Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.
Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.
Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Malam yang tak terduga
Chapter 22: Malam yang Tak Terduga (Revisi)
Suasana di pesta ulang tahun Lila semakin ramai saat malam semakin larut. Lampu-lampu warna-warni memantul di permukaan kolam renang yang berada di halaman belakang rumahnya. Musik mengalun pelan, menambah suasana yang semakin hidup. Para tamu berkumpul di sekitar meja makanan, beberapa sedang bercanda, dan sebagian lagi menikmati pesta dengan berdansa kecil di dekat kolam.
Clara, yang sejak awal berada bersama Raka, akhirnya memisahkan diri untuk mengambil minuman di area minuman. Dia tampak anggun dengan gaun sederhana yang dikenakannya, namun malam itu, tatapan Clara tampak sedikit bingung. Mungkin pikirannya masih berkutat pada percakapan yang dia miliki dengan Raka sebelumnya, atau mungkin ada hal lain yang sedang mengganggu perasaannya.
Ketika dia berjalan kembali membawa segelas minuman dingin, tanpa disadarinya, lantai di dekat kolam renang ternyata licin karena air yang tumpah dari pesta sebelumnya. Clara, yang tidak melihat itu, menginjak area licin tersebut.
"Kyaaa!"
Teriakannya terdengar jelas di tengah keramaian pesta. Kaki Clara tergelincir, dan dalam hitungan detik, dia terjatuh ke dalam kolam renang. Gelas minuman yang dibawanya melayang dan pecah di tepi kolam, sementara tubuhnya terhempas ke dalam air dingin.
Beberapa orang di sekitar kolam langsung menoleh, terkejut melihat Clara yang jatuh. Namun, tidak ada yang bergerak cepat. Sebagian besar tamu, termasuk Lila, tampak bingung dan terkejut, tak tahu harus berbuat apa.
Di tengah kekacauan itu, hanya satu sosok yang segera bereaksi—Dion. Dari sudut ruangan di dekat taman, dia langsung melihat kejadian itu. Tanpa berpikir panjang, Dion berlari menuju kolam. Dia melepaskan jaketnya dan dengan cepat melompat ke dalam air.
Suara cipratan air terdengar keras saat Dion terjun untuk menyelamatkan Clara. Tubuhnya bergerak cekatan, berenang ke arah Clara yang tampak panik, menggapai-gapai di dalam air. Meskipun Clara bisa berenang, kejutan karena terjatuh tiba-tiba membuatnya sulit bernapas dan menenangkan diri.
Dion dengan sigap meraih tangan Clara dan menariknya ke permukaan. "Clara, tenang. Gue di sini," kata Dion dengan nada tegas namun lembut. Clara hanya bisa mengangguk, mencoba menenangkan dirinya di bawah perlindungan Dion.
Dengan sekuat tenaga, Dion membawa Clara ke tepi kolam, dan beberapa orang mulai mendekat untuk membantu menarik mereka keluar dari air. Clara menggigil karena kedinginan, tubuhnya basah kuyup. Namun, yang paling terasa adalah rasa lega di wajahnya karena Dion telah menyelamatkannya.
Ketika mereka berdua berhasil keluar dari air, seluruh tamu yang menyaksikan kejadian itu mulai bertepuk tangan. Semua mata kini tertuju pada Dion—sang pahlawan malam itu. Bahkan Raka, yang berada di kejauhan, hanya bisa menatap Dion dengan tatapan yang sulit diartikan.
Lila segera mendekat dengan handuk besar di tangannya. "Clara! Lo nggak apa-apa?" tanya Lila dengan khawatir.
Clara tersenyum lemah sambil menerima handuk dari Lila. "Gue nggak apa-apa, cuma kaget," jawabnya, suaranya masih gemetar.
Dion, yang juga basah kuyup, berdiri sambil mengatur napasnya. Reza, Aldi, dan Fariz, yang ikut menyaksikan dari kejauhan, segera menghampiri Dion. Reza menepuk pundaknya, "Gue nggak nyangka lo bisa berenang secepat itu, bro!"
Aldi tertawa kecil, "Lo kayak superhero beneran malam ini."
Fariz menambahkan sambil bercanda, "Lo bukan cuma penyanyi, tapi penyelamat juga, ya?"
Dion hanya tersenyum tipis mendengar candaan teman-temannya. Meskipun hatinya masih penuh dengan perasaan campur aduk tentang Clara, dia tahu malam ini adalah malam yang tak terlupakan—bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi Clara.
Sementara itu, Clara, yang duduk di bangku terdekat untuk mengeringkan tubuhnya, sesekali melirik ke arah Dion dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Sebelumnya, Clara mungkin tidak pernah membayangkan bahwa Dion, yang selama ini selalu dia abaikan, akan menyelamatkan hidupnya. Meskipun perasaannya terhadap Raka masih kuat, kejadian malam ini mengubah cara pandangnya terhadap Dion.
Ketika suasana pesta mulai kembali tenang, Raka mendekati Clara. "Lo beneran nggak apa-apa?" tanya Raka dengan nada khawatir, namun di balik itu, ada sedikit kecanggungan.
Clara mengangguk sambil tersenyum, "Gue baik-baik aja, thanks."
Raka menatap Dion sejenak sebelum berkata, "Kayaknya gue harus terima kasih ke Dion juga."
Dion yang mendengar ucapan itu hanya menggeleng. "Nggak perlu, gue cuma ngelakuin apa yang harus gue lakuin." Tanpa menunggu respons lebih lanjut dari Raka, Dion langsung berbalik dan beranjak pergi, meninggalkan mereka di tepi kolam.
Reza, Aldi, dan Fariz mengikuti Dion, meninggalkan suasana pesta yang perlahan kembali ramai di belakang mereka.
Di sepanjang jalan keluar dari pesta, Reza mencairkan suasana dengan bercanda, "Gue kira lo bakal jadi superhero beneran tadi, Dion. Satu kali selamatin orang, besok-besok udah bisa daftar jadi Avengers."
Aldi menimpali sambil tertawa, "Iya, lo udah pahlawan sekolah. Jangan lupa tanda tangan ya, bro, buat kenang-kenangan."
Saat Dion dan teman-temannya hendak meninggalkan pesta, sebuah suara dari belakang menghentikan langkah mereka.
"Dion!"
Mereka semua menoleh. Di bawah cahaya lampu taman, terlihat Lara berjalan mendekat dengan membawa jaket Dion yang tadi dilemparkannya sebelum terjun ke kolam. Jaket itu masih basah kuyup, tetapi Lara tetap memegangnya dengan senyuman.
"Gue nemuin ini di dekat kolam tadi. Lo ninggalin begitu aja, kayak superhero abis nyelamatin dunia," kata Lara sambil memberikan jaket itu ke Dion.
Dion menerima jaketnya dengan tatapan datar, tetapi ada sedikit senyuman yang tersungging di sudut bibirnya. "Makasih, Lara," jawabnya singkat.
Reza yang dari tadi memperhatikan interaksi mereka langsung mencolek Aldi dan Fariz. "Wah, pahlawan nggak cuma dapat tepuk tangan, tapi perhatian juga, bro."
Aldi tertawa kecil, "Gue kira bakal ada medali juga."
Fariz mengangguk, pura-pura serius, "Iya, minimal plakat penghargaan lah."
Dion hanya menggeleng mendengar candaan teman-temannya, sementara Lara tertawa ringan. "Ngomong-ngomong, lo keren banget tadi, Dion. Nggak semua orang bisa bereaksi secepat lo," lanjut Lara, memandang Dion dengan mata berbinar.
Dion hanya merespon dengan anggukan kecil. Meski dia menghargai pujian itu, dalam pikirannya, semua itu hanyalah naluri untuk menolong orang lain, bukan sesuatu yang perlu dibanggakan. Namun, kehadiran Lara malam itu memang sedikit mengurangi beban di hatinya, setidaknya untuk sesaat.
Lara masih berdiri di dekat Dion, seakan ingin mengatakan sesuatu lagi. "Lo tau kan, gue bilang kemarin kalau gue nggak suka ngeliat lo down kayak kemarin. Dan ternyata lo beneran buktiin malam ini, lo bisa bangkit," kata Lara lagi dengan senyum penuh keyakinan.
"Bangkit?" Dion mengulang kata itu dengan nada skeptis, seolah masih ragu bahwa dirinya sudah sepenuhnya bangkit dari perasaan terpuruknya.
Lara mengangguk mantap. "Ya, lo bisa. Gue liat di mata lo, Dion. Lo mungkin ngerasa terpuruk, tapi lo nggak pernah kehilangan sisi lo yang kuat."
Dion terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Lara. Meskipun perasaannya terhadap Clara masih kacau balau, dia tahu bahwa hidupnya harus terus berjalan. Ada banyak hal lain yang bisa ia perbaiki dalam dirinya, selain dari perasaannya pada Clara.
"Gue nggak tau," jawab Dion pelan, masih menyimpan rasa ragu. "Tapi makasih, Lara."
Lara tersenyum lebar. "Kapanpun, Dion. Gue selalu di tim lo."
Seketika suasana menjadi sedikit lebih ringan. Reza, yang selalu tahu cara memecah kebekuan, kembali membuat lelucon. "Eh, gue juga di tim lo, tapi nggak ada yang kasih gue pujian kayak gitu. Apa gue harus nyebur kolam dulu biar dipuji, ya?"
Aldi menimpali sambil menepuk bahu Reza, "Iya, tapi pastiin lo bisa berenang, bro. Biar Dion nggak harus nyelametin dua kali dalam satu malam."
Semua tertawa mendengar candaan itu, termasuk Dion. Meskipun canda tawa mereka tidak sepenuhnya menghapus perasaan berat di hatinya, tapi setidaknya malam itu tidak berakhir dengan kekosongan. Dion menyadari bahwa di tengah semua kekecewaannya, ada orang-orang di sekitarnya yang peduli dan siap mendukungnya.
Setelah berpamitan, Dion dan teman-temannya akhirnya meninggalkan pesta. Lara sempat menatap Dion sekali lagi sebelum mereka benar-benar berpisah, senyuman tipisnya mengisyaratkan bahwa dia masih punya banyak harapan untuk Dion.
Malam itu, meski cuaca dingin, hati Dion terasa sedikit lebih hangat.