Arumi harus menelan kekecewaan setelah mendapati kabar yang disampaikan oleh Narendra, sepupu jauh calon suaminya, bahwa Vino tidak dapat melangsungkan pernikahan dengannya tanpa alasan yang jelas.
Dimas, sang ayah yang tidak ingin menanggung malu atas batalnya pernikahan putrinya, meminta Narendra, selaku keluarga dari pihak Vino untuk bertanggung jawab dengan menikahi Arumi setelah memastikan pria itu tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.
Arumi dan Narendra tentu menolak, tetapi Dimas tetap pada pendiriannya untuk menikahkan keduanya hingga pernikahan yang tidak diinginkan pun terjadi.
Akankah kisah rumah tangga tanpa cinta antara Arumi dan Narendra berakhir bahagia atau justru sebaliknya?
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada calon suami Arumi hingga membatalkan pernikahan secara sepihak?
Penasaran kisah selanjutnya?
yuk, ikuti terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Setelah menenangkan pikirannya, Narendra memutuskan untuk kembali ke kamar. Ia khawatir akan istrinya yang ia tinggal sendirian di sana terlebih dalam keadaan tengah bersedih. Kini, Narendra sudah bisa berpikir jernih terlebih laporan dari Satria menguatkan keputusannya.
Ceklek!
Suasana kamar saat ini terlihat begitu gelap sebab Arumi sengaja mematikan semua lampu yang ada di kamar. Narendra berjalan pelan ke arah ranjang kemudian menyalakan lampu tidur yang berada di atas nakas.
“Dia ke mana?” lirih Narendra ketika tidak mendapati Arumi di atas kasur.
Pria itu segera berjalan sembari menyapu pandangan hingga tatapannya tertuju pada seseorang yang tengah meringkuk di atas sofa dengan mata terpejam. Namun, masih ada sisa-sisa air mata di sudut matanya.
Narendra mendekat, ia berjongkok di hadapan Arumi yang telah terlelap. “Maaf sudah meninggalkanmu. Harusnya aku tidak berlaku brengsek seperti Vino yang dengan tega meninggalkan dan mengecewakanmu.”
Diusapnya pelan puncak kepala sang istri kemudian mulai mengulurkan tangannya untuk menggendong Arumi agar tidur di kasur.
“Engh….”
Arumi sedikit menggeliat ketika tubuhnya melayang dalam dekapan suaminya. Namun, wanita itu kembali melanjutkan tidurnya setelah Narendra meletakkannya di atas kasur.
“Mimpi indah, ya,” bisik Narendra kemudian turut merebahkan tubuhnya yang lelah di samping Arumi.
Mata pria itu menatap lurus ke depan, ke arah lampu yang sudah padam. Ia kembali teringat laporan yang diberikan oleh Satria yang pada akhirnya membuat Narendra ingin menuntut balas pada sepupunya, Vino.
“Tuan, Anda harus tahu alasan Vino melakukan semua itu, Tuan. Vino melakukan itu karena bertaruh dengan teman-temannya. Mobil baru yang dikendarai Vino akhir-akhir ini adalah mobil yang dia peroleh dari taruhan itu, Tuan. Mereka sengaja menjadikan wanita itu sebagai objek taruhan karena salah satu teman Vino ada yang ditolak oleh wanita itu.”
Narendra semakin meradang karena ternyata istrinya yang tidak tahu menahu itu yang dijadikan objek taruhan hanya karena salah satu di antara mereka ada yang ditolak oleh Arumi.
Narendra mulai menemukan benang merah dari semua kejadian yang terjadi pada istrinya, terlebih alasan mengapa Arumi bisa sampai nekat menentang restu padahal Arumi dikenal sebagai anak yang berbakti dan menyayangi keluarganya.
***
Pagi harinya.
“Kok,aku di sini? Bukannya semalam aku tidur di sofa, ya?”
Arumi terbangun dan mendapati dirinya sudah berada di atas kasur. Ia melirik ke samping, tetapi Narendra tidak ada di sana.
“Naren ke mana? Apa dia benar-benar tidak tidur di kamar? Lalu kenapa dia pindahin aku ke sini?” gumamnya pelan dengan tatapan nanar tertuju pada bagian kosong di sebelahnya.
Arumi tidak bisa mencerna dengan benar apa yang sudah terjadi ketika dirinya terlelap. Namun, ia yakin bahwa yang semalam ia rasakan tengah dalam gendongan Narendra bukanlah mimpi. Narendra benar-benar datang dan memindahkan dirinya ke atas kasur.
“Aku tidak bisa begini terus menerus. aku harus meminta kejelasan dari Narendra!” tekad Arumi.
Tanpa membuang banyak waktu, Arumi bergegas turun kemudian bersiap untuk berangkat bekerja.
Sementara itu, sejak pagi buta Narendra memutuskan untuk berangkat ke kantor lebih awal untuk menyelesaikan suatu hal dan tanpa harus menunggu berlama-lama di jalan karena jalanan pagi ini masih belum terlalu ramai.
Sampai di kantor Narendra segera memberikan kunci mobilnya pada satpam yang ada di sana untuk diparkirkan sementara dirinya masuk ke kantor lebih dulu. Namun, ketika pria itu hendak masuk, langkahnya harus terhenti karena sebuah seruan yang tidak ingin ia dengar justru kembali datang.
“Naren!”
Christina, mantan istri Narendra itu pun berlari kecil menghampiri mantan suaminya yang semakin hari semakin terlihat begitu tampan.
Wanita dengan penampilan glamor itu sangat senang karena penantiannya hari ini berbuah manis sebab bisa bertemu dengan pria yang ia cari selama ini.
Narendra memandang malas wanita yang kini sudah berdiri di hadapannya. “Ada apa?”
“Kamu kenapa jadi susah dihubungi, sih. Aku udah beberapa kali ke sini tapi kata satpam kamu lagi cuti. Padahal aku cuma mau ngasih tahu kamu kalau Sherlyn kangen sama kamu, dia nyariin papanya, Ren,“
Muak, itulah yang dirasakan pria itu. Ia begitu muak ketika wanita tidak tahu diri ini terus memanggil dirinya sebagai papa dari anaknya. Ada gejolak amarah yang tiba-tiba meluap ketika wanita itu mengucapkan kalimatnya tersebut.
Pria itu memandang bengis ke arah mantan istrinya. Ia sebelumnya memang sengaja meminta satpamnya untuk mencegah Christina datang dan mengganggu ketenangannya. Namun, baru juga seminggu wanita itu tidak berulah, kemarin dan hari ini, wanita itu kembali datang dan mengusik hidupnya.
Padahal dulu semasa keduanya dekat dan menikah, Christina tidak pernah menemuinya ke kantor dan memilih untuk menghambur-hamburkan uang miliknya bersama teman-teman atau selingkuhannya.
“Cih, kau yakin itu anakku?”
Dengan seringaian tipisnya, Narendra mulai tertawa hampa. “Aku tidak yakin kalau anak itu adalah darah dagingku.”
Christina meradang mendengar penuturan mantan suaminya. “Apa maksudmu, Ren! Sherlyn anakmu dan dia darah dagingmu!” pekik Christina tidak terima.
Wanita itu mulai mengeluarkan air mata buayanya untuk meluluhkan hari Narendra. Jika, dulu Narendra akan mudah tersentuh, tetapi tidak dengan saat ini. Setelah apa yang wanita itu lakukan padanya, Narendra tentu tidak akan mudah dibohongi untuk yang kedua kalinya.
“Kau jangan membual, Chris! Aku bahkan tidak pernah menyentuhmu tapi kau dengan percaya diri mengatakan bahwa anak itu adalah anakku? Di mana otakmu itu, HAH! bahkan kau telah mengandung ketika kita baru saja menikah!” bentak Narendra yang mulai lelah dengan sikap mantan istrinya.
“Kamu jangan lupa, Ren. Kalau sebelum itu kamu pernah meniduriku!” geram Christina.
“Aku tidak peduli. Lebih baik sekarang kamu pulang dan jangan ganggu aku lagi. Pergi sekarang atau aku akan meminta satpam untuk mengusirmu!” tegas Narendra membuat Christina terbelalak.
“Naren!”
Wanita itu baru mengetahui sisi lain dari mantan suaminya. Ia yang mengenal Narendra sebagai sosok pria yang penyayang dan royal tentu terkejut ketika Narendra berkata dengan nada tinggi serta gurat emosi yang tercetak jelas di wajahnya.
"Pak, tolong seret wanita ini ke luar sekarang!"
Narendra segera pergi meninggalkan Christina yang tengah berteriak-teriak ketika satpam membawanya menjauh dari area kantor.
Wanita itu tidak terima. Harga dirinya terasa tercabik-cabik mendapati perlakuan mantan suaminya.
“Jangan kamu pikir aku akan diam saja, Ren. Aku akan membalas semua yang sudah kamu lakukan sama aku!” pekik Christina menatap nyalang bagunan tiga lantai di hadapannya.