Nyonya Misterius itulah julukkan yang diberikan oleh Arzian Farelly kepada Yumna Alesha Farhana.
Hari yang paling mengejutkan pun tiba, Yumna tiba-tiba meminta Arzian menikah dengannya. Arzian tidak mungkin menerima permintaan wanita itu, karena wanita yang ingin Arzian nikahi hanyalah Herfiza, bukan wanita lain.
Demi melanjutkan misinya hingga selesai, Herfiza memaksa Arzian menikah dengan Yumna demi cintanya. Untuk cintanya, Arzian mampu melakukan apapun termasuk menikah dengan Yumna.
Mampukah Arzian mempertahankan Cintanya kepada Herfiza, atau ia malah terjebak pada cinta Nyonya Misterius yang tidak lain adalah Yumna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MNM -05- Mimpi Buruk
Hari pertama kerja tidak begitu melelahkan bagi Arzian, bagaimana tidak dari pagi sampai malam. Ia tidak bekerja layaknya pelayan seperti yang lain, malahan Arzian seperti seorang pengasuh Meyza. Padahal Meyza sudah punya pengasuh sendiri. Pria itu menemani Meyza bermain seharian. Walau bersama pengasuh dan juga Serra juga. Anak itu juga sangat aktif sekali.
Sekarang sebenarnya baru pukul delapan malam, tetapi Arzian sudah berada di kamarnya. Untuk istirahat, karena atas perintah Serra. Serra tentu merasa bersalah, Arzian sudah seharian direpotkan oleh Meyza. Jadi pria itu berhak mendapatkan waktu dua jam lebih cepat dari waktu yang seharusnya.
"Andai ada Fiza di sini, pasti lebih menyenangkan," katanya dengan tersenyum. Membuat Arzian seketika teringat dengan sang kekasih, seharian sibuk sampai lupa menghubungi kekasihnya itu. Arzian mencari keberadaan ponselnya.
Ponselnya ternyata terselip di antara baju-bajunya di dalam tas. Arzian mencoba mengaktifkan ponselnya yang mati total. Ponselnya sudah nyala karena Arzian sudah sambungkan dengan charger. Ia berusaha menghubungi kekasih yang tengah dirindukkannya, padahal baru berpisah sehari. Namun, rasanya rindu sudah menumpuk.
"Sial, ini kenapa enggak bisa-bisa sih. Enggak tau apa, gue udah rindu banget gini sama Fizza. Kan lumayan minimal bisa dengar suaranya," kesalnya. Arzian tak tinggal diam, ia berusaha mencari tahu mengapa tak bisa menguhubungi Herfiza.
"Yaampun, ternyata di sini enggak ada sinyal. Pantas aja enggak bisa buat nelfon. Terus ini gimana?" Arzian merasa aneh, mansion sebesar ini masa tidak ada sinyal sama sekali.
Arzian kebingungan, ia mencari cara agar bisa menghubungi Fiza. Terdengar suara ketukkan pintu, dengan malas ia membukakan pintunya.
"Kenapa, Dod?" tanya Arzian saat melihat yang mengetuk pintu adalah Dodi.
"Gue disuruh Bu Dinda manggil loe buat makan malam, sekarang sudah waktunya kita para pelayan buat makan. Emang loe enggak laper?"
Jika ditanya apakah ia lapar, jelas lapar. Bahkan Arzian lupa dirinya belum makan malam. Untuk tidur dalam keadaan perut kosong juga bukan sebuah ide yang bagus.
"Jangan GR loe, Bu Dinda itu cuma enggak mau nambah korban meninggal lagi di mansion ini. Apalagi meninggalnya karena kelaperan," guraunya.
"Iya, iya. Ayo deh." Mereka berdua segera pergi ke meja makan, saat perjalanan. Arzian mencoba bertanya pada Dodi. "Dod, tadi gue kan coba nyalahin ponsel gue. Gue coba hubungin seseorang. Tapi enggak bisa, waktu gue cek enggak ada sinyal. Ini beneran di sini enggak ada sinyal atau ponsel sama kartu gue yang eror ya?"
"Loe belum tau apa gimana, Ar?" Arzian menyerngitkan keningnya, ia tak tahu maksud ucapan Dodi.
"Tau apaan sih?"
"Di sini itu emang enggak ada sinyal sama sekali, karena kawasan masion sengaja dibuat agar tidak ada sinyal. Kan tadi pagi Bu Dinda juga jelasin itu, alasannya sih biar enggak ada yang macam-macam gitu. Atau contohnya ngasih informasi tentang mansion ke orang luar, kalau sampai ketahuan orangnya itu tidak akan bisa selamat. Jadi demi meminimalisirnya dengan cara seperti ini," jelasnya. Arzian mengangguk paham.
"Terus orang-orang di mansion ini kalau enggak ada sinyal gimana dong? Mereka juga enggak bisa hubungin orang luar?"
"Untuk keluarga tentu bisa karena ponsel mereka bukan ponsel biasa, ponsel yang sudah dilengkapi pemancar sinyal."
"Terus kalau kayak kita gini, misal kangen keluarga. Enggak bisa sekedar telfon dong?"
"Bisa, kok. Kita kalau penting banget bisa pinjam telfon yang dipegang Bu Dinda, enggak bisa setiap saat dan bergantian juga pasti. Waktunya juga dibatasi."
"Owh gitu. Gue ke mana ya, kok sampai enggak tau pas kata loe Bu Dinda jelasin."
"Enggak tau gue. Kayaknya pas loe belum datang deh, loe kan datangnya agak telat tadi."
"Mungkin."
Tak disangka mereka sudah sampai juga di depan ruang makan, Dodi langsung mengantri mengambil makanan. Sedangkan Arzian diam di tempat, ia sedang memikirkan bagaimana cara menghubungi kekasihnya. Jika menggunakan ponsel yang dipegang Bu Dinda tentu tidak akan bisa leluasa. Arzian tak menyangka akan menjadi serumit ini.
***
Saat baru saja membuka matanya, Arzian dikejutkan dengan keberadaan seorang wanita cantik.
"Nyonya Yumna?" Arzian berusaha memastikan yang ia lihat benar-benar Yumna atau bukan. Kalau benar, untuk apa wanita itu berada di kamar Arzian. Itu juga yang menjadi pertanyaan di otak Arzian sekarang.
"Iya, ini saya yang ada di kamar kamu." Yumna semakin mendekat ke arah Arzian yang belum bangun dari tempat tidurnya.
Yumna tiba-tiba memegang kerah baju Arzian, entah kenapa suaranya mendadak horor sekali. Bahkan rasanya Arzian menjadi kesulitan bernafas sejenak.
"Bangun! Saya bilang kamu, bangun!" Sesuai dengan titah yang Yumna berikan, Arzian segera buru-buru bangun dari tempat tidurnya.
Yumna mendekat kembali ke arah pria itu. Diluar dugaan, Yumna mengeluarkan sebuah pistol yang diarahkan langsung ke kepala Arzian. Membuat Arzian menegang, tentu sangat takut sekali. Bagaimana jika pistolnya benar-benar ditembakkan ke kepalanya, tentu saja Arzian belum siap mati sekarang.
"Kamu kira saya bodoh! Saya tahu kedatangan kamu ke sini dengan suatu rencana busuk! Dan kamu kira saya akan membiarkannya? Diam saja? Tidak akan! Sebelum kamu berhasil, saya pastikan kamu akan mati Arzian!" Yumna mengucapkannya dengan mata penuh amarah.
Arzian menangis. "Nyonya tolong ampuni saya, saya tahu saya datang dengan niat tidak baik. Tapi saya janji akan pergi, saya tidak akan berbuat apapun yang akan merugikan Anda, Nyonya."
"Kamu kira semudah itu kamu pergi dari mansion ini? Tidak! Kalau kamu tetap ingin pergi, kamu bisa pergi hanya saja sudah tak bernyawa lagi. Saya akan kirimkan tubuh kamu yang tak bernyawa kepada keluarga kamu."
Arzian semakin bergidik, sungguh ia belum siap pergi meninggalkan dunia fana ini. Tentu Arzian ingin tetap bisa hidup sampai saatnya ia harus meninggal, tetapi kelas bukan sekarang waktunya.
Arzian tiba-tiba berlutut di depan Yumna. "Nyonya, saya mohon ampuni saya. Beri saya kesempatan sekali lagi. Saya janji akan melakukan apapun demi Nyonya, asal jangan tembakkan pistol itu pada saya."
Melihat hal itu, Yumna malah tersenyum sinis. Tidak ada rasa kasihan sama sekali di matanya. "Teruslah memohon, walau saya tidak akan perduli sekalipun kamu mengemis. Kamu sudah berani-beraninya punya niat buruk pada saya, tentu saya tidak akan pernah melepaskanmu. Bahkan kamu pantas mati di tangan saya sekarang juga."
"Ayo kita berhitung sama-sama, dalam hitungan ketiga saya akan menembak kepala kamu dengan pistol yang saya punya." Karena meminta pengampunan tidak ditanggapi oleh Yumna, Arzian bangkit ia hendak kabur. Namun, tentu tidak akan semudah itu. Kamar tempat Arzian bersama dengan Yumna semua pintu dan jendelanya terkunci.
Yumna menertawakan kebodohan Arzian. "Kamu kira bisa kabur dari saya? Tidak akan pernah bisa!"
Yumna mendekat lagi, kini posisi mereka sangatlah dekat. Arzian hendak mendorong Yumna, tetapi sebelum itu. Yumna sudah menangkap tangan Arzian duluan.
Yumna mengarahkan pistolnya ke kepala Arzian sekali lagi. "Satu."
"Dua."
"Tidak! Tolong! Saya masih ingin hidup!" teriak Arzian dengan sangat kencang. Ia membuka matanya perlahan.
"Alhamdulilah ternyata aku masih hidup." Arzian menatap kesekitar, semua terlihat baik-baik saja. Ia sadar dirinya baru saja bangun tidur, jadi semua kejadian menakutkan itu hanyalah mimpi Arzian semata.
"Enggak! Enggak bisa terus-terusan di sini, gue masih pengen hidup. Gue enggak mau mati mengenaskan di mansion sini."
Karena teringat dengan ucapan Dodi yang mengatakan menambah korban meninggal di mansion ini, Arzian jadi ketakutan hingga terbawa ke dalam mimpi.
"Mimpi tadi buruk banget, gue takut banget rasanya. Jangan sampai mimpi itu jadi kenyataan."