Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sentuhan di batas rasa
**DRET**DRET**
Getaran handphone membangunkan Alvaro dari tidur siangnya. Ia mengerjap, matanya menyesuaikan dengan cahaya ruangan yang didominasi warna putih.
"Siapa sih yang nelpon, ganggu tidur gue?" gerutunya sambil meraba meja nakas untuk mencari ponselnya.
"Kamu kemana aja, Alvaro Pramoedya? Mamih telepon kamu dari kemarin, enggak diangkat, kadang-kadang enggak aktif!" suara seorang wanita di seberang sana terdengar tegas, menegur dengan nada kesal.
Alvaro mendecak, "Sorry, Mih. Aku sibuk kemarin, banyak tugas kampus yang harus dikerjain. Makanya enggak pegang hp."
"Ada apa sih, Mih? Terlalu penting sampai ganggu tidur gue," tanyanya dengan nada skeptis.
"Memang penting, Alvaro! Mamih mau ngejodohin kamu sama anak sahabat mamih," jawab ibunya, langsung membuat Alvaro terhenyak.
"Apa, Mih? Alvaro enggak salah denger, kan?" ia merasa tak percaya.
"Alvaro, kamu sudah dewasa. Mau kapan lagi kamu nikah? Mau tunggu sampai mamih enggak ada?" suaranya terdengar menekan.
"Bukan gitu maksud Alvaro, Mih. Sekarang kan beda zaman, enggak ada lagi jodoh-jodohan. Lagipula, Alvaro udah ada yang Alvaro suka, Mih," ia berusaha menjelaskan.
"Enggak usah banyak alasan! Mamih sudah sepakat dengan Depe untuk jodohin kamu sama Aulia. Mamih mohon, jangan malu-maluin mamih dengan tingkah lakumu itu."
"Astaghfirullah, Mih! Alvaro dijodohin sama Aulia? Beneran ini, Mih? Alvaro enggak mau!" ia menolak tegas.
"Udah dulu ya, Mih. Assalamu'alaikum," ia mematikan telepon dengan cepat, meninggalkan ibunya yang marah besar di seberang sana.
"Al!Alvaro, kamu benar-benar ya! Waalaikum salam," suara wanita itu terdengar tersengal-sengal, emosinya meledak karena sikap anak tunggalnya.
Alice terbangun dari tidurnya dan tanpa sengaja mendengar percakapan ibu dan anak itu. Dia merasa tak ingin ikut campur, urusan keluarganya saja sudah cukup membuatnya frustrasi. Dengan berat hati, ia menutup matanya rapat-rapat, berusaha agar temannya tak menyadari keberadaannya.
"kenapa ya, gue seneng banget liat lo baik-baik aja? Makasih, Al. Andai aja waktu itu gue telat nemuin lo, mungkin yang ada cuma penyesalan di hidup gue," batin Alvaro, memandang alice dari kejauhan.
BRAK!
Suara pecahan kaca mengejutkan Alice, membuatnya terlonjak.
"Astaghfirullah! Stop, jangan gerak, Al!" teriak Alice, melihat sang empu duduk mematung.
"Bentar, gue ambil sapu sama sekop. Lo jangan kemana-mana," perintahnya dengan cemas.
"E-ehm, i-iya," jawab Alvaro, tertegun.
"Kenapa bisa pecah? Lo mau kemana, sih? Makanya, kalo mau pergi, panggil gue. Jangan belagak bisa sendiri!" omel Alice, membuat Alvaro tersenyum gemas.
Alvaro, dengan senyum jahil, berusaha menggoda Alice. "Yakin lo mau nemenin gue kalo gue panggil tadi?"
"Iya, iya lah. Lo bisa begini karena gue," sahut Alice sambil membersihkan pecahan kaca.
"Udah, lepasin tuh sapu," kata Alvaro, memencet tombol di ruangan untuk memanggil bantuan, kebetulan dia berada di kelas VVIP.
Saat Alvaro siuman dan pindah ruangan, ia melarang Alice untuk membayar perawatannya.
"H-hah? Kenapa emang?" tanya Alice, bingung.
Dalam hitungan detik, Alvaro menarik lengan Alice, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh di pangkuan Alvaro.
Manik mata mereka saling bertemu, jarak di antara mereka hanya tersisa beberapa sentimeter. napas mereka nyaris menyatu, dan Alice merasa seluruh dunianya berputar tak karuan.
perlahan, Alvaro mendekatkan wajahnya, hingga Alice bisa merasakan hangat napasnya menyentuh kulit lehernya yang meremang. Alice hanya bisa mematung, bahkan untuk bernapas saja rasanya sulit.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor