Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati seorang ibu
Setelah melihat Yaya dengan mobil mewahnya sore itu, entah kenapa pikiran Marissa tak bisa tenang. Ia khawatir mertuanya melihat itu dan berpaling pada Yaya kembali. Apalagi status pembatalan pernikahan Yaya dan Andrian belum diputuskan.
"Kamu kenapa?" tegur Andrian saat masuk ke kamar. Marissa tampak gelisah, bahkan sesekali ia menggigiti kuku-kukunya.
"Eh, kau sudah pulang? Aku ... aku nggak papa kok."
Andrian memicingkan mata. Namun ia tidak mau terlalu memikirkan apa yang terjadi pada Marissa. Ia memilih segera melenggang menuju kamar mandinya.
Saat Andrian ke kamar mandi, sebuah pesan masuk ke ponsel Marissa. Marissa pun segera membukanya. Sebuah senyum terukir. Ia pun. Dengan segera membalas pesan itu. Tak lama terdengar denting notifikasi. Marissa tersenyum lalu membalas pesan itu kembali.
[Thank you. Diikuti emoji kiss.]
***
Dua hari kemudian, putusan pengadilan tentang pembatalan pernikahan Yaya dan Andrian pun keluar. Andrian tidak hadir. Ia pikir memang itu tidak perlu. Bahkan Nurlela pun memang sudah mengintruksikan Andrian agar tak perlu hadir. Alhasil, putusan pun keluar tanpa kehadiran Andrian sama sekali. namun Yaya tak peduli. Sebab baginya, melihat Andrian hanya akan menggoreskan luka. Luka yang belum sembuh bisa kian bernanah bila mereka bertemu kembali.
Pasca putusan pembatalan pernikahan, Marissa senang bukan main. Artinya kini Andrian hanya miliknya satu-satunya. Tak ada yang lain.
Saat sedang bekerja, tiba-tiba ada salah seorang pegawai menemui Marissa.
"Mbak, di depan ada yang cari kamu tuh!" ucap perempuan muda itu.
"Siapa?"
"Mertua kamu," ketus perempuan itu. Marissa terbelalak.
"Mau ngapain lagi mereka?" gumam Marissa kesal. Dengan langkah panjang, Marissa pun segera menemui Nurlela yang lagi-lagi datang bersama Ellena.
"Mama mau apa? Bukannya baru beberapa hari yang lalu datang. Kok kemari lagi sih?" Marissa berucap dengan nada agak tinggi. Nurlela dan Ellena sampai terkejut dibuatnya.
"Lho, kok kamu marah-marah gitu sama Mama, Sa?" ucap Ellena tak terima dengan ada bicara Marissa yang tinggi terhadap ibunya.
"Siapa yang marah-marah? Aku biasa aja kok Mbak. Aku tuh sedang sibuk. Makanya gini." Bagaimanapun, ia tak mau Nurlela dan Ellena ilfil padanya. Khawatirnya Andrian disuruh menceraikannya sama seperti saat mereka meminta Andrian meninggalkan Yaya.
"Makanya, kalo Mama kirim pesan itu balas jadi kami nggak perlu repot-repot kemari," ketus Nurlela.
"Emangnya Mama kirim pesan apa sih?"
"Nggak usah pura-pura nggak tau. Mama kirim pesan minta transfer uang. Pesannya udah centang biru artinya udah kamu baca. Kalau kamu mau kami cepat pergi, cepat transfer sekarang juga."
"Nggak ada. Ma, Mama 'kan tau, aku tuh sedang renovasi rumah jadi butuh duit yang banyak."
"Nggak usah berkilah kamu, Sa. Uang hasil penjualan apartemen Rian 'kan dikasi kamu semua. Jadi uangmu aman dong. Apa salahnya kalo Mama minta sedikit. Penghasilan kamu dari butik ini 'kan jauh lebih besar. Nggak masalah dong kalau Mama minta uang kamu 5 juta doang," timpal Ellena membuat mata Marissa terbelalak.
"Apa? 5 juta? Ma, Mbak, baru beberapa hari yang lalu aku transfer 2 juta lho. Sebelumnya lagi 2,5 juta. Kalian jangan boros-boros dong. Emangnya cari uang itu gampang."
Marissa lama-lama kesal sendiri karena sepertinya Nurlela sedang menjadikannya ATM berjalan.
"Kamu kok gitu sama Mama? Kamu nggak ikhlas kasi Mama uang? Kamu ... "
Nurlela menunduk sedih. Ia tergugu. Mata Marissa membola melihatnya. Namun mata itu lebih membola lagi saat melihat sebuah mobil masuk ke gerbang butik itu.
"Oke, oke, Marissa transfer sekarang. Tapi setelah ini, Mama pulang ya! Aku sedang benar-benar sibuk soalnya."
Tanpa banyak bicara, Nurlela mengangguk cepat dengan senyum merekah lebar. Marissa kesal sendiri melihatnya. Namun ia tidak memiliki jalan lain selain memberi apa yang Nurlela pinta.
'Ah, sudahlah, paling nanti aku minta ganti uangnya.'
Usai mentransfer sejumlah uang, Nurlela dan Ellena pun segera Marissa minta pergi. Saat Nurlela dan Ellena keluar, ia berpapasan dengan seorang perempuan cantik. Perempuan itu melirik Nurlela dan Ellena. Sedangkan Nurlela dan Ellena tak begitu memperhatikan sebab mereka sedang terlalu senang setelah mendapatkan apa yang mereka pinta.
...***...
Hari ini Yaya akan kembali ke kota sebelah. Hal ini dikarenakan ia akan segera memulai progres pembangunan restorannya.
"Kamu hati-hati di sana ya, Nak. Mama doakan kamu bisa menemukan kebahagiaan di sana," ucap Dina dengan mata berkaca. Hati ibu yang mana yang tidak hancur saat melihat rumah tangga putrinya kandas dalam hitungan hari.
Dalam 35 hari, rumah tangga putrinya hancur. Dalam 35 hari, impian putrinya luluh lantak tak bersisa. Dan dalam 35 hari, semua rasa cintanya kandas. Tak ada yang Dina harapkan kali ini selain berharap putrinya menemukan kebahagiaannya kembali.
Dina tahu, dibalik ketegaran putrinya tersimpan kerapuhan yang mendalam. Dina kerap mendapati putrinya tercenung seorang diri. Mungkin ia memang tidak menyesali perpisahannya dengan Andrian. Namun tetap saja apa yang dialaminya pasti menggoreskan luka tak kasat mata di dalam hati. Yaya bukanlah gadis yang gemar menebar luka, tapi ia adalah seorang gadis yang gemar menebar keceriaan dan kebahagiaan kepada semua orang di sekelilingnya. Pahit getir ia telan sendiri sebab ia ingin melihat orang-orang bahagia. Bukan bersedih karena dirinya.
"Aamiin. Mama nggak perlu khawatir. Yaya juga paling lama sebulan kok di sana. Atau tiap akhir pekan, Yaya akan balik kemari. Nggak jauh pun."
Yaya memang berencana sedikit lebih lama berada di sana. Ia ingin memantau sendiri progres pembangunan cabang restorannya. Meskipun ia sudah memiliki tim sendiri yang akan memantau jalannya pembangunan. Tapi entah mengapa, Yaya kali ini ingin turun tangan sendiri. Persis dengan restorannya yang pertama dibangun. Dina dan Danang melihat itu sebagai sebuah cara untuk mengobati luka hati putrinya. Mereka pun tidak melarang meskipun akhirnya mereka harus jarang bertemu.
"Nggak usah. Kalo Mama kangen, Mama yang akan datang ke sana."
"Papa juga."
"Djiwa juga dong, Mbak. Siapa tau 'kan bisa ketemu calon gebetan di sana," seloroh Djiwa yang ikut mengantar ke bandara.
"Hust, anak kecil nggak usah mikir yang aneh-aneh. Fokus, fokus. Udah mau ujian 'kan!"
Djiwa terkekeh. Tak lama terdengar panggilan untuk para penumpang agar segera memasuki gate keberangkatan. Yaya pun berpelukan dengan kedua orang tua dan adiknya. Setelahnya, Yaya segera menghilang bersamaan dengan para penumpang lain.
...***...
"Pokoknya aku nggak mau tau, Sayang harus ganti uangku yang diambil istrimu itu," ujar seorang perempuan melalui sambungan teleponnya.
"Iya, iya, Sayang. Pasti aku ganti. Jangan ngambek lagi dong. Nanti aku kasi lebih deh, asal ... "
"Itu masalah gampang. Yang penting uangnya dulu balikin."
"Iya, iya. Aku tutup teleponnya dulu ya. 5 menit lagi, uangnya pasti masuk."
"Oke. Aku tunggu."
Panggilan pun ditutup. Dua menit berselang, sebuah notifikasi masuk. Perempuan itupun tersenyum girang.
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...