Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepotong Janji Manis
“Pah, Mah,” panggil isaac dengan suara takut-takut.
Suara Isaac sukses membuat kedua orang tuanya menoleh. Dengan langkah cepat, Samuel berjalan ke arah Isaac dan mendaratkan tamparan yang begitu keras ke pipi Isaac.
“Dasar anak tidak berguna! Darimana saja kamu?” tanya Samuel dengan amarah yang sudah memuncak. Sementara itu, istrinya hanya diam sambil memandangi Lily dengan ekspresi sedih.
“Aku...aku dari rumah Calvin,” ujar Isaac berbohong.
“Persetan dengan rumah Calvin. Dia baru saja pulang dari sini!”
Ucapan ayahnya sukses membuat tubuh Isaac gemetar. Dia tidak paham dengan situasi yang sedang terjadi sekarang.
Isaac menggigit bibir bawahnya dengan takut. Dia berusaha keras untuk mencari alasan, alasan yang cukup logis dan bisa diterima ayahnya.
“Papa tidak habis pikir dengan kelakukan kamu! Istri kamu berangkat ke kantor dengan mata sembab sampai-sampai dia dimarahi oleh atasannya. Apa kamu tahu itu?” cecar Samuel. Kemarahannya sudah tidak bisa dibendung lagi.
“Dia tidak diperbolehkan siaran dan di suruh pulang. Tapi, saat perjalanan pulang, dia justru mengalami kecelakaan! Apa kamu tau itu?!” seru ayahnya dengan geram. Matanya menyala, menandakan jika dirinya benar-benar marah besar.
Isaac semakin ketakutan. Rasa bersalah terus merayap pada dirinya. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
“Pah, Isaac-”
“Cukup! Papah muak sama kamu!”
“Sudah, Pah. Suara Papah bisa bangunin Lily, kasihan dia,” ujar Grace membuat Samuel menarik menarik napas dalam-dalam dan menoleh kearah Lily.
“Papa nggak mau tahu, kamu harus kerja dan perbaiki kesalahan kamu dengan Lily. Jika gagal, Papa benar-benar tidak akan mengakuimu sebagai anak lagi!” desis Samuel, lalu berlalu pergi meninggalkan Isaac yang masih dalam keadaan shock.
“Mah,” lirih Isaac seraya berjalan ke arah ranjang tempat dimana Lily sedang terbaring lemah.
“Mamah kecewa sama kamu,” suara lembut ibunya terdengar begitu menyayat Isaac. Dia tenggelam dalam lubang penyesalan.
“Lily, maafin aku,” lirih Isac seraya menggenggam tangan Lily. Tanpa sadar, air matanya menetes dengan hati yang begitu sakit. Selama ini, dia telah menyia-nyiakan Lily. Dia hanya menyakiti Lily dan membuat istrinya terus menderita.
“Lily, aku minta maaf, sayang,” lirihnya di sela isak tangis yang pecah begitu saja.
Melihat pemandangan itu, Grace mundur dan memilih pergi untuk memberi ruang kepada Isaac menyesali perbuatannya. Sebagai seorang ibu, dia tidak tega melihat rumah tangga anaknya yang begitu kacau balau.
“Lily, aku akan perbaiki semuanya. Aku janji nggak akan nyakitin kamu lagi. Aku janji bakal berubah,” ucap Isaac sambil terus menggenggam tangan Lily. Perasaannya tidak karuan, bercampur antara sedih, marah, bersalah, dan menyesal.
“Kita perbaiki dari nol ya, sayang.”
Setelah Isaac mengucapkan kata-kata itu, Lily perlahan membuka matanya. Cahaya yang masuk ke ruangan membuat matanya berkerjap-kerjap, dan sekelilingnya tampak asing. Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya sedikit nyeri. Saat kesadarannya mulai pulih, sosok Isaac yang duduk di sebelahnya menjadi jelas di pandangannya.
“Lily… kamu udah sadar,” bisik Isaac, suaranya terdengar lega namun bergetar.
Lily mengedipkan mata, mengumpulkan kesadarannya sambil mencoba memahami apa yang terjadi. Matanya menelusuri ruangan yang tampak asing baginya, berbau antiseptik dan sunyi.
“Aku… di mana?” tanyanya dengan suara serak, mencoba duduk namun merasa kepalanya masih berat.
Isaac segera meraih tangannya, mendorongnya untuk tetap berbaring.
“Kamu di rumah sakit, Sayang,” katanya lembut. “Kamu kecelakaan tadi pagi.”
Butuh beberapa detik bagi Lily untuk mengingat semuanya. Saat-saat sebelum kecelakaan mulai muncul dalam pikirannya. Pertengkarannya dengan Isaac, betapa emosi menguasai dirinya, dan perjalanan ke kantor yang dipenuhi perasaan kalut.
Lily juga ingat bagaimana dia dimarahi oleh atasannya karena penampilannya yang kacau, hasil dari semalam menangis tanpa henti. Ingatan itu membuatnya merasa hancur, dan air mata mulai mengalir tanpa bisa ditahan.
“Aku nggak tau harus gimana,” gumamnya pelan, suaranya bergetar.
Isaac mendekat, menggenggam tangan Lily dengan erat. Matanya dipenuhi rasa bersalah yang dalam, seperti beban yang menghimpit hatinya.
“Lily, ini semua salahku. Aku nggak pernah berpikir tentang perasaan kamu. Aku egois,” katanya, suaranya rendah dan penuh penyesalan.
“Aku cuma bisa nyakitin kamu. Aku mohon, maafin aku.”
Lily menatap Isaac dalam diam, matanya berkaca-kaca. Perasaannya begitu hancur. Dia tidak tahu harus berbuat apa.
Isaac menarik napas panjang, matanya dipenuhi rasa penyesalan. “Aku udah bikin kesalahan besar, Lily. Tapi aku janji akan berubah,” katanya dengan suara yang terdengar sungguh-sungguh.
“Aku mau jadi suami yang lebih baik, yang selalu ada buat kamu. Aku mohon, kasih aku kesempatan kedua. Kita bisa mulai lagi dari awal, memperbaiki semuanya.”
Lily terdiam, menatap Isaac yang terlihat tulus dengan janji-janji barunya. Perasaannya berkecamuk, tetapi dalam hatinya dia tahu, dibalik semua kesedihan dan luka, dia masih mencintai pria ini. Perlahan, dia mengangguk, matanya kembali dipenuhi air mata.
“Kita coba, Isaac,” ucapnya pelan. Seburuk apapun Isaac, dia tampak tak berdaya di hadapan isaac. Dia tidak bisa marah, benci, atau sekedar merasa kesal.
Isaac mengangguk cepat, wajahnya berubah penuh rasa lega. “Aku janji, Lily. Mulai sekarang, nggak ada lagi yang ditutupi dari kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu.”
Namun, di balik ucapan manis Isaac, ada rasa bersalah lain yang menyergap dirinya. Semua itu tentang Lisa. Bagaimana dengan Lisa? Apa yang akan Isaac lakukan kepada Lisa? Sementara dirinya sudah memberikan janji lain kepada Lisa.
Lily merasa sedikit lega mendengar kata-kata Isaac, dan tanpa sadar, tangannya menggenggam tangan Isaac lebih erat. Mereka saling mendekat, dan Isaac memeluknya dengan penuh kehangatan.
Dalam dekapan itu, Lily merasa perlahan-lahan rasa sakit dan kesedihan di hatinya sedikit mereda. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa sangat lama, dia merasa tenang di pelukan Isaac.
“Aku juga minta maaf, Isaac, atas semua emosi yang nggak terkendali dan kekacauan ini,” ucap Lily dengan nada lembut. “Kita saling memperbaiki, ya?”
Isaac mengangguk dengan lembut sambil mengusap rambut Lily. “Iya, Lily. Kita akan memperbaiki semuanya, bersama-sama.”
Di antara isak tangis yang tersisa, keduanya saling menguatkan, tenggelam dalam pelukan yang penuh makna. Pelukan itu bukan hanya sekedar ungkapan maaf, tapi juga sebuah janji bahwa mulai saat ini, mereka akan mencoba memperbaiki semuanya.
Isaac semakin yakin jika dirinya harus meninggalkan Lisa dan memilih Lily. Ya, dia harus menjadi suami yang baik untuk Lily. Suami yang akan bertanggung jawab atas kebahagian Lily.
Tidak ada lagi club malam, tidak ada lagi wanita lain, dan tidak ada lagi pertengkaran. Isaac ingin menciptakan rumah tangga yang harmonis. Rumah tangga yang diimpikan oleh banyak orang.
kenalin yahhh aku author baru 🥰
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor