Kisah tentang cinta yang terjebak dalam tubuh yang berbeda setiap malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Rencana di Tengah Tantangan
Hubungan kami kembali stabil, dan kini kami lebih fokus untuk mempersiapkan masa depan. Arya dan aku masih terus bekerja keras untuk menabung dan merencanakan kehidupan yang kami inginkan bersama. Kami menghabiskan akhir pekan dengan berbagai aktivitas yang mempererat hubungan kami, mulai dari berbincang soal impian, mengunjungi pameran rumah, hingga sekadar berjalan santai di taman.
Namun, meski kebahagiaan ini terasa nyata, ternyata ujian lain kembali hadir. Pada suatu hari, saat aku tengah sibuk di kantor, Arya menelepon dengan suara yang terdengar lelah. Dia mengabarkan bahwa perusahaannya sedang mengalami krisis finansial dan mungkin akan ada pengurangan karyawan. Wajahku langsung pucat, menyadari bahwa rencana-rencana yang telah kami susun mungkin akan tertunda.
"Jadi... kemungkinan besar kamu akan terkena dampaknya?" tanyaku dengan suara bergetar.
Arya menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti. Tapi kabar ini sudah mulai tersebar di kantor, dan aku tak bisa menutup mata akan kemungkinan itu."
Hatiku berdesir. Kami baru saja merasa bahwa semuanya berjalan baik, dan kini situasi ini muncul tanpa diduga. Aku berusaha menenangkan diri dan mencoba melihat sisi positif, tapi ketakutan itu tak bisa kuhindari.
"Kalau memang itu terjadi, kita masih bisa mencari solusi lain, kan?" kataku, mencoba memberikan dukungan.
Arya mengangguk pelan, walau wajahnya tampak muram. "Ya, pasti ada jalan keluarnya. Tapi aku tak bisa menahan perasaan ini... Rasanya seperti semua rencana kita kembali dihadapkan pada ujian berat."
Aku meraih tangannya, menggenggamnya erat. "Kita sudah melewati banyak hal, Arya. Aku percaya kita bisa melewati ini juga."
***
Beberapa minggu berlalu, dan Arya mulai sibuk dengan pekerjaannya yang semakin menumpuk. Di tengah isu pengurangan karyawan, dia harus menunjukkan performa terbaiknya agar posisinya aman. Situasi ini membuat waktu kami bersama menjadi sangat terbatas. Aku mulai merasakan jarak yang perlahan muncul di antara kami, meskipun bukan karena keinginan salah satu dari kami.
Malam demi malam, aku menunggu Arya pulang dengan wajah lelah, dan terkadang aku bahkan tertidur sebelum dia sampai. Hubungan kami kini terasa lebih sulit dari sebelumnya. Aku mencoba memahami situasinya, tetapi terkadang perasaan kesepian itu sulit untuk diabaikan.
Suatu malam, ketika Arya akhirnya tiba di rumah, aku memberanikan diri untuk berbicara dengannya. "Arya, aku merasa kita semakin jauh. Aku tahu ini bukan salahmu, tapi aku juga tidak bisa menahan perasaan ini terus menerus."
Arya menatapku dengan mata penuh penyesalan. "Aku minta maaf, sayang. Aku benar-benar tak ingin membuatmu merasa seperti ini. Aku pun merindukan waktu-waktu kita bersama, tapi... keadaan ini membuatku terjebak di antara tanggung jawab dan rasa takut akan masa depan."
Aku mengangguk, mencoba mengerti apa yang ia rasakan. "Aku tahu kamu sedang berjuang untuk kita, dan aku menghargai itu. Aku hanya berharap kita bisa lebih sering berbicara, sekadar menguatkan satu sama lain."
Arya menarikku ke dalam pelukannya, mencoba menenangkan hati kami yang sedang dilanda keresahan. "Aku janji, aku akan lebih sering meluangkan waktu untuk kita. Aku ingin kamu tahu bahwa apa pun yang terjadi, kamu tetap menjadi prioritasku."
***
Hari-hari berikutnya terasa lebih baik setelah kami berbicara. Meskipun Arya tetap sibuk, dia berusaha menjaga komunikasi kami dengan mengirim pesan atau menelepon saat ada waktu luang. Aku merasa lega, walau bayangan tentang masa depan masih menyelimuti pikiran kami.
Sampai suatu hari, berita yang kami takutkan akhirnya datang. Arya diberitahu bahwa posisinya akan dihapus sebagai bagian dari pengurangan karyawan. Arya mengabari kabar ini dengan nada tenang, namun aku bisa merasakan kekecewaan dan kecemasannya.
"Aku akan baik-baik saja," katanya, berusaha menguatkan diriku. "Aku akan mencari pekerjaan lain, dan kita bisa mulai dari awal lagi."
Aku mencoba memberikan semangat, meski di dalam hatiku, aku merasa hampa. Kami telah bekerja keras untuk membangun impian ini, namun kini kami harus memulai dari awal. Rasanya seperti melihat tembok tinggi yang harus kami panjat sekali lagi.
Kami saling menenangkan, menyadari bahwa perjalanan ini memang penuh liku. Aku tetap berada di sisinya, memberikan dukungan penuh agar dia bisa kembali bangkit. Meski berat, aku yakin bahwa bersama Arya, kami bisa menemukan jalan keluar.
***
Beberapa minggu setelah Arya kehilangan pekerjaannya, dia mulai mengirim lamaran ke berbagai perusahaan. Dia mencoba segala cara, termasuk menghadiri berbagai wawancara dan mengikuti kursus untuk meningkatkan kemampuannya. Aku bangga melihat semangatnya untuk bangkit meski situasi ini sangat berat.
Namun, proses ini tidak mudah. Beberapa kali Arya pulang dengan wajah muram setelah wawancara yang tak membuahkan hasil. Setiap penolakan yang diterimanya membuat hatiku terasa sakit, tetapi aku terus memberikan dukungan.
"Jangan menyerah, Arya. Kamu pasti akan menemukan tempat yang tepat," kataku suatu malam.
Arya tersenyum lemah, menatapku dengan penuh terima kasih. "Kamu selalu ada di sisiku, meskipun aku sedang dalam keadaan terburuk. Aku beruntung memiliki kamu."
Mendengar kata-katanya membuat hatiku terharu. Di tengah segala kesulitan ini, kami menemukan kekuatan dalam cinta kami. Kami belajar untuk saling mendukung dan percaya bahwa setiap rintangan yang datang hanya akan membuat kami semakin kuat.
***
Pada suatu hari, saat Arya hampir menyerah, dia menerima panggilan wawancara dari sebuah perusahaan yang cukup ternama. Ini adalah kesempatan besar baginya, dan kami berdua sangat berharap agar dia berhasil.
"Aku akan melakukan yang terbaik," kata Arya dengan penuh tekad.
Aku memberinya pelukan erat. "Aku tahu kamu akan melakukannya dengan baik. Kamu sangat berbakat, dan perusahaan itu akan beruntung jika memilihmu."
Hari wawancara tiba, dan aku merasa cemas sepanjang hari. Namun, aku berusaha berpikir positif dan percaya bahwa ini adalah awal baru bagi kami. Beberapa jam kemudian, Arya mengabariku dengan suara penuh kebahagiaan.
"Aku diterima!" katanya dengan antusias. "Mereka mengatakan bahwa aku memiliki potensi besar, dan mereka ingin aku bergabung segera!"
Aku bersorak kegirangan, merasa lega dan bahagia mendengar kabar baik ini. Setelah melewati segala rintangan, akhirnya ada titik terang di depan kami. Kami berdua berpelukan, merayakan pencapaian ini dengan penuh syukur.
"Ini adalah awal baru bagi kita," bisikku sambil menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Arya mengangguk, menggenggam tanganku erat. "Ya, ini adalah awal baru. Kita akan membangun masa depan bersama, dan kali ini, aku berjanji akan berusaha lebih keras untuk menjaga impian kita tetap hidup."
Malam itu, kami merayakan keberhasilan Arya dengan makan malam sederhana. Meskipun semua ini tidak mudah, aku tahu bahwa kami telah melewati ujian besar dalam hubungan kami. Cinta kami semakin kuat, dan kami siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Dalam perjalanan pulang, aku merasa bahwa inilah saatnya untuk benar-benar memulai kehidupan baru bersama Arya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku yakin bahwa bersama Arya, segala impian kami bisa menjadi nyata.