Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
Reynard menatap Caitlin dengan senyum tipis, meskipun jawaban gadis itu sama sekali tidak memihak padanya. "Katakan apa maumu? Aku akan memberikan padamu!" tanyanya, nada suaranya berubah lembut, mencoba merayu dan menarik perhatian gadis yang kini tampak tidak tergoyahkan di depannya.
Namun, Caitlin tidak memberikan sedikit pun ruang untuk Reynard. Ia berdiri, gerakannya tegas dan tanpa ragu. "Sudah aku katakan tidak ada, aku hanya tidak berminat menikah denganmu," jawabnya singkat, tanpa basa-basi, sebelum berbalik dan pergi meninggalkan Reynard di kafe itu.
Reynard hanya bisa tersenyum saat melihat punggung Caitlin yang menjauh. Bukannya merasa tersinggung dengan penolakan itu, senyum di wajahnya justru semakin lebar. Ada ketertarikan yang lebih kuat kini, saat matanya terus mengikuti Caitlin hingga ia benar-benar keluar dari pandangan. Gadis itu, pikirnya, adalah tantangan yang tidak bisa ia abaikan begitu saja.
---
Malam itu, di rumah keluarga Revelton, suasana terasa tegang. Tom, Rolla, dan Nancy berdiri berhadapan dengan Caitlin, yang sedang duduk santai di sofa sambil membolak-balik majalah di tangannya. Ketiganya menatap Caitlin dengan intens, seolah-olah menuntut penjelasan yang belum mereka dapatkan.
Caitlin merasakan tatapan mereka yang membuatnya merasa tidak nyaman. Ia menutup majalahnya dan menatap mereka dengan tenang. "Katakan saja, apa yang kalian ingin tahu!" ujarnya datar, menunggu mereka berbicara.
Nancy, yang tak bisa lagi menahan diri, maju selangkah. "Apa kamu menggodanya, sehingga dia memilihmu?" tanyanya dengan nada tajam dan penuh rasa curiga.
Caitlin mendengus, merasa pertanyaan itu tak pantas. "Aku tidak sebodoh itu dan tak punya harga diri serendah itu untuk menggoda pria," jawabnya dengan tegas. "Jangan pernah berpikir aku melakukan hal seperti itu."
Tom, yang selama ini diam, akhirnya membuka suara. "Apakah dia serius ingin menikah denganmu? Lalu apa jawabanmu?" tanyanya penuh perhatian, meskipun suaranya terdengar berat dengan kekhawatiran.
"Aku menolaknya," jawab Caitlin, seolah-olah jawabannya itu sudah jelas sejak awal. "Aku tidak berminat sama sekali. Walaupun wajahnya tampan dan dia kaya, aku tetap tidak suka. Itu saja."
Rolla yang mendengar jawaban Caitlin tampak semakin cemas. Ia berbalik menghadap suaminya, lalu bertanya dengan nada cemas, "Tom, apakah Reynard akan menolak bekerja sama dengan kita?"
Tom menghela napas panjang. "Perusahaan kita butuh suntikan modal. Kalau dia menolak bekerja sama karena Caitlin menolak lamarannya, bisnis kita akan semakin menurun," jawab Tom, suaranya terdengar muram.
Rolla tak bisa lagi menahan perasaannya. Ia menatap Caitlin dengan harapan di matanya. "Caitlin, kamu harus menikah dengannya, agar perusahaan kita terselamatkan!" pintanya, nadanya lebih terdengar seperti perintah daripada permohonan.
"Kenapa tidak meminta putrimu sendiri yang menikah dengannya?" balas Caitlin dengan keteguhan yang tak tergoyahkan.
Rolla menggeleng pelan, wajahnya penuh keputusasaan. "Tapi, yang dia pilih adalah kamu," ujarnya dengan nada putus asa.
Caitlin menatap lurus pada kakaknya, Nancy, dengan tatapan sinis. "Lalu ayam betina ini untuk apa kalau tidak bisa dijadikan pertukaran?" tanyanya dengan nada yang lebih tajam dari biasanya.
Nancy tergagap, mencoba memahami ucapan adiknya. "A-apa, ayam betina?" tanyanya dengan suara hampir tidak percaya.
"Caitlin, perusahaan pamanmu sudah berdiri sejak 25 tahun yang lalu. Sebelum kamu lahir, bahkan. Jadi, bibi mohon padamu, menikahlah dengannya. Lagipula, dia kaya dan tampan. Kamu seharusnya bangga bisa menjadi istrinya," bujuk Rolla, suaranya terdengar manis, namun penuh tekanan.
Caitlin mendengus, tidak terkesan. "Bangga? Untuk apa? Yang pasti aku akan direndahkan oleh keluarganya karena aku buta huruf," jawabnya sinis. Ia menatap Rolla tajam sebelum menambahkan dengan nada sarkastik, "Bagaimana kalau Bibi saja yang menikah dengannya? Lagi pula, paman sudah tua dan keriput. Kalau Bibi masih laku, nikah saja, ganti suami baru."
Rolla terdiam, tersinggung oleh ucapan Caitlin, namun sebelum ia sempat membalas, Tom melangkah maju dan tanpa peringatan menarik telinga Caitlin dengan keras.
"Ahhh!" jerit Caitlin yang menggema di seluruh ruangan, suaranya mencampur antara kesakitan dan kemarahan. Ia mencoba meraih tangan Tom, tetapi cengkeramannya terlalu kuat.
---
Di mansion megah milik keluarga Fernando, Reynard duduk dengan tenang, meskipun pikirannya penuh dengan Caitlin. Nico, tangan kanannya, berdiri di sebelahnya, menunggu instruksi.
"Tuan, sepertinya Nona Caitlin benar-benar menolak tawaran Anda. Dia adalah gadis pertama yang tidak tergoda dengan semua kemewahan yang Anda tawarkan," ujar Nico dengan nada hati-hati.
Reynard tersenyum tipis, matanya memancarkan kilau aneh. "Semakin dia menolak, semakin aku tertarik. Gadis itu unik. Dia berbeda dari wanita-wanita lain yang sering mencoba mendekatiku demi keuntungan. Caitlin justru berusaha menjauh. Aku ingin mendapatkannya... dengan cara apapun," katanya dengan penuh tekad.
Nico mengangguk, namun kerutan di dahinya menunjukkan bahwa ia memikirkan sesuatu. "Tuan, tapi... ada yang aneh. Mengapa Nona Caitlin tampaknya begitu membenci Tuan Tommy?"
"Dia juga menganggap kami licik. Jika Caitlin tahu tentang sifat pamanku, itu berarti dia sudah cukup lama mengenalnya. Ada sesuatu di sini yang tidak kuketahui. Besok, antar perhiasan untuk melamar gadis itu. Walau dia menolak, aku tidak akan menyerah sampai dia setuju," kata Reynard.
"Baik, Tuan," jawab Nico, membungkuk hormat.
Keesokan harinya, sinar matahari mulai menembus jendela besar di rumah itu, menghangatkan suasana pagi yang sibuk. Tom berdiri di anak tangga dengan ekspresi tegas namun sedikit gelisah. Ia melirik jam di pergelangan tangannya, lalu menghela napas panjang sebelum akhirnya berteriak, suaranya menggema di seluruh rumah besar itu.
“Caitlin… cepat siap-siap! Hari ini Tuan Fernando ingin melamarmu. Jangan mengecewakan dia!” serunya.
Dari lantai atas, terdengar suara balasan. “Iya…!” Suara Caitlin yang lantang memenuhi lorong, bahkan lebih keras dari yang Tom duga.
Tom tertegun sejenak, menatap ke atas tangga dengan mata membelalak. “Anak ini… suaranya malah lebih tinggi dariku,” gumamnya sambil mengelus dadanya yang masih berdegup kencang.
Satu jam kemudian, suasana di rumah Tom dan Rolla semakin tegang. Reynard Fernando, CEO ternama yang selalu dikenal tegas dan tak banyak bicara, tiba di rumah itu dengan membawa koper yang berisi sejumlah perhiasan dan uang sebagai tanda lamaran. Ia duduk dengan tenang di ruang tamu, sementara Tom dan Rolla berdiri dengan wajah yang penuh kebingungan.
Nico membuka koper itu di depan mereka, memperlihatkan betapa banyaknya hadiah yang ia siapkan. Emas berkilauan, kalung permata, dan uang tunai tersusun rapi di dalamnya. Tom dan Rolla saling berpandangan, mata mereka melebar tak percaya.
“Tuan, ini terlalu banyak,” ucap Rolla dengan nada rendah namun penuh rasa terkejut. Tangannya bergetar sedikit saat menunjuk ke arah isi koper.
Reynard menatap mereka dengan tenang, wajahnya tak menunjukkan sedikit pun keraguan. “Tujuanku adalah untuk melamar Caitlin. Sebagai gantinya, aku memberi hadiah ini untuk kalian, sebagai ungkapan terima kasih karena telah membesarkan Caitlin dengan baik.”
Rolla tampak tersentuh, sementara Tom menggelengkan kepala perlahan, berusaha menahan rasa haru. “Tuan, Caitlin sudah kami anggap sebagai anak sendiri. Kami membesarkannya bukan karena berharap imbalan, jadi jangan berpikir seperti itu.”
Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari arah tangga. Suara ringan namun jelas, seolah menandakan kehadiran seseorang yang mereka semua tunggu.
"Paman!" seru Caitlin tiba-tiba, suaranya lantang dan penuh semangat. Gadis itu berdiri di anak tangga dengan gaya yang sama sekali tak terduga.
Tom dan Rolla menoleh bersamaan, mata mereka terbelalak lebar begitu melihat Caitlin yang sudah mengubah penampilannya drastis. Mata mereka tak percaya, bahkan Tom tergagap saat mencoba berbicara.
"Si-siapa kamu?" tanya Tom dengan suara gemetar, merasa tak mengenali keponakannya sendiri.
Reynard dan Nico, yang sebelumnya duduk dengan tenang, kini juga mengalihkan pandangan mereka ke arah Caitlin. Wajah-wajah mereka yang semula serius berubah penuh keterkejutan.
Caitlin, dengan rambutnya yang kembang acak-acakan, wajahnya dipoles bedak putih dan merah yang mencolok, alisnya berwarna biru pekat, serta bibirnya berwarna merah merona, tersenyum lebar. Bahkan ujung hidungnya sengaja diwarnai dengan bedak biru, menciptakan penampilan yang sama sekali tak sesuai dengan momen lamaran formal. Ia juga mengenakan pakaian tidur yang bermotif doraemon.
"Aku adalah keponakanmu," jawab Caitlin dengan nada geli, tangannya diletakkan di pinggangnya dengan percaya diri. "Kenapa baru sesaat sudah tiba-tiba amnesia?"
Tom tak bisa berkata-kata, hanya bisa menatapnya dengan mulut terbuka, sementara Rolla memegang dadanya, setengah di antara terkejut dan takut.
"Tuan Fernando, setelah kita menikah, Aku akan berpenampilan seperti ini setiap keluar bersamamu. Bukankah aku sangat cantik?" tanya Caitlin dengan bergaya di anak tangga itu.
"Dengan cara ini, Aku yakin kau pasti akan menolak lamaran ini," batin Caitlin.
Mata Reynard fokus pada penampilan gadis itu yang sungguh mengejutkan semua orang di sana.
seru nih