Alea baru mengetahui dirinya hamil saat suaminya telah pergi meninggalkannya. Hal itu di sebabkan karena sang suami yang kecewa terhadap sikapnya yang tak pernah bisa menghargai sang suami.
Beberapa bulan kemudian, mereka kembali bertemu. Suami Alea kini menjadi seorang CEO tampan dan sukses, suaminya secara tiba-tiba menemuinya dan akan mengambil anak yang baru saja dia lahirkan semalam.
"Kau telah menyembunyikan kehamilanmu, dan sekarang aku datang kembali untuk mengambil hak asuh anakku darimu,"
"Jangan hiks ... aku ... aku akan melakukan apapun, tapi jangan ambil putriku!"
Bagaimana selanjutnya? apakah Ady yang merupakan suami dari Alea akan mengembalikan putrinya pada ibu kandungnya? ataukah Ady akan mengambil putri Alea yang baru saja dia lahirkan semalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23: Ada apa dengan Ady?
Jam makan siang, Ady kembali pulang ke kediaman Dominic. Dengan wajah kesal, Ady bergegas masuk tanpa menghiraukan sapaan para pembantu dan penjaga.
"Bi Alea titip Ara sebentar yah, Alea mau ke supermarket dulu. Popok Ara habis soalnya," ujar Alea.
"Eh iya non, sini neng Ara sama bibi aja dulu," ujar bi Ani.
Alea menyerahkan Ara yang tengah tertidur pada bi Ani, setelahnya dia akan beranjak pergi. Namun, Ady tepat di belakangnya dan menarik tangannya secara kasar.
"Mas, kamu apa-apaan sih mas ... sakit mas," ujar Alea.
Ady tak memperdulikannya, dia membawa Alea ke kamar mereka. Bi Ani yang panik pun segera pergi menuju kamar Siska, dia mengetuk pintu itu dengan keras.
Tok!
Tok!
Tok!
Cklek!
"Kenapa sih bi? kok ketuknya gak santai gitu,?" ujar Siska sedikit kesal.
"Itu non, si Aden pulang-pulang mukanya kelihatan marah. Terus narik tangan non Alea ke kamar, kasar banget non sampe kesakitan gitu," terang bi Ani.
Siska merasa terkejut, dia tau jika Ady marah pasti pria itu akan melampiaskannya. Siska pun segera berlari menuju kamar Ady, dia mengetuk keras pintu Ady dan terdengar suara teriakan Alea.
"Ady buka pintunya! Alea ketakutan Ady!" panik Siska.
PRANG!
"AAAAA! mas hiks ... mas ku mohon sudah hiks ... tangan mas berdarah," isak Alea.
Siska mengambil ponselnya, dia mencari kontak suaminya untuk di hubungi. Siska pun menelpon suaminya dan tak lama sambungan itu terjawab.
"Halo," sahut dari sana.
"Halo mas, dengerin aku! Ady, Ady gak tau kenapa dia pulang tiba-tiba marah. Terus ini dia bawa Alea ke kamar dan terdengar pecahan dari dalam, mas aku mohon kamu pulang yah," ujar Siska.
Setelah Nando mengatakan bahwa dirinya akan pulang, Siska pun mematikan ponselnya. Dia meminta pembantu lain agar mencari kunci cadangan, tetapi nihil sepertinya Ady telah mengambil kunci duplikat kamarnya.
"Mamah mana bi?" tanya Siska yang panik.
"Nyonya tadi pergi arisan sama temennya non sama nyonya besar juga," terang bi Ani.
Siska berusaha memikirkan siapa lagi anggota keluarganya yang ada disini.
"Kakek? kakek mana?" tanya Siska.
"Lah kan tuan besar berangkat ke kantor non," ujar bi Ani.
Siska sungguh kesal, dia berusaha membuka pintu itu dan terus memukulnya. Tak lama, Nando pulang dan mendekati kamar Ady.
"Mas," ujar Siska kala melihat suaminya.
"Kunci cadangan?" tanya Nando.
"Gak tau, kuncinya gak ada. Tadi aku ...,"
BRAK!
"MAS!"
Kini terdengar suara barang yang terjatuh, Siska dan Nando semakin khawatir. Nando pun berusaha untuk membujuk Ady yang sedang tak dapat mengontrol emosinya.
"Bi, cubit Ara bi," pinta Nando kala mendapat ide cemerlang.
"Hah?!" bingung bi Ani.
Nando berdecak sebal, dia mengambil paksa Ara dari gendongan bi Ani dan mencubitnya pelan. Tak lama Ara menggeliatkan badannya, dia terbangun dan menangis kencang.
"OEEKK ... OEEEKK ... OEEEKKK,"
Tok!
Tok!
"Ady kau dengar? Ara menangis ketakutan, berhentilah! Ara membutuhkan ibunya, dia lapar Ady!" seru Nando.
Terdengar suara senyap dari dalam kamar Ady, Nando dan Siska pun saling tatap. Selang beberapa menit kemudian, akhirnya pintu kamar Ady terbuka.
Tampak Ady terlihat sangat kacau, darah tercetak jelas di kedua tangannya. Bahkan kini pria itu tak menghiraukan kaca yang menancap di tangannya.
"Serahkan Ara," ujar Ady dengan nada lirih dan dingin.
Nando menggeleng, bagaimana mungkin dia menyerahkan Ara pada Ady dengan keadaan seperti itu?
"Keadaanmu sangat kacau, panggil Alea saja," ujar Nando.
Ady menggeser tubuhnya, dia memberikan Alea tempat untuk melihat putri mereka. Alea pun langsung mengambil Ara dari gendongan Nando dan menciumi putrinya itu dengan tubuh gemetar.
Siska pun mengajak Alea ke ruang tengah, sedangkan Nando akan berbicara dengan Ady.
"Alea, kenapa Ady seperti itu?" tanya Siska dengan pelan.
Alea belum menjawab, dia masih memposisikan bayinya agar segera dia susui. Setelah di pastikan Ara menyedot asinya, Alea pun menatap Siska dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku gak tau hiks ... dia narik aku ke kamar, terus dia berantakin meja rias. Abis itu dia mukul cermin dengan keras, bahkan meja rias dia rubuhkan begitu saja. Aku seperti melihat Ady yang berbeda kak, aku takut," ujar Alea dengan terisak.
Siska memeluk adik iparnya, dia mengelus pelan punggung bergetar itu dan memberi kekuatan.
"Kamu sabar dulu yah, mas Nando lagi coba bujuk Ady," ujar Siska.
Alea pun mengangguk, dia bukan takut Ady mencelakainya. Namun, dia takut Ady melukai diri sendiri tepat di hadapannya.
Sedangkan Nando, kini pria itu tengah menatap Ady yang tengah duduk sambil melipat kakinya ke depan. Wajah pria itu terlihat sangat kacau, bahkan tatapan kosong hanya Ady layangkan pada marmer.
"Ady, kenapa kau tak bisa mengontrol emosimu. Ku kira kau sudah bisa menguasai kemarahanmu, jika terus begini kau bisa dikatakan tempramental Ady!" marah Nando.
"CEPAT KATAKAN PADAKU APA YANG TERJADI PADAMU!" sentak Nando sambil mengguncang bahu Ady.
Seketika Ady menoleh, dia menatap abang iparnya itu dengan pandangan terluka.
"Bang, anakku bukan anak haram kan? aku juga tidak menjadikan Alea wanita penghasil anak kan?" tanya Ady dengan lirih.
"Tentu saja tidak! kau berbuat hal itu setelah kau dan Alea menikah, tentu saja Ara anak hasil sebuah pernikahan." geram Nando yang sangat kesal dengan pertanyaan Ady.
Ady bangkit dari duduknya, dia mendekati nakas dan mengambil Ipad dari sana. Setelahnya Ady memperlihat sesuatu pada Nando, Nando yang melihat hal itu seketika menjadi marah.
"Siapa yang membuat berita bodoh seperti ini?!" tanya Nando.
Ady menggeleng, dia menduduki dirinya di pinggiran kasur. Pikirannya berkecamuk karena banyak sekali orang yang berkata jika putrinya adalah anak haram.
"Ady dengarkan abang! yang tau jelas Ara itu lahir adalah kau, kau yang tau jelas tentang putrimu. Bukan media atau siapapun! bukan begini caranya kau marah Ady," ujar Nando memberi nasehat pada adik iparnya itu.
"Bang, mereka bilang putriku anak haram. Padahal yang mereka bicarakan adalah suatu kebohongan, putriku akan sedih," lirih Ady.
Nando menghela nafasnya kasar, dia keluar kamar untuk mencari keberadaan Alea serta istrinya.
Tatapannya melihat Alea dan Siska yang sedang berada di ruang tengah, sepertinya Ara sudah tertidur sehingga kini Alea dan Siska sibuk mengobrol.
"Alea,"
Alea menoleh, dia berdiri dan menatap Nando dengan sendu.
"Lebih baik kau berikan Ara pada Siska, setelahnya temui suamimu," ujar Nando.
Alea mengangguk, dia menyerahkan Ara yang kembali tertidur pulas dengan Siska. Setelahnya Alea berjalan menuju kamarnya dan suaminya.
Tatapan Alea jatuh pada sosok Ady yang tengah menjambak rambutnya, ini bukan Ady yang dirinya kenal. Sosok Ady yang dirinya kenal adalah seorang pria yang selalu tenang dan menyikapi masalah dengan kepala dingin. Bukan seperti ini, pria yang emosional.
"Mas," panggil Alea dan berusaha memberanikan diri untuk mendekati Ady.
Ady mengangkat wajahnya, dia menatap Alea dengan berkaca-kaca. Setelahnya Ady memeluk Alea dengan erat, menumpahkan semua tangisannya.
"M-mas?!"