Zaky Wijaya diantara dua wanita bernama Zaskia dan Shannon. Kia sudah dikenal sejak lama dan disayangi laksana adik. Shannon resmi menjadi pemilik hati dalam perjumpaan di Bali sebelum berangkat ke Zurich.
Hari terus bergulir seiring cinta yang terus dipupuk oleh Zaky dan Shannon yang sama-sama tinggal di Swiss. Zaky study S2 arsitektur, Shannon bekerja. Masa depan sudah dirancang namun komitmen berubah tak sejalan.
"Siapanya Kia?" Tanya Zaky dengan kening mengkerut. Membalas chat dari Ami, sang adik.
"Katanya....future husband. Minggu depan khitbah."
Zaky menelan ludah. Harusnya ikut bahagia tapi kenapa hati merasa terluka.
Ternyata, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyimpulkan rasa sayang yang sebenarnya untuk Kia. Dan kini, apakah sudah terlambat?
The romance story about Kia-Zaky-Shannon.
Follow ig : authormenia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sehari Sebelum Berangkat
Zaky terjaga seketika saat sebuah benda lumayan berat menimpa punggungnya. Padahal lagi enak tidur siang dengan posisi miring memeluk guling. Mengganti waktu semalam usai begadang dengan teman SMP berjumlah lima orang di rumahnya. Reuni kecil-kecilan hingga jam satu dini hari. Mata bersiap terpejam lagi. Namun napasnya sedikit sesak sebab mendapat tekanan di punggungnya. Ia menggeliat dan beralih mengungkung tubuh orang yang sudah mengganggu tidurnya.
"Om, bangun ada tamu. Awasss!" Anak itu memberontak di dalam kungkungan tubuh kekar Zaky. Dia adalah Pasha, keponakan ketiga yang berusia tiga tahun. Terlahir dari pasangan Aul dan Panji.
"Gak bisa kabur. Pasha udah gangguin Om. Harus dihukum." Zaky menggesekkan hidung di leher Pasha sehingga sang keponakan tertawa geli.
"Ampuuun, Om. Ha ha ha." Pasha memberontak dengan sekuat tenaga. Yang akhirnya berhasil menyembul dari ketiak Zaky. "Om halus bangun ada tamu. Cepetan kata Nenek."
"Siapa tamunya?" Zaky menutup mulut yang sedang menguap. Sekali lirik melihat jam digital di nakas menunjukkan pukul dua siang. Berarti sudah tidur satu setengah jam. Cukup kenyang.
"Ate....lupa lagi." Pasha menggeleng. Ia masih betah berada di kasur sambil loncat-loncat. Merasa senang tubuhnya memantul.
"Ate Ami?"
"Bukan. Ate Ami di Jakalta dong."
"Ate Padma?"
"No no no." Pasha menggeleng sambil tetap loncat-loncat.
"Owh, berarti Ate Aul ya." Zaky sengaja memeletkan lidah menggoda Pasha.
"Ihhhh bukan. Itu Bunda aku." Dan Pasha dengan sengaja menjatuhkan tubuh menimpa perut Zaky sehingga omnya itu mengaduh lalu tertawa-tawa sebab digelitik.
"Eh, Pasha. Disuruh manggil Om malah main-main. Zaky, tuh ada Kia." Suara Ibu Sekar terdengar dari ambang pintu yang terbuka setengahnya. Geleng-geleng kepala.
"Kenapa gak bilang ada Ate Kia gitu." Protes Zaky pada Pasha yang kemudian menggesekkan hidungnya ke ketiak bocah yang wajahnya lebih mirip Panji sehingga tergelak lagi. Barulah bangun dan melangkah ke kamar mandi. Sementara sang keponakan berlari keluar dari kamar.
Kia datang dengan menenteng satu goodie bag berisi makanan yang dibuatnya tadi pagi. Sesuai harapan Ami dulu. Kalau tiap mudik ke Tasik, tolong main juga ke Ciamis menengok Ibu. Dan ia melakukannya dengan senang hati sejak lama. Jadi sudah tidak canggung dengan kedekatannya dengan Ibu Sekar serta hingga sama asisten rumah tangga yang ada di rumah itu.
Kia bergabung dengan Aul dan Ibu Sekar yang sedang mengemas makanan awet untuk bekal yang akan dibawa Zaky besok. Kakaknya Zaky itu sambil bertanya tentang kuliahnya. Ia jawab dalam suasana santai.
"Eh ada Kia. Emang kapan mudik?" Zaky bergabung dengan duduk di kursi menghadap mini bar. Dapur selalu menjadi tempat favorit berkumpul. Bukannya ruang tamu.
"Tadi malam. Aa jadi keganggu ya tidurnya. Padahal aku udah ngelarang Pasha jangan bangunin Aa." Kia menatap wajah Zaky diiringi senyum mesem. Masih terlihat wajah bantal sisa bangun tidur meski sudah cuci muka. Tapi gantengnya gak berkurang, batinnya.
"Gak papa. Emang udah hampir dua jam tidurnya. Pulang kok gak ngabarin sih?" Zaky melangkah menuju kulkas dengan membawa gelas kosong. Ingin minum air putih dingin.
"Hehe. Kan surprise. Nih...aku bikin kentang mustofa. Sama ada dendeng dari Mamah. Rasanya nggak tau cocok apa enggak di lidah Aa." Kia menyodorkan goodie bag hitam ke hadapan Zaky yang kembali duduk di tempat semula.
"Wuih. Makasih...makasih. Makanan dari Kia gak pernah gagal. Always delicious." Zaky tersenyum simpul. Senyum manis andalannya.
"Makanan udah semua tuh, Zak. Tinggal packing." Ucap Aul yang kemudian mengejar Pasha yang pergi menuju kolam ikan.
"Oke. Mau bantuin, Kia?" Zaky membawa sebagian makanan yang menumpuk di meja marmer.
"Boleh." Kia mengekori langkah Zaky menuju ruang keluarga dengan membawa sisa makanan yang tidak muat di tangan Zaky. Sudah ada dua koper besar yang satunya masih terbuka. "Bawa mie instan juga nih?" sambungnya usai melihat deretan mie di dalam koper yang dikemas kedap
"Buat obat kangen kalau pengen mie. Gak banyak kok cuma dua belas. Sebulan satu kali. Boleh ya ya," ujarnya diiringi kekehan.
Kia pun terkekeh. "Sama aku juga belum bisa lepas dari godaan mie instan. Paling banter sebulan sekali juga."
Urusan mengemas makanan diantaranya ada telor asin yang kuat sampai dua minggu, abon sapi asli dan galendo khas Ciamis, serta makanan awet lainnya, sudah selesai. Itu artinya dua koper besar sudah siap ditenteng besok ke Jakarta.
"Kia kapan masuk kampus lagi?" Ibu Sekar bergabung duduk di sofa dengan membawa sepiring pisang bakar toping keju.
"Nanti Senin, Bu."
"Kalau gitu besok ikut juga ngantar Zaky ke Jakarta. Sabtu sore Ibu pulang lagi ke Ciamis kok. Mau?"
"Hm, gimana ya?" Kia terlihat berpikir.
"Kalau santai ikut dong, Kia. Nanti ketemu Ami sama Moci juga. Bakal ngumpul di rumah Teh Puput." Zaky mendukung ucapan Ibu. Sorot mata penuh harap.
"Kalau aku sama Kak Panji gak bisa ikut nganter ya. Besok mau ke Bandung. Iya Kia mending ikut aja." Celetuk Aul yang datang bergabung dengan menuntun Pasha.
Karena dukungan tiga orang itu, Kia pun mengangguk setuju. Hanya sampai Ashar dirinya berada di rumah Ibu Sekar. Usai.makan bareng mie ayam di teras belakang, ia pamit pulang dengan mengendarai motor. Dan nanti malam akan ketemu lagi Zaky di kios nasi goreng.
***
Zaky menuju Tasik selepas magrib mengendarai mobil Jazz putih kesayangannya. Sudah janji terhadap Daffa dan Riva kemarin. Ditambah terhadap Kia tadi sore, bahwa ia akan datang berpamitan kepada Pak Idrus dan Bu Dewi, orang tuanya Kia.
Tiba di kios nasi goreng Kabita, terlihat sudah ada beberapa orang yang makan. Daffa yang melihat kedatangannya langsung berseru girang.
"A', mau makan sekarang?"
"Boleh. Lesehan ya, Daf." Zaky tak lupa menyapa Bapaknya Kia yang sedang sibuk mengaduk nasi goreng di wajan penggorengan berukuran cukup besar. Percakapan singkat saja agar tidak mengganggu fokus tes rasa. Sangat dimaklum belum bisa bersalaman.
"Asiap, A." Sahut Daffa di sela cekatannya menambahkan irisan mentimun dan tomat serta taburan bawang goreng di atas beberapa cup nasi goreng yang akan dibawa pulang oleh pembeli. Ada seorang pegawai yang juga cekatan menyiapkan toping nasi goreng sesuai pesanan.
[Kia, Aa udah di nasgor]
Sebuah pesan dikirimkan Zaky sesuai permintaan Kia yang meminta konfirmasi jika sudah sampai. Ia duduk santai di tikar yang terhampar di teras toko yang sudah tutup. Pandangannya terarah ke layar penutup lapak yang gambarnya adalah hasil desainnya dulu waktu Kia masih SMA. Tersenyum samar. Merasa bangga hasil karyanya masih setia digunakan hingga sekarang.
Dari berjualan nasi goreng, bisa menyekolahkan tiga orang anak. Pintar-pintar lagi. Berkah.
Zaky tulus memberi pujian dalam hati. Hingga pandangannya teralihkan dengan kedatangan Kia dan mamanya. Berboncengan. Segera beranjak bangun dari duduknya. Menghampiri dua orang yang baru turun dari motor. Saling sapa bertanya kabar dengan mamanya Kia.
"Bu, saya kesini sekalian silaturahmi, sekalian mau pamitan juga mau lanjut kuliah di Swiss, sekalian minta izin mau ngajak Kia ikut ke Jakarta besok." Ucap Zaky dengan gestur sopan.
"Iya Kia udah cerita. Saya dan Bapaknya Kia izinkan. Semoga lancar dan sehat selalu, ilmunya berkah ya, Aa." Ibu Dewi tulus mendoakan.
Selanjutnya Zaky ditemani Kia duduk lesehan. Ibunya Kia masuk ke lapak untuk membantu Bapak.
"Aa, boleh tanya gak?" Tanya Kia setelah melihat Zaky menyimpan ponsel di pangkuan selesai membalas pesan sambil senyum-senyum.
"Tanya aja, Kia. Kamu masih saja sungkan. Kayak baru kenal kemarin aja. Coba udah berapa tahun kita kenal dan akrab." Zaky geleng-geleng kepala melihat Kia yang cengengesan dan meringiskan wajah.
zaky sedekat itu sama ibu. gak pakai malu merayu istri di hadapan ibu. love love buat semua.
vcs gak perlu setiap hari biar ada kangen2 yg menggigit gitu.
lanjut lagi merencanakan acara resepsinya. ok... lanjutkan.
bapaknya Kia juga sehat terus ingatan pak Idrus kembali pulih.
abis itu aku ditarik ke kmr /Smile//Shy//Shhh//Smirk//Applaud/