii