"Aliza suka kak diva!!"
"gue gak suka Aliza!!"
"kak diva jahat!!"
"bodo amat"
apakah seorang Aliza akan melelehkan hati seorang ketua OSIS yang terkenal dingin dan cuek itu?atau Aliza akan menyerah dengan cintanya itu?
"Aliza,kenapa ngejauh?"
"kak diva udah pacaran sama Dania"
"itu bohong sayang"
"pret"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akuadalahorang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kasih sarapan untuk my sunshine,chapter 5
Tringgg!
Suara alarm yang berdering membangunkan Aliza dari tidurnya yang baru sebentar. Dengan malas, dia melirik jam. Pukul lima pagi. Menghela napas panjang, Aliza duduk di tepi ranjang, mencoba mengumpulkan nyawa yang masih berserakan. Kepalanya sedikit pusing karena kurang tidur, tapi dia segera berdiri.
Tanpa cuci muka, Aliza langsung menuju dapur. Hari ini penting, dia harus buru-buru membuat sarapan untuk ketos dingin.
Ketika sampai di dapur, suasananya sepi sekali. Rumahnya benar-benar hening. Rasanya agak seram, tapi Aliza berusaha mengabaikannya. Dia membuka kulkas untuk mengambil bahan-bahan yang sudah disiapkan semalam. Namun, setelah mencari-cari, semuanya lenyap.
"Lah? Kemana bahannya? Apa dipakai Eomma?" gumam Aliza bingung. Dia memeriksa stok lain di dapur, tapi semuanya habis.
"Enggak mau gagal!" serunya penuh tekad. Aliza tetap mencari di lemari dan tempat lain yang biasanya menjadi lokasi simpanan bahan masakan ibunya. Tapi nihil.
"Sial! Gue udah bangun pagi-pagi, tapi malah gagal bikin sarapan? Wah, nggak bisa nih!" Aliza frustrasi, lalu naik ke kamarnya dengan kesal. Pintu kamar didorongnya dengan keras.
"GAGAL!!! Huaaaa!!!" teriak Aliza sambil menjatuhkan diri di kasur, menutupi wajah dengan bantal. Tapi tak lama, dia bangkit lagi.
"Lo bodoh atau apa sih, Za? Ke pasar aja!" katanya menyemangati diri sendiri. Dengan nekat, dia mengambil kunci motor vespanya. Gak papa, demi my sunshine!
---
Aliza keluar rumah, menuju garasi, dan mengeluarkan vespanya. Pak Satpam yang berjaga di depan rumahnya sempat bingung melihat Aliza bangun sepagi itu. Biasanya jam segini dia masih tertidur lelap. Ketika Aliza tersenyum padanya, Pak Satpam hanya membalas dengan senyuman kecil.
Tak lama, Aliza sampai di pasar. Namun, dia terdiam di depan gerbang pasar, memandang hiruk-pikuk ibu-ibu dan bapak-bapak yang sibuk belanja.
"Asli gue ke pasar? Huaaa, gue nggak ngerti apa-apa!" Aliza melongo, tapi segera menguatkan hati. "Bisa, Za. Lo pasti bisa!" gumamnya sambil masuk ke pasar dengan langkah mantap.
---
Di dalam pasar, Aliza mulai membeli bahan-bahan yang dia butuhkan—sayur, ayam, dan lainnya. Sesekali dia digoda mas-mas pasar yang genit. Meskipun sebenarnya takut, Aliza hanya membalas dengan senyum ramah.
Saat sedang membayar ayam di pedagang, tiba-tiba seseorang menabraknya.
"Maaf, tadi ada orang yang nge-dor—Kak Diva?" Aliza langsung terdiam melihat siapa yang ada di depannya.
"Kamu lagi apa di sini?" tanya Diva, yang langsung menarik Aliza ke sisi agar tidak terdorong lagi. Tangannya memegang ujung baju Aliza untuk memastikan dia aman.
"Lagi beli ayam," jawab Aliza polos sambil tersenyum malu.
Diva melirik sekeliling, mencari Nathan atau orang tua Aliza, tapi tak menemukan siapa pun. Dia heran. "Sendiri? Atau sama Nathan?" tanyanya curiga.
"Sendiri," jawab Aliza santai. Diva terkejut. Cewek seperti Aliza pergi ke pasar sendirian pagi-pagi?
"Kak Diva, Aliza buru-buru. Mau bikin sarapan buat Kak Diva nanti!" ucap Aliza dengan semangat. "Aliza pergi duluan ya. Bye, Kak Diva! Tunggu di sekolah yaaa!"
Belum sempat Diva merespons, Aliza sudah pergi meninggalkannya sendirian. Diva hanya bisa terdiam, memproses apa yang baru saja didengar.
"Kok gue ngebug?" gumam Diva, lalu melanjutkan mencari ibunya di pedagang ayam.
---
Aliza sampai di rumah sekitar pukul setengah lima pagi. Tanpa basa-basi, dia langsung menyiapkan bahan masakan dengan senyum semangat di wajahnya. Aliza memang jarang memasak, tetapi demi seseorang yang spesial, dia harus bisa.
Saat sibuk memasak di dapur, ibunya, Karina, turun dari kamar. Melihat Aliza yang bangun sepagi itu, Karina terkejut.
"Tumben kamu bangun pagi? Ada apa nih?" tanya Karina sambil memperhatikan Aliza yang sibuk di dapur.
Aliza tertawa kecil, lalu menoleh ke ibunya.
"Aliza lagi bikin sarapan buat Eomma, Appa, dan Bang Nathan," jawabnya riang.
Karina mengerutkan kening, bingung. "Beneran? Wah, Eomma terharu banget!"
Aliza tertawa kecil mendengar reaksi ibunya.
"Jadi Eomma nggak usah masak, ya?" tanya Karina lagi.
"Enggak usah, Eomma duduk aja," jawab Aliza sambil terus memasak. Karina pun tersenyum dan duduk di meja makan, menunggu masakan anaknya selesai.
Tak lama kemudian, Aliza membawa sepiring nasi goreng ayam dan omelet ke meja makan.
"Nih, udah jadi!" katanya sambil menyajikan hidangan untuk ibunya.
Karina mencium aroma masakan itu dan langsung mencicipinya.
"Ottoke?" tanya Aliza penasaran melihat ibunya yang membelalakkan mata setelah suapan pertama.
"Enak! Asli, ini enak banget!" seru Karina dengan antusias.
Mendengar itu, Aliza langsung tersenyum puas. Dia ikut mencicipi masakannya dan ternyata memang rasanya enak.
"Hahaha! Aliza udah siapin juga buat Appa sama Bang Nathan. Kalau ada yang ambil porsi ini, bakal berurusan sama Aliza, oke?" ucapnya sambil bercanda.
Karina tertawa kecil dan mengangguk. "Iya, iya. Cepat siap-siap sana!"
Aliza langsung berlari ke atas untuk bersiap-siap. Karina menatap piring di depannya sambil tersenyum kecil.
"Anak gue udah gede aja. Bikin sarapan buat pacarnya," gumamnya sambil melanjutkan makan.
---
Pagi itu, Aliza berangkat lebih awal dari biasanya. Jam setengah tujuh, dia sudah meninggalkan rumah. Padahal, biasanya dia baru pergi lewat pukul tujuh. "Kepagian banget," pikir Aliza, sambil menutup pintu mobil dengan semangat. Dia segera masuk ke koridor dan melewati lorong menuju aula, tempat Diva biasa berada.
Namun, Aliza terkejut melihat suasana. Jam segini, sudah banyak orang yang berkumpul. “Rajin banget mereka,” gumam Aliza sambil menggelengkan kepala.
Saat masuk ke aula, dugaannya benar. Di sana ada Diva yang terlihat sibuk memperhatikan beberapa kertas. Tapi, ada satu hal yang menarik perhatian Aliza—Dania ada di situ juga. Tanpa ragu, Aliza langsung menghampiri mereka.
“Hai!” sapanya ceria. Diva dan Dania langsung menoleh. Mereka melihat Aliza yang berdiri di depan mereka, membawa kotak sarapan. Namun, pemandangan itu membuat Aliza terdiam. Dia melihat Dania sedang menyuapi Diva.
Aliza tahu betul, Diva tahu bahwa hari ini dia membawa sarapan khusus untuknya. Tapi, kenapa Diva malah menerima suapan dari Dania?
“Ngapain lo ke sini?” tanya Dania, tatapannya sinis.
Aliza tersenyum kecil, lalu beralih melihat Diva.
“Kak Diva, sudah sarapan?” tanyanya, mencoba bersikap biasa.
Diva mengangguk pelan.
“Oh.” Aliza tersenyum pahit. Dengan kecewa, dia berbalik hendak pergi. Namun, Diva menahan langkahnya.
“Lo bawa sarapan buat siapa?” tanya Diva sambil berdiri.
Dania ikut berdiri, menatap Aliza dengan tatapan tajam.
Aliza menoleh, matanya mulai berkaca-kaca. Dia kembali mendekat, lalu memberikan kotak sarapan itu kepada Diva.
“Ini sarapan buat Kak Diva. Kalau Kak Diva nggak suka juga nggak apa-apa, kok. Mau dikasih ke orang lain juga terserah, yang penting Kak Diva udah nerima dari Aliza,” ucapnya pelan. Aliza kembali berbalik untuk pergi. Namun sekali lagi, Diva menahannya.
“Tunggu.” Diva mengambil tasnya, lalu menarik tangan Aliza.
“Mau ke mana, Kak? Ini aku bikin sar—” Aliza belum selesai bicara, Diva sudah memotong.
“Dari tadi gue nggak nerima sarapan dari lo. Lo yang maksa gue makan,” katanya tegas sambil terus menarik Aliza keluar aula.
Dania menatap mereka dengan kesal, sementara Aliza tak bisa menyembunyikan senyum kemenangannya, meledek Dania dengan pandangan penuh kemenangan.
---
Di belakang sekolah, Diva dan Aliza duduk di bangku panjang yang terlindungi bayangan pohon besar. Diva membuka kotak sarapan yang Aliza bawa. Dia tersenyum, lalu menatap Aliza.
“Makasih udah bikinin sarapan buat gue. Gue hargai banget. Tadi subuh gue lihat lo ke pasar buat beli bahan, ya?” ucap Diva dengan nada tulus.
Aliza mengangguk kecil, walau dalam hati dia sedikit kecewa hanya dianggap menghargai usahanya.
“Terima kasih, Kak, sudah menghargai makanan dari Aliza. Enak, nggak?” tanyanya hati-hati.
Diva mengangguk sambil tersenyum. “Enak banget. Bumbunya pas banget!”
“Kak...” panggil Aliza ragu-ragu.
“Hm?” Diva menatapnya.
“Kakak sama Kak Dania pacaran?” tanya Aliza dengan suara pelan, takut mendengar jawabannya.
Diva menggelengkan kepala. “Nggak. Dania itu saudara gue.”
Mendengar itu, Aliza tersenyum lega.
“Kakak selalu sarapan sama Kak Dania?” tanyanya lagi.
“Dia yang maksa,” jawab Diva santai sambil menutup kotak bekalnya.
“Makasih, Aliza.” Diva menatapnya sambil tersenyum.
Aliza terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. “Sama-sama, Kak.”
Melihat Diva tertawa kecil membuat Aliza merasa jantungnya hampir berhenti. Manis banget!, pikirnya dalam hati.
---