NovelToon NovelToon
Sugar Daddy Dokter Impoten

Sugar Daddy Dokter Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Romansa
Popularitas:2.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: Clarissa icha

"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.

Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.

Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

"Kamu pernah bilang ayah mu sudah meninggal. Seandainya ayah mu masih hidup, bagaimana perasaan mu." Tanya Xander sembari memandangi wajah lolos Serra dari samping. Mereka berdua sedang duduk di balkon apartemen, menikmati suasana sore hari dari atas ketinggian. Keadaan semakin gelap dan udara bertambah dingin, namun suasana seperti itu cukup membuat keduanya merasa tenang dan betah duduk di sana sambil mengobrol.

Serra yang semula menikmati hamparan langit dan matahari hampir terbenam, seketika menoleh menatap Xander dengan rasa penasaran. Dia fan Xander tadi tidak membicarakan soal keluarga, lebih ke menceritakan pengalaman dan keseharian di sekolah ataupun rumah sakit. Tapi tiba-tiba Xander menyinggung soal ayah kandung Serra.

Setelah terdiam beberapa detik, Serra mulai menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Dadanya mendadak sesak ketika diingatkan tentang ayah kandungnya.

"Seandainya masih hidup sekalipun, Serra akan tetap menganggapnya sudah mati. Selama 17 tahun Serra baik-baik saja hidup tanpa sosok ayah." Sahutnya tegas.

Xander hanya mengangguk dan tidak lagi bertanya. Sejak lahir Serra sudah di tinggalkan dan belum pernah sekali pun ayahnya datang untuk sekedar menyapa, Xander tau betul bagaimana perasaan Serra, sakit hati dan kecewanya gadis itu.

"Sebenarnya ada orang yang menemui Serra dan mengaku-ngaku sebagai ayah kandung Serra." Lirihnya dengan sorot mata menerawang jauh. Serra lantas beranjak dari duduknya, dia berjalan ke tepi balkon dan berpegangan pada kaca pembatas.

Xander mengikuti Serra, dia berdiri disebelah gadis itu karna ingin mendengar cerita Serra lebih jauh. Xander sudah menebak jika Serra akan bercerita dengan sendirinya setelah di pancing dengan membahas ayah kandungnya.

"Lalu kamu percaya kalau dia ayahmu.?" Tanya Xander.

Serra tersenyum getir. "Sebenarnya Serra nggak ingin mempercayainya, tapi wajah sialan itu sangat mirip dengan wajah Serra. Dok, kenapa seorang anak nggak bisa memilih siapa orang tuanya.?" Serra tiba-tiba menatap Xander dengan mata yang berkaca-kaca.

Xander merengkuh pundak Serra dan mengusapnya. "Jangan di tahan kalau ingin menangis. Saya nggak bisa jawab pertanyaan kamu karna saya nggak tau jawabannya."

Tubuh Serra bergetar, dia benar-benar menangis dan menyembunyikan wajahnya di dada Xander.

"Jujur, Serra memilih nggak punya Ayah daripada harus tau kalau ternyata selama ini Ayah Serra masih hidup tapi sekalipun nggak pernah menanyakan keadaan Serra." Racaunya di sela isak tangis yang tertahan.

"Apa dia tau saat Serra ingin punya sepeda baru seperti teman-teman Serra tapi Nenek hanya mampu membelikan sepeda bekas yang sudah usang. Apa dia tau Serra selalu di bully saat kecil karna hidup miskin. Orang-orang juga menghina Serra karna hidup tanpa Ibu dan Ayah." Serunya meluapkan beban psikis yang bertahun-tahun dia pendam sendirian.

Serra tidak pernah bercerita pada Nenek atau Tante dan Pamannya ketika dia dibully dan di hina, dia memilih menyimpannya karna tidak mau membuat keluarganya sedih dan merasa bersalah padanya karna tidak bisa memberikan kehidupan yang layak.

"Dok, menjadi Serra kecil sangat berat dan menyedihkan. Serra hanya punya kasih sayang dari Nenek, Tante dan Om. Selebihnya Serra nggak punya apapun. Apa orang itu pernah memikirkan bagaimana Serra hidup selama ini.? Sekarang dia tiba-tiba datang dan mengaku sebagai Ayah kandung Serra. Demi apapun, Serra nggak mau punya Ayah seperti itu." Suara Serra semakin melemah, isak tangisnya juga perlahan mereda, namun pelukannya pada Xander semakin erat.

Xander menarik nafas dalam-dalam, dadanya ikut sesak mendengar kisah hidup dan curahan hati Serra yang ternyata dia pendam selama ini. Xander membalas pelukan Serra, hanya itu yang bisa Xander lakukan. Setidaknya dia bisa dijadikan sandaran dan tepat berbagi keluh kesah untuk Serra.

Xander merasakan pelukan Serra mengendur dan deru nafasnya terdengar teratur. Dia menyingkirkan pelan anak rambut yang menutupi wajah Serra, gadis itu rupanya tertidur. Dia kemudian menggendong Serra dan membawanya masuk ke dalam kamar.

Perlahan Xander menurunkan Serra di ranjang miliknya dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Serra sampai sebatas dada.

Xander duduk di tepi ranjang, tepat di samping Serra. Gadis cantik di depannya ini telah melewati kehidupan yang sulit. Serra begitu malang, sedangkan Xander tau seperti apa kehidupan ayah kandung Serra dan kembarannya. Semua itu tidak adil untuk Serra, jadi Xander tidak akan membujuk Serra untuk mendonorkan sumsum tulang belakangnya seperti kemauan Darwin.

...*****...

Serra sudah rapi dengan seragam sekolahnya pukul 6 pagi. Dia kemudian pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Sementara itu Xander sedang berada di kamar mandi. Serra tadi membangunkan Xander saat alarm milik Xander berbunyi.

Selang 15 menit, Xander datang dengan setelah kemeja lengan panjang berwana biru langit. Dokter muda itu selalu tampil keren dan ketampanannya bertambah jika memakai setelah formal seperti itu. Serra bahkan sempat melongo beberapa detik, lalu menarik Xander agar duduk di sebelahnya.

"Serra cuma bikin sandwich, nggak masalah kan Dok.?" Ujarnya sembari menyodorkan sandwich milik Xander. Di atas meja juga ada potongan buah dan teh hangat.

Xander mengangguk, dia tidak mempersalahkan makanan yang sudah disiapkan oleh Serra. Masih untung ada yang membuatkan sarapan untuknya.

"Dok,," Panggil Serra, sambil mulutnya terus mengunyah sandwich.

Xander menoleh, sebelah alisnya terangkat.

"2 atau 3 bulan lagi Serra akan pindah ke luar Kota." Tuturnya memberitahu.

Kening Xander mengkerut, dua alis tebalnya menukik. "Pindah.? Maksudnya kamu mau kuliah di luar kota.?" Tebak Xander. Dia tau sebentar lagi Serra lulus sekolah, jadi Xander berfikir Serra memilih kuliah di luar kota.

"Bisa dibilang begitu, tapi Serra dan keluarga Tante akan menetap di sana. Kemungkinan nggak akan balik lagi ke Jakarta." Ujarnya.

Xander meraih cangkir tehnya dan meneguk untuk menekan sandwich yang tiba-tiba susah ditelan. "Jadi benar-benar pindah.? Semua keluarga kamu ikut.?" Tanyanya memperjelas.

Serra mengangguk. "Mila dan Akbar akan pindah sekolah juga di kota yang baru. Om Beny pindah kerjaan di kota itu, jadi kami semua harus ikut."

"Tunggu, apa ini ada hubungannya dengan orang yang datang mengaku sebagai ayah kamu.?" Cecar Xander. Keluarga Serra tidak mungkin tiba-tiba memutuskan pindah ke luar kota kalau tidak ada alasan yang mendesak. Lagipula Serra sudah besar, bisa saja Serra kuliah disini dan tinggal sendirian. Tapi Om dan Tantenya malah mengajak Serra pindah juga.

Serra mengangguk ragu. "Mungkin iya. Serra nggak tau alasan pastinya, Om dan Tante hanya bilang seperti itu. Sebenarnya Serra tau Ok dan Tante menutupi sesuatu dari Serra, mereka juga baru saja di datangi orang itu, Serra melihat sendiri orang itu datang ke rumah, tapi mereka nggak tau Serra ada di luar dan mendengar obrolan mereka. Tante dan Om hanya ingin melindungi Serra."

"Dokter pasti akan terkejut kalau dengar fakta lain. Ternyata Serra punya kembaran laki-laki, sekarang dia sedang sakit keras dan membutuhkan sumsum tulang belakang Serra." Tuturnya kemudian tertawa getir.

"Hidup Serra seperti lelucon, dia yang meninggalkan Serra, menelantarkan Serra dengan hidup serba kekurangan saat kecil, sekarang dia menemui Serra hanya untuk menyelamatkan anak laki-lakinya." Ucapan Serra cukup menyayat hati. Xander merasakan sebesar apa kekecewaan Serra dan rasa tidak adil atas hidupnya.

Xander tidak bisa berkata-kata, dia juga tidak berani menambahkan luka di hati Serra. Jika Serra tau dia mengenal Darwin dan sempat diminta untuk membujuk Serra mendonorkan sumsumnya, Serra pasti akan semakin hancur.

1
Ummi Yatusholiha
pintar juga si darwin
Elminar Varida
kayaknya saya mesti tarrik napas, sungguh menegangkan novelnya. keren thor
Yuliana Dewi in
harusnya jgn semua masuk.2orang ada di luar
Dien Elvina
ih Darwin kamu lari ke mana ?? pasti Zayn jadi sandera nya ..biar dia bisa meloloskan diri ke luar negeri 🥴
Sugiharti Rusli
wah ternyata si Darwin sangat licik yah,,,
Al Fatih
orang seperti Darwin ini memang layak untuk d hancurkan
Asyatun 1
lanjut
Tyaz Wahyu
g modal benget nih darwin ,art diembat jg wuakkkkkkkk hamidun tau rasa loe wuakkkkkkkk
ansya
seru banget.... mulai ada celah untuk membalas Darwin
Ruwi Yah
berbau action jadi tegang bacanya semoga zayn baik2 saja
Eka ELissa
kain.........apa Zayn....Mak...
Cahaya
kren yh si darwin
Ari Randz
bikin deg deg serrrr bacanya
Sri Rahayu
licik juga si Darwin....semoga dia tidak melukai Zayn 😠😠😠
Faradi Llaresmana
licik ya si Darwin..bisa jg dia lolos
Noey Aprilia
Laahhhh.....
mstinya lngsng d dor aja pas ktmu td,kn biar ga bs kbur.....tp yg nmanya pnjht,dia jg pst lcik lh....apa lg ada zayn,mngkn anknya bkln d jdiin sndera.....
Bunda
Darwin simulut besar😂😂
Farida@Hidayu🇵🇸
bagus block terus
Farida@Hidayu🇵🇸
biar dia enggak bisa baca lagi karya yg bagus ini... langsung enggak menghargai penulis... setidaknya enggak usah kasi juga enggak apa2 dari di kasi 1-3 binta saja
yuning
kejar terus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!