ketika anak yang di harapkan tak kunjung datang,lantas haruskah seseorang menyalahkan orang lain karena dia tidak bisa memiliki anak?
Najwa selalu di hina mandul dan tidak bisa mempunyai anak,hampir sepuluh tahun menikah Najwa tidak kunjung melahirkan seorang anak,segala cara telah ia lakukan tapi tidak membuahkan hasil...
sehingga hinaan itu berujung pemaksaan agar Najwa bisa menerima kenyataan jika Rendi suami dari Najwa di paksa menikah lagi oleh orang tuanya demi ingin mendapatkan sebuah keturunan yang akan mewarisi usaha Rendi.lantas bagaimana Ahir dari cerita ini????
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Dianamega.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
...Pov Najwa"...
sebagai seorang istri aku masih melakukan kewajiban ku melayani mas Rendi,aku masih memasak seperti biasanya rutinitas sehari hari yang aku lakukan dan menunggu Mas Rendi pulang,
aku tidak mau menampakkan raut kesedihanku di depannya, toh rasanya percuma jika aku pun menangis sekarang padanya. Yang ada tindakan itu hanyalah kekonyolan belaka, habis ini dia akan menertawakan aku di belakang dengan keluarga dan wanita simpanannya itu.
Aku harus sabar hingga beberapa waktu lagi Jika aku inginkan dia atau sakit ini terbalaskan hingga impas aku akan mencoba tenang Sedikit dilema karena Mas Rendi bisa jadi hanya dipengaruhi oleh keluarganya.
Dorongan akan kekecewaan karena dia tidak mempunyai anak dariku hingga akhirnya dia menyetujui persyaratan mertua yang memiliki mulut berbisa tak lain ibunya itu.
Aku sebenarnya bingung Sekarang aku sebatang kara tidak memiliki sanak saudara,sekalinya ada saudara adik dari mending ibu tempat tinggal nya sangat jauh berada di Kalimantan sana ikut tinggal dengan anak anaknya di boyong ke Kalimantan
Terlebih lagi bude juga sangat marah padaku,dia terlanjur kecewa karena menjual semua warisan almarhumah Ibu
Bodohnya saat itu aku lebih mementingkan Mas rendi tidak mengindahkan nasehatnya yang kupikir waktu itu Mas Rendi butuh uang untuk mengembangkan usahanya
Sekarang bagaimana? Kemana aku akan mengadu pria yang selama ini kuharap tempat berlindungku pun sudah tega menusukku dari belakang.
Ah, tiba-tiba saja aku teringat Ibuku dan bude yang jauh di sana,andai aku mendengarkan nasehatnya tidak membuatnya kecewa pasti aku bisa curhat dan mengadu padanya
"Ibu … aku rindu," rintihku gemetar tetesan air mata pun menetes deras. Buru-buru kuhapus saat mendengar mobil Mas Rendi memasuki garasi.
Aku mencoba menghela nafas dan merapikan riasanku Setelah itu, aku segera menghampiri Mas Rendi dengan langkah kaki yang gontai.
"Aslamualaikum, sayang nya mas" ucap Mas Rendi saat aku sudah berada di depan pintu
. "Walaikumsalam," jawabku lalu mencium punggung tangannya
"Kamu masak apa? Mas sangat lapar sekali sayang" singkatnya beranjak ke meja makan. Aku membuntuti dia sembari menenteng tas dan jasnya. Sigap aku membungkuk saat ia duduk di kursi untuk membukakan sepatu
"Tidak usah Sayang. Aku bisa sendiri Lagian sudah lama juga kamu tidak seperti ini. Tidak usah ya? Aku bisa buka sendiri," tolak Mas rendi sambil membuka sendiri sepatunya.
"Iya Mas," jawabku singkat berdiri. Lalu menyiapkan makanan di piringnya. Setelah Mas Rendi beranjak dan mencuci tangan, ia pun kembali duduk.
"Jangan banyak-banyak sayang!" sanggahnya saat aku menyendokkannya beberapa bongkah nasi ke dalam piring
"Kenapa mas bukannya Katanya kamu lapar?"
"Tadi ada pertemuan di kantor dan ada acara makan-makan sayang Tapi aku hanya makan sedikit, menurutku masakan-nya tidak selezat masakanmu sayang"
"Aku lebih suka masakan kamu menurut mas apapun yang kamu masak selalu pas di lidah" tuturnya.Aku sedikit menaikan alis dan sigap menuangkan lagi nasi ke baki.
"Di kantor apa di tempat Ibumu Mas?" tanyaku berdesis pelan Mas Rendi sedikit membuka matanya terkejut mendengar ucapanku
"mana ada aku ketempat ibu sayang,tidak Aku belum sempat ke rumah Ibu. Pengenya sih mau minta maaf kepada ibu tapi nanti saja lah, tunggu aku tidak sibuk," jawabnya berdusta Aku hanya bungkam sembari tetap fokus pada menu makanan
"Nih Mas makanlah dan habiskan," singkatku menyerahkan nasi yang sudah kusendok beserta lauknya.
"Makasih Sayangku yang tercinta" ujarnya mencubit pipiku lembut. Terpaksa aku tarik ujung bibir ini untuk tersenyum. Muak sekali aku rasanya mendengar ucapannya Dia pikir aku tidak tahu apa kebenarannya.
selesai makan aku kembali menyiapkan baju dan air hangat untuk mas Rendi sebelum beristirahat untuk tidur, Suasana gelapnya kamar dan malam yang semakin larut membuatku semakin gelisah tak menentu Aku masih ingin tahu sudah seberapa dekat Mas Rendi dengan mantan tunangannya itu.
Aku di buat penasaran apa lagi kedekatan pelakor itu dengan mas Rendi saat di rumah ibu mertua yang tidak ada rasa canggung sama sekali bergelayut manja,sangat menjijikan
Aku benar-benar ingin mencari tahu segalanya Mungkin saja mereka sudah merencanakan pernikahan di belakangku Tapi kapan-nya aku benar-benar tidak tahu.
Aku benar-benar sudah dibuat gila dengan masalah ini Saat kulirik Mas Rendi dia sudah terlelap. Reflek aku sambar hp Mas Rendi dan mencoba untuk membukanya.
"s**t! Sial...!" bentakku saat tahu ponsel Mas Rendi memakai pasword bodohnya aku selama ini terlalu mempercayai dia dan selama ini aku tidak pernah mau tahu dengan apa yang ada di dalam ponsel ini.
Sekarang ketika aku ingin mencari tahu sesuatu ponselnya menggunakan password membuat nafasku terasa sesak,tidak terasa bulir air mata pun kembali menetes menahan rasa sakit akibat penghianatan yang mas Rendi lakukan di belakangku
"kurang apa pengorbananku selama ini mas,apakah semuanya kurang hanya karena ingin memiliki keturunan kamu tega mengkhianati aku"
"Aku harus bisa leluasa mencari tahu semua tentang wanita itu tapi bagaimana caranya? Mas Tama sangat rapi menyembunyikan dia dia di belakangku" Kembali aku menghapus air mata yang mengepul dan memutuskan untuk tidur meskipun sulit untuk di pejamkan tapi terusku paksakan tetap terpejam,aku tidak bisa terus menerus seperti ini bisa bisa aku gila
Keesokan paginya seperti biasa aku tetap melayani Mas Rendi dengan baik tidak mengabaikannya menyiapkan baju kantornya dan juga menyiapkan sarapan
Mau bagaimanapun dia masih berstatus suamiku aku harus melakukan tangung jawabku sebagai seorang istri.
Untuk pertama kalinya pagiku dirundung awan hitam dengan hati gelisah tidak menentu sampai-sampai aku tidak bisa menghirup dingin udara pagi hari
Darahku terasa mendidih yang sewaktu-waktu bisa saja meluap karena menahan emosi Namun semua itu aku tahan. Aku belum siap hidup konyol tercampakkan di rumahku sendiri.
Yang harus pergi bukan aku tapi mas Rendi karena seluruh harta mas Rendi murni miliku pribadi,
"Sayang Mas berangkat kerja dulu ya?" pamitnya mengecup keningku lembut Aku hanya menyunggingkan senyum hangat padanya.
.
"Iya Mas hati-hati," jawabku singkat Mas Rendi mengacak rambutku dan beranjak pergi Nafasku tersengal aku menidurkan kepala di atas meja makan
Lagi lagi air mata ini tidak bisa di tahan lagi mengalir deras dengan sendirinya,