Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
00022
Suara ombak pantai membuat Zira menjadi sedikit lebih tenang. Setidaknya disaat seperti ini Zira bisa melupakan masalah hidupnya dan juga berbagai ancaman dari Aldan. Wajah Zira menoleh kearah Rey yang tengah memesan es kepala disana, ia tersenyum tipis melihat Rey yang juga tersenyum padanya.
“Kalau Rey tahu seperti apa kekuranganku, Kira-kira.. Dia masih mau tidak ya denganku?” Zira jadi kepikiran akan itu.
Terkadang disebalik hati Zira senang jika Bi Ranum mendapatkan pengobatan yang intensif dari Aldan. Hanya saja tidak dipungkiri Zira juga khawatir dengan masa depannya sendiri yang sudah hilang. Zira tidak bisa berpikir apapun disaat itu kecuali keluar dari jeratan Aldan dan balas budi akan kebaikan Bi Ranum.
“Nih..” Rey menempelkan satu bungkus es kepala dipipi Zira.
Zira menoleh kearah Rey. “Terimakasih, Rey. Kau masih tetap sama, masih mau mendengarkan setiap masalahku. Kau teman terbaikku setelah Rania,” ucap Zira sembari menatap intens Rey yang terus tersenyum.
Rey mengalihkan pandangan kearah senja, ia sebenarnya ingin dianggap lebih dari sekedar teman oleh Zira. Tapi, kenapa hal yang seperti itu terasa sangat sulit untuk didapatkan.
“Tapi, diantara aku dan Rania sangat berbeda, Ra.”
“Sangat berbeda? Apa maksud mu?”
Kembali Rey melihat kearah Zira, wanita cantik yang telah membuatnya jatuh se jatuhnya. “Aku ingin mendapatkan status darimu lebih dari seorang teman biasa. Aku ingin menjadi kekasihmu, lalu kita menikah dan_”
“Menikah? Astaga, bagaimana bisa?”
Suara itu mengejutkan Rey maupun Zira, seketika mereka langsung bangkit. Dan sangat terkejut disaat melihat Aldan yang berdiri dengan tangan tersimpan di kantong celana.
“Tuan?” Zira tidak menyangka kalau Aldan akan sampai mengikuti, ia kira jika Aldan akan pulang saja ke Mansion lalu melanjutkan segala permasalahan mereka disana.
“Om mengikuti kami?” tanya Rey, ia mendekati Aldan sembari tersenyum manis.
“Tidak, kebetulan aku ada meeting di Resort itu. Tidak mengikuti kalian,” jawabnya yang mana hanya Rey saja yang percaya, kalau Zira tidak akan percaya dengan basa-basi Aldan yang sangat basi itu.
“Ck, duda tantrum!” Tiada henti Zira memaki Aldan di dalam hati.
“Kenapa temanmu itu seperti mengumpat seseorang didalam hati?” tanya Aldan kepada Rey. “Apa lagi gerah? Mungkin angin pantai tidak membuat hati seorang Zira menjadi dingin?”
Tangan Zira mengepal erat. “Begini, Bro. Zira adalah keponakanku, jadi aku sebagai Paman ingin bicara serius dengannya. Seharusnya kau tahu bukan apa maksudku?”
“Eee.. Ah iya, Om. Aku mengerti,” Rey menunduk hormat lalu melangkah menuju Zira yang ternganga melihatnya. “Zira, aku tidak bisa menemanimu sampai lama. Tapi, aku yakin kalau Om mu bisa menjaga dengan baik,” ucap Aldan.
Zira menggelengkan kepalanya, bahkan menarik tangan Rey untuk jangan meninggalkan dirinya bersama Aldan ditempat seperti ini.
“Jangan.. Rey, please..” pinta Zira, ia melirik kearah Aldan yang menatapnya tajam.
Sudah pasti Aldan sangat tahu jika tangan Zira memegang erat tangan Rey. “Tidak apa, Zira. Kenapa kau takut dengan Om mu sendiri?” Aldan menimpali.
“Itu benar, Ra. Udah deh ya, aku pergi..” Rey mengelus pucuk kepala Zira dengan usapan lembut, hal itu berhasil membuat darah Aldan seakan mendidih.
Zira menatap nanar kepergian Rey, ia ingin mengejar tapi sadar kalau Aldan ada dibelakangnya memastikan dirinya dengan sangat baik.
“Istri macam apa yang takut dengan suaminya sendiri,” sindir Aldan disela Zira yang tengah termenung harus melakukan apa sekarang.
Angin bertiup kencang membuat rambut Zira menjadi berantakan, bahkan sebagian menutupi wajahnya. “Kau tidak ada kerjaan lain apa? Buang-buang waktu tau nggak ikutin orang begini!” ucap Zira dengan sangat ketus kepada Aldan yang tenang saja.
“Perusahaan itu milikku, aku bebas mau datang kapanpun. Tidak seperti Rey yang nganggur jadi bisa bawa istri orang bepergian,” Respon Aldan cukup menakjubkan bagi Zira.
“Susah ngomong sama duda gila!” Zira melangkah melewati Aldan begitu saja, tapi langkahnya terhenti karena Aldan menarik tangan Zira.
“Apa lagi? Buruan ayo pulang, nanti masuk angin.”
“Pulang? Aku sudah memesan kamar untuk kita, setidaknya mari habiskan malam dulu disini. Bagaimana?”
Bola mata Zira seakan mau keluar mendengarnya, ia menatap kearah resort mewah yang tidak jauh dari posisi mereka. “Tidak! Jangan aneh-aneh, aku tidak akan_”
“Kalau kau tidak mau, maka kau harus ganti biaya aku sewa kamar itu. Simple bukan?”
“Simple? Simple dari mana? Nyiksa iya!”
“Bodo!” Aldan menarik tangan Zira untuk mengikuti setiap langkahnya, tentu saja Zira tetap memberontak meskipun ada orang-orang yang menatap mereka aneh.
“Duda gila!” Tiada henti Zira mengatai Aldan seperti itu, tapi Aldan seakan tuli saja dengan semuanya.
“Ck, tidak akan aku biarkan kau mesra-mesraan lama dengan pria sialan itu. Waktumu hanya untukku, Zira. Hanya untukku!” ucap Aldan di dalam hati sambil melirik kearah Zira yang sudah sangat pasrah sekarang mau dibawa kemana olehnya.
~
Zira heran melihat kamar mewah yang dipesan Aldan ini, benar-benar selayaknya kamar mahal. Sudah pasti kalau Zira mengajak Aldan pulang untuk mengganti jumlah sewa, Zira tidak akan memiliki uang sebanyak itu.
“Tuan..” Zira memanggil karena sedari tadi tidak melihat Aldan di dalam kamar, ia bahkan tidak melakukan apapun sedari tadi hanya duduk diam karena Aldan yang menyuruh seperti itu tadi.
“Aila? Astaga, bagaimana kabar anak itu?” Cepat-cepat Zira mengambil ponselnya diatas selempang, ia harus tahu apa kabar Aila.
Disaat Zira ingin menekan panggilan tiba-tiba saja Aldan masuk bahkan merebut ponselnya. “Masih mau hubungi pria sialan itu lagi? Nggak kapok kapok juga ya!” Aldan murka.
Zira menatap sinis Aldan yang selalu saja suka menuduh. “Aku ingin menelpon anakmu bukan Rey!” bantah Zira, ia merebut ponselnya kembali dari tangan Aldan.
Pria itu hanya menghela napas secara kasar saja melihat Zira yang tengah sibuk dengan ponselnya. Berulang kali Zira mencoba hasilnya tetap saja tidak ada jawaban dari Aila.
“Kemana anak itu?”
“Sudahlah, lagian Aila ada yang menjaga disana.” Aldan seakan cuek saja, malah mengajak Zira untuk duduk.
Tapi cepat sekali Zira menepis tangan Aldan. “Jangan sentuh aku sedikitpun kalau Aila tidak ada disini, mengerti?” ucap Zira dengan sangat tegas, ia melangkah masuk kedalam bathroom meninggalkan Aldan yang ternganga karna ancamannya.
“Kau tidak akan bisa mengancamku atau bahkan mengatur ku, mengerti?!”
Tidak ada jawaban apapun dari Zira, malah membuka pintu bathroom separuh. Menatap Aldan sangat tajam, dan penuh kemarahan.
“Terserah kau mau marah seperti apa, hal seperti itu tidak akan berpengaruh untukku!” ucap Aldan dengan sangat tegas dan tidak terbantahkan.
dah sakit aja baru
tp kenapa yaaaa...si aila bisa seegois ituu 😞🙈pdhl dh liat tuhh papa nya nangis bombay di tgl ultahnya aila