Terpaksa Menikah Dengan Mas Duda

Terpaksa Menikah Dengan Mas Duda

bab 1

“Pengantin prianya belum sampai, ya?”

“Padahal udah mau dimulai, tapi pengantin prianya belum datang,”

“Jangan-jangan… .”

Arumi memejamkan matanya untuk meredam amarah di dalam dadanya. Suara sumbang beberapa tetangganya yang menanyakan keberadaan calon suaminya membuat wanita itu dilanda kebingungan. Arumi juga tidak tahu pasti keberadaan Vino. Beberapa kali wanita berkebaya putih itu menghubungi calon suaminya bahkan calon mertuanya, tetapi hasilnya nihil. Bahkan saat ini nomor teleponnya sudah tidak aktif lagi.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, itu berarti masih ada sisa waktu tiga puluh menit untuk memulai acara akad nikahnya.

Dimas dan Tari berjalan menghampiri Arumi yang tengah duduk sendirian di ruang tengah—menunggu kedatangan Vino—menanyakan keberadaan Vino yang tidak kunjung tiba padahal acara akan segera dimulai.

“Apa sudah ada kabar dari Vino, Rum?” tanya Dimas. Kemudian turut duduk di samping Arumi bersama sang istri.

“Belum, Yah. Bahkan nomor teleponnya sekarang tidak bisa dihubungi. Apa terjadi sesuatu sama mereka, ya, Yah? Tidak biasanya Mas Vino kayak gini.”

Arumi tidak bisa menahan bendungan air matanya yang mulai meloloskan diri dari pelupuk matanya, turut menghapus riasan yang sudah sempurna menjadi sedikit berantakan. Dada wanita itu berdegup kencang, membayangkan sesuatu yang tidak seharusnya hadir di saat yang seperti ini.

“Tidak mungkin, Rum. Kalaupun ada sesuatu di jalan, pasti Ayah akan tahu. Ayah sudah meminta beberapa tetangga buat ngecek jalanan ke arah rumah calon suamimu, tapi hasilnya nihil. Bahkan ada yang sampai di sana, tapi keadaan rumahnya sangat sepi. Rum, kenapa perasaan Ayah jadi tidak enak begini, ya?”

Tari, sang ibu, yang sedari tadi duduk menyimak keduanya pun menghela napas panjang. Terlihat jelas dari raut wajahnya, jika ia tengah memikirkan banyak hal.

“Inilah yang Ibu khawatirkan, Rum. Dari awal Ibu kurang yakin sama Vino, terlebih perbedaan kasta dan sikapnya yang menurut ibu kurang baik. Sekarang bagaimana? Bahkan acara yang seharusnya dimulai, tapi tak kunjung terlaksana karena Vino nyatanya belum juga sampai di sini,” ungkap Tari sendu.

Sebagai seorang ibu, Tari juga merasa sedih dan sakit ketika harapan putri sulungnya harus hancur oleh pria yang begitu diperjuangkan.

“Mas Vino pasti datang, kok, Bu. Mungkin sedang terjebak macet aja di jalan,” ungkap Arumi menahan sesak di dadanya.

Seorang pria paruh baya tampak mendekat ke arah mereka yang tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing.

“Ada apa, Pak Suryo?” tanya Dimas.

“Pak Dimas, di depan ada tamu dari pihak laki-laki. Tapi mereka seperti orang kebingungan di depan, Pak,” beritahu Pak Suryo, tetangga Arumi.

Dimas mengangguk dan beranjak dari duduknya.

“Kamu tunggu di sini, Ayah akan temui mereka dulu,” pamit Dimas pada Arumi.

Arumi yang tengah menunduk sedih seketika mendongak disertai senyuman tipis yang kembali menghiasi wajahnya. Sementara Tari memilih untuk mengikuti sang suami yang sudah bergegas keluar untuk menemui tamu mereka.

Dimas dan Tari berjalan beriringan menuju ke teras rumah. Di sana tampak sepasang paruh baya tengah duduk di kursi tamu, sementara seorang pria di sebelah keduanya tampak sibuk berbicara pada seseorang di balik telepon.

“Apa? Bagaimana bisa kamu batalin pernikahan kamu begitu saja. Aku dan kedua orang tuaku bahkan sudah sampai di rumah calon istrimu, tapi kamu malah bertingkah seperti ini? Katakan, di mana kamu sekarang, Vino!”

Hening, pria muda itu tengah mendengarkan jawaban dari seberang sana.

“Jangan membual, ini nggak lucu sama sekali Vin! Halo, Vin? Vino!”

“Dasar pec*undang!” umpat Narendra.

Dimas dan Tari yang tengah berjalan menghampiri tamu mereka seketika menghentikan langkahnya dan saling bertatapan seakan saling bertanya melalui netranya.

Ucapan pria asing di depannya terasa seperti sengatan listrik yang membuat aliran darah keduanya terhenti. Dimas mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih, kemudian kembali melangkah menghampiri keluarga dari calon menantunya. Sungguh, keduanya berharap berita yang mereka dengar hari ini hanyalah mimpi semata.

“Apa maksud ucapan kamu? Apa benar, Vino membatalkan pernikahannya?” Dimas bertanya dengan nada yang cukup tinggi.

Ketiga orang itu segera menoleh ke arah Dimas, mereka segera beranjak dari duduknya dan menatap satu sama lain dengan intens.

“Anda ini-”

“Saya Ayahnya Arumi, calon mertuanya Vino. Apa benar yang kamu ucapkan tadi? Di mana sekarang Vino dan keluarganya, kenapa hanya kamu dari pihak Vino yang datang ke sini?” tanya Dimas dengan menggebu-gebu.

Hati orang tua mana yang tidak sakit ketika mendapati kabar jika calon suami putrinya ternyata membatalkan pernikahannya secara sepihak bahkan tanpa pemberitahuan sekali pun.

“Baik, tenang dulu, Pak. Sebelumnya perkenalkan, saya Narendra sepupu jauh Vino, dan ini kedua orang tua saya.” ujar Narendra.

“Saya Bagas dan ini istri saya Dewi.” Kedua orang tua Narendra juga turut memperkenalkan diri.

Pria yang memperkenalkan diri sebagai Narendra itu pun menyalami Dimas dan Tari bergantian begitu juga dengan kedua orang tuanya. Beruntung Dimas dan Tari menerima uluran tangan ketiga tamunya itu.

“Sebenarnya begini, Pak. Awalnya pagi tadi kami mengunjungi kediaman Vino untuk berangkat bersama, tetapi setelah tiba di sana, ternyata keadaan rumahnya sangat sepi. Kami pikir mereka sudah berangkat lebih dulu, sehingga kami menyusul ke sini berbekal alamat yang tertera di undangan. Namun, begitu kami tiba di sini, kami tidak menemui keluarga kami yang lainnya.” Narendra mencoba mengatur napasnya yang turut sesak setelah mendapatkan kabar dari Vino di seberang sana.

“Setelah saya mencoba menghubungi Vino beberapa kali, ternyata keluarganya tidak sedang berada di rumah dan tidak pula dalam perjalanan kemari, mereka pergi entah ke mana, bahkan Vino mengatakan akan membatalkan pernikahannya dengan Arumi karena dia tidak benar-benar mencintai calon istrinya,” pungkas Narendra.

Prang! !

Semua orang menoleh ke sumber suara, mereka menatap Arumi yang sudah berdiri di samping pecahan gelas dengan raut terkejutnya.

“Arumi!” pekik Dimas kala melihat tubuh Arumi yang tiba-tiba ambruk.

Beruntung di sekitar Arumi ada beberapa tetangga yang meraih tubuhnya sehingga wanita itu tidak terjatuh menimpa pecahan gelas yang masih berserakan.

Dimas segera menggendong tubuh putrinya yang tengah pingsan masuk ke dalam rumah, diikuti sang istri, Narendra, serta kedua orang tuanya.

Keadaan pagi itu berubah menyedihkan setelah mendapat kabar jika Vino membatalkan pernikahannya secara sepihak bahkan tepat di hari yang sudah ditentukan. Berita pembatalan itu langsung menyebar hingga membuat Dimas dan Tari harus menanggung malu atas sikap calon menantunya.

Selang sepuluh menit kemudian barulah Arumi tersadar dari pingsannya. Begitu ia teringat hal yang membuatnya pingsan, wanita itu langsung menangis tersedu-sedu di dalam dekapan sang ayah.

“Yah, kenapa semua ini harus terjadi sama Arumi? Memangnya Arumi salah apa sampai Mas Vino membatalkan pernikahan kami? Arumi harus apa, Yah?” Arumi tergugu hingga membuat semua orang yang berada di sana turut merasakan kepiluannya.

Saat ini bukan hanya rasa kecewa yang dirasakan Arumi, melainkan juga rasa cemas yang berlebihan akan suatu hal.

Dimas hanya mampu mengusap punggung putrinya dengan lembut. Pria itu juga sangat kecewa, bahkan ingin sekali mematahkan leher Vino, tetapi melihat putrinya yang hancur, pria itu memilih meredam amarahnya yang sebelumnya telah berkobar.

“Kamu tenang saja. Ayah pastikan kamu akan mendapatkan kebahagiaan setelah ini, Sayang.”

Sementara Narendra dan kedua orang tuanya yang tengah menunggu di ambang pintu kamar Arumi memilih menyingkir terlebih dahulu. Mereka ingin memberikan ruang untuk Arumi yang saat ini tengah merasakan kehancuran.

Narendra mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ada gejolak di dalam dadanya yang terasa ingin meledak setelah mendengar ucapan Arumi barusan. Meski keluarganya dengan keluarga Vino tidak terlalu dekat, tetapi mereka turut malu dengan tingkah laku Vino dan keluarganya.

Pria itu lantas merogoh saku celananya, mengambil ponselnya, dan mengetikkan sebuah pesan pada seseorang.

Terpopuler

Comments

Tutik Sriwahyuni

Tutik Sriwahyuni

diawal cerita sivino udah bikin gedeg nih

2024-04-25

3

Nina Isyana

Nina Isyana

nyebelin banget Vini nih....Yaqiiin!!!

2024-04-25

1

Ida Sriwidodo

Ida Sriwidodo

Mampiir kk...🙏

2024-04-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!