*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Permintaan Ibu Mertua
Indahnya cinta bisa pudar ketika datang cobaan, kamu harus menghadapi cobaan tersebut dengan sabar, supaya cinta yang indah kembali indah dan tidak pergi meninggalkanmu. Aku percaya ada kesempatan kedua dalam hidup, dan sepertinya aku sedang memperjuangkannya, yaitu mendapatkan cintamu lagi.
Setengah jam berlalu, tapi Yudha tidak juga masuk ke kamar untuk membujuk Vira. Mendengar suara mesin mobil, Vira mengintip dari jendela. Tampak suaminya dan Weny masuk ke mobil dan meninggalkan halaman rumah.
Ketika suara mobil telah menjauh, terdengar ketukan di pintu kamarnya. Vira berjalan perlahan untuk membukakan. Terlihat ibu mertuanya yang berdiri di balik pintu. Tanpa izin ibu Desy masuk dan duduk di tepi ranjang.
"Aku ingin bicara," ucap ibu Mertua Vira dengan ketus.
"Silakan, Bu. Aku akan mendengarnya," ujar Vira dengan lembut. Wanita itu duduk di samping Desy ibu mertuanya.
"Aku ingin kamu merelakan dan mengikhlaskan Yudha untuk menikah lagi," ucap Ibu Desy.
Bagai mendengar suara petir di siang hari, begitulah yang Vira rasakan saat mendengar ibu Desy mengucapkan itu. Vira memandang ibu mertuanya tidak percaya.
"Ibu becanda?" tanya Vira.
"Untuk apa aku bercanda. Hingga detik ini belum juga ada tanda-tanda kamu hamil. Padahal sudah resign. Saatnya kamu harus mengikhlaskan Yudha menikah lagi. Aku dan putraku menginginkan keturunan. Usia Yudha juga tidak muda lagi. Jika menunggu kamu hamil, bisa-bisa Yudha keburu meninggal sebelum menggendong bayi darah dagingnya."
Tubuh Vira terasa lemas mendengar ucapan ibu mertuanya itu. Dia tidak menyangka wanita itu akan meminta sesuatu yang sulit. Apakah ini permintaan ibu mertuanya pada Yudha? Pikir Vira dalam hati.
"Bu, aku juga menginginkan anak. Tapi jika Tuhan belum memberikan kepercayaan, aku bisa apa? Jangan meminta sesuatu yang sulit untuk aku kabulkan, Bu. Cobalah ibu berada di posisi aku saat ini, apakah ibu ikhlas melepaskan suami ibu untuk mendua?" tanya Vira.
Vira mencoba menahan emosi. Dia juga tidak ingin menangis. Harus terlihat kuat di mata ibu mertuanya.
"Aku telah memberikan kamu kesempatan selama tiga tahun ini. Seharusnya, jika kamu memang mencintai Yudha, kamu ikhlaskan dia menikah lagi. Bukankah kebahagiaan Yudha juga kebahagiaan bagimu?"
Tubuh Vira terasa lemas, dipegangnya sprei sebagai penguat. Apakah dia harus merelakan suaminya menikah lagi? Siapkan dirinya dimadu? Vira hanya terdiam tidak dapat mengatakan apapun juga.
Dunia terasa berhenti berputar. Jika saja Vira boleh memilih, dia juga tidak ingin menjadi wanita mandul. Namun, semua takdir Tuhan. Apakah dia menyesali semua takdirnya?
Ibu Desy berdiri dari duduknya. Menatap ke arah menantunya yang tampak tertunduk.
"Jangan kamu berpikir jika aku ini kejam. Jika kamu tidak sanggup untuk di madu. Lepaskan Yudha. Kalian bisa mencari kebahagiaan masing-masing!" ucap Ibu Desy.
Setelah mengucapkan itu, ibu Desy beranjak pergi meninggalkan kamar dan Vira seorang diri. Saat ibu mertuanya hilang dari pandangan, tubuh Vira luruh kelantai. Tangisannya pecah.
"Ya, Tuhan cobaan apa lagi ini. Apa yang harus aku lakukan. Aku tidak mungkin berpisah dengan mas Yudha, aku sangat mencintainya. Namun, aku juga tidak sanggup untuk di madu. Tunjukkan padaku, jalan apa yang terbaik aku pilih," ucap Vira dalam hatinya.
Seharian itu Vira tidak ada selera makan. Dia hanya berkurung diri di kamar. Saat suaminya pulang, ibu Desy langsung menyambutnya.
"Lihat kelakuan istrimu yang manja itu," ucap Ibu dengan suara tinggi.
"Ada apa lagi dengan Vira, Bu? Aku capek!" ujar Yudha.
Yudha duduk di sofa ruang keluarga. Melanggarkan dasinya untuk menghirup udara bebas. Ibu Desy juga ikutan duduk.
"Istrimu dari pagi tidak mau keluar kamar, semua pekerjaan ibu yang lakukan. Apa gunanya dia sebagai istri? Kamu sebaiknya ceraikan saja, biar dia tahu diri," ujar Ibu dengan emosi.
"Ibu bicara apa? Aku tidak akan pernah menceraikan Vira. Aku mencintainya."
"Cinta? Apa kamu pikir dengan hanya bermodalkan cinta dan mesraan bisa mendapatkan keturunan? Istrimu itu mandul. Kamu jangan egois, Yudha. Ibu semakin tua. Ibu juga ingin merasakan memiliki cucu sebelum ibu mati, seperti teman yang lainnya. Itu juga untuk masa depanmu. Siapa yang akan menjaga kamu di saat tua jika tidak memiliki keturunan?" tanya ibu.
Dari sudut mata ibu keluar air mata yang menetes di pipi keriputnya. Yudha tidak sampai hati melihat ibunya yang bersedih. Dipeluknya tubuh wanita yang telah melahirkan dirinya.
"Apa kamu ingin ibu mati sebelum bisa merasakan memiliki cucu?" tanya Ibu dengan suara serak.
"Baiklah, Bu. Aku akan katakan semua keinginan ibu dengan Vira. Semoga dia ikhlas dan rela jika aku menikah lagi," ucap Yudha.
Ibu Desy tersenyum mendengar ucapan putranya. Akhirnya keinginan dirinya untuk menikahkan Yudha terkabul.
...****************...