Hanya karena logam mulia dan wasiat yang di punya oleh kakek masing-masing membuat Nathan dan Tiffani berakhir di jodohkan. Tiffani tak menyangka bahwa dia harus menikah dengan laki-laki terpandang yang terkenal dari keluarga sendok emas. Sedangkan Nathan hanya bisa pasrah dengan masa depannya setelah dia mendapatkan garis keturunan sebagai calon penerus perusahaan Kakeknya, salah satunya dengan menikahi gadis yang tak pernah dia duga sebelumnya. Bahkan perjodohan ini membuat Nathan harus menyerah untuk menikahi sang pujaan hatinya yaitu Elea.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Terduga
Masih terngiang-ngiang rasanya di pendengaran Tiffani tatkala panggilan 'sayang' yang diajukan oleh Nathan kepada kekasih hatinya, Elea. Sebenarnya Tiffani merasa dia tidak berhak untuk cemburu tapi fakta yang tidak ia sukai yaitu kenapa dari banyaknya perempuan yang ingin tahu tapi dirinya lah yang tahu siapa kekasih Nathan, perasaan bersalah kepada Elea akan selalu ada dalam dirinya.
"Hei."
Tiffani yang tadinya menunduk kalut dengan pikirannya lantas menoleh ke arah sumber suara. Panggilan tersebut berasal dari Rey. Perempuan yang disapa tentu menyambut dengan seulas senyum. Seperti sudah terbiasa, tanpa persetujuan laki-laki tersebut langsung ikut duduk.
Tidak ada obrolan di antara keduanya, mereka tenggelam dengan pikiran masing-masing. Dalam hati Tiffani berbisik bahwa laki-laki di sebelahnya ini selalu saja muncul secara tiba-tiba.
"Sepertinya ini tempat favoritmu." Rey akhirnya membuka suara.
"Tapi aku tidak merasa ini tempat yang aku sukai, entahlah aku selalu berakhir disini." Tiffani menyangkal.
"Tapi saat aku berkunjung kemari, aku selalu menemukan kamu tengah duduk disini."
"Bukan karena suka tapi memang nyaman duduk disini."
Benar, setiap kondisi yang Tiffani rasakan bangku taman ini seolah menjadi teman baginya. Tanpa sadar pun kedua langkah kakinya selalu membawanya kemari dan berakhir melamun disini.
Mendengar penuturan Tiffani barusan membuat Rey terdiam, tanda setuju. Laki-laki tersebut juga tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, lebih tepatnya ia memikirkan ingin mengajukan pertanyaan seperti apa untuk Tiffani.
"Kamu tidak masuk ke dalam?" tanya Rey.
"Masih nyaman disini."
"Jangan terlalu lama disini, kalau begitu aku masuk ke dalam rumah dulu." pamit Rey, saat ia tidak tahu harus mengobrol apa dengan Tiffani.
Sudah beberapa menit Tiffani duduk di taman ini bahkan Rey pun juga sudah pamit pergi namun perempuan itu baru saja mendapati Nathan baru keluar dari rumah yang akan mereka tempati. Melihat hal tersebut Tiffani dapat menyimpulkan jika Nathan berbicara lama di telepon dengan Elea.
***
Di dalam kamar milik Nathan, Tiffani tengah melamun sambil memandang dua buah seonggok koper. Sudah hampir dua minggu dia tinggal di rumah keluarga Yudistira namun barang miliknya masih tetap terbungkus rapi di tas tersebut.
Hari ini Tiffani dan Nathan sudah bisa menyicil kepindahannya. Seusai sarapan Tiffani belum melihat batang hidung suaminya tersebut entah dirinya sendiri juga tidak tahu kemana perginya Nathan.
Suara ketukan pintu terdengar dari arah luar membuat Tiffani bergegas membukakan pintu ternyata terdapat pelayan disana.
"Nenek bilang kepada saya untuk membantu memindahkan barang Mbak Tiffani." Ucap salah satu dari dua orang pelayan yang menemui Tiffani.
"Tapi," Tiffani tidak melanjutkan ucapannya dia melihat kedalam, menuju ke arah koper miliknya. "Hanya dua koper, saya bisa sendiri." tolaknya.
"Tidak apa akan kami bantu."
Dulu waktu sebelum menikah, Tiffani melakukan semuanya sendiri dan dia dilatih mandiri semenjak kecil oleh keadaan. Namun sekarang saat dia telah menikah semuanya berubah seratus delapan puluh derajat hidupnya dilayani bak seorang princess.
Dia melihat dua pelayan perempuan yang tengah membantu membawakan koper miliknya. Sementara dirinya hanya tinggal memerintahkan saja sungguh ini kehidupan yang ingin ia jalani yaitu hidup tanpa terlalu memikirkan hari esok. Tapi tentu Tuhan tidak memberikan kenikmatan hidupnya dengan mudah begitu saja buktinya dia masih harus menjalani ujian yaitu menikah dengan seseorang yang tidak Tiffani harapkan.
Di dalam rumah barunya ternyata ada Bu Mila yang sedang mengecek keadaan rumah. Jarang berkomunikasi dengan mertuanya ini membuat Tiffani merasa malu dan sungkan.
"Masukan kopernya disana." suruh Bu Mila kepada pelayan untuk menaruh koper Tiffani di kamar utama.
"Tan-te... sedang apa disini?" tanya Tiffani ragu.
"Jangan panggil Tante, panggil saja Mama bukankah kamu sudah menikah dengan Nathan."
"Tapi rasanya," Tiffani menggantungkan ucapannya.
"Memang, tapi nanti pasti terbiasa."
Tiffani tersenyum melihat kehangatan hati ibu mertuanya yang tidak seperti anak laki-lakinya. "Iya Mama." jawabnya kaku.
Bu Mila terkekeh mendengarnya. "Aku hanya ingin lihat-lihat saja, sudah lama sekali tidak masuk ke rumah ini. Aku juga tidak menyangka jika Nathan akan menempati rumah ini begitu cepat." tutur Bu Mila.
Setelah dirasa usai melihat-lihat isi rumah, Bu Mila pamit pergi dan kembali menuju ke rumah utama. Tiffani menuju ke kamar dan termenung melihat ke arah foto pernikahannya yang tergantung di sana.
"Jelek sekali aku di foto itu." Gumam Tiffani.
Foto pernikahan milik Tiffani dan Nathan tergantung indah di tembok namun sayangnya Tiffani tidak mengakui jika foto tersebut tidaklah bagus. Sebab kedua mempelai tampak tersenyum dengan kaku.
Suara langkah kaki seseorang membubarkan lamunan Tiffani dia melongok keluar melihat kiranya siapa yang datang berkunjung. Dia tidak mengharapkan siapapun datang, namun Rey baru saja memasuki rumah.
"Maaf aku masuk tanpa mengetok, kupikir tadi tidak ada orang karena pintunya terbuka." sesalnya.
"Tidak apa. Kamu kemari mau lihat-lihat?" tanya Tiffani.
"Bolehkah?"
"Tentu saja boleh."
Setelah mendapat persetujuan dari si pemilik rumah akhirnya Rey mengabsen satu persatu sudut rumah, sementara itu Tiffani mengekor di belakang.
"Kamu sudah tahu kan kalau rumah sebelah itu pernah aku tinggali?"
"Sudah, Nenek memberitahuku." jawab Tiffani.
"Setiap melihat ke rumah itu aku selalu ingat mendiang Papa dan bagaimana kami berkemas saat Mama memilih untuk pindah." sambil melihat-lihat setiap ruangan Rey bercerita.
Tiffani tidak tahu harus bereaksi seperti apa, ataukah dia harus bersyukur karena Rey bisa terbuka kepadanya. Tapi hal yang diceritakan oleh Rey juga bukan sesuatu hal yang harus ditutupi semua orang juga tahu jika Rey merupakan cucu pertama dari keluarga Yudistira yang memilih untuk keluar dari rumah ini karena Papanya telah meninggal.
"Rupanya kamu di sini." suara milik Nathan membuat Rey dan Tiffani menoleh.
Nathan membawa sebuah kardus di tangannya diikuti oleh para pelayan yang mengekori membantu kepindahannya.
"Aku lagi lihat-lihat rumah ini." Rey menjelaskan kehadirannya di rumah ini. "Dari mana saja kamu?"
Nathan menyerahkan kardus yang dia bawa kepada pelayan dan membiarkan mereka mengatur hal tersebut untuk dirinya.
"Olahraga." jawab Nathan singkat.
Pertanyaan yang diajukan oleh Rey tentu juga menjawab rasa penasaran Tiffani yang semenjak pagi tidak melihat kehadiran Nathan.
"Gym?" tanya Rey.
Sekarang ketiganya memilih untuk duduk di ruang tengah.
"Berkuda, apa kamu masih suka berkuda?"
Rey terkekeh. "Sudah lama sekali aku tidak berkuda."
Berkuda merupakan salah satu olahraga yang tidak pernah absen dilakukan oleh Nathan dan Rey semenjak kecil dulu. Bahkan mendiang Kakek mereka membelikan kuda secara khusus untuk cucunya.
"Kapan-kapan kita harus berkuda." ajak Nathan.
"Boleh. Apa kamu suka berkuda juga Tif?"
Tiffani yang tadinya hanya terdiam melamun mendadak kelimpungan akibat dia yang tiba-tiba saja diikutsertakan ke dalam obrolan dua saudara sepupuan itu.
"Kenapa?" Tiffani yang tadinya melamun, bertanya kembali.
"Apa kamu suka berkuda?"
Di dalam hati rasanya ia ingin tertawa sekeras-kerasnya. Bagaimana mungkin dia pernah berkuda, memikirkan uang untuk daftar gym saja tidak punya apalagi dengan berkuda, pikir Tiffani.
"Tidak, aku tidak pernah mencobanya."
"Lain kali kamu harus ikut kita, apa boleh dia ikut kita Nat?"
Mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Rey membuat Tiffani ikut menunggu jawaban dan melihat ke arah Nathan. Sementara laki-laki itu hanya terdiam dengan tatapan yang dingin.
"Kita lihat aja nanti." jawabnya menggantung.
Jawaban yang sama sekali tidak terduga dan membuat Tiffani jengah dan langsung membuang muka dari arah Nathan.