Salwa Nanda Haris, anak sulung dari pasangan Haris dan Raisya. Salwa menolak perjodohannya dengan Tristan, pria yang berstatus duda anak satu.
Awalnya Salwa sangat menolak lamaran tersebut. Ia beralasan tak ingin dibanding-bandingkan dengan mantan istrinya. Padahal saat itu ia belum sama sekali tahu yang namanya Tristan.
Namun pernikahan mereka terpaksa dilakukan secara mendadak lantaran permintaan terakhir dari Papa Tristan yang merupakan sahabat karib dari Haris.
Sebagai seorang anak yang baik, akhirnya Salwa menyetujui pernikahan tersebut.
Hal itu tidak pernah terpikir dalam benak Salwa. Namun ia tidak menyangka, pernikahannya dengan Tristan tidak seburuk yang dia bayangkan. Akhirnya keduanya hidup bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nenek jahat
Setelah menyuruh Bi Lastri, Tristan dan Salwa pergi ke kamar Khumairah. Di sana ada Encus dan Khumairah sedang asyik membuka kado.
"Wah, kadonya banyak ya, Sayang?"
"Iya, Bunda! Ira jadi bingung mau taruh dimana?"
"Nanti biar dipisahin dulu, bonekanya taruh di kamar nggak pa-pa!"
"Oh iya, Nenek udah pulang?"
"Belum, Neneknya nginep kok!"
"Oh.. Iya!"
Entah kenapa Khumairah sepertinya kurang suka dengan kehadiran Neneknya.
"Ira kalau sudah capek, buka kadonya lanjutin besok saja! Bunda bantuin besok ya?"
"Iya, Bunda!"
Tristan menyuruh Salwa untuk masuk ke kamarnya.
"Kamu tidak usah menemui mereka lagi, aku tidak ingin mereka mengucapkan sesuatu yang menyakitimu! Aku tahu sedikitnya kamu pasti tersinggung dengan ucapan Ibu tadi!" Ujar Tristan sambil mengusap lengan istrinya.
"Iya, Mas!"
Tristan turun ke bawah menemui Bu Lani dan Roby. Ia memastikan keduanya mendapatkan kamar untuk menginap malam ini.
"Kalau Ibu dan Robi butuh sesuatu, panggil Bi Eni atau Lastri!"
"Iya, Tris! Mana Ira?"
"Ada di kamarnya! Nanti saat makan malam, Ibu bisa bertemu dengannya! Aku tinggal dulu!"
Tristan kembali lagi ke kamarnya. Sudah waktunya shalat isyak, ia dan Salwa shalat berjama'ah di dalam kamar.
"Mas, apa aku juga tidak boleh makan malam di meja makan?"
"Kalau bisa sih begitu!"
"Tapi kan, nggak enak! Masa ada tamu tapi nggak aku temui! Kamu tenang saja, Mas! Aku masih bisa menjaga perasaanku! Dan aku akan berusaha tetap tenang di hadapan mereka. Demi kamu dan Ira!" Salwa menggenggam tangan suaminya dan memberikan senyum manisnya.
"Ya sudah! Pakai cadarmu! Ayo kita turun!"
Salwa pun memakai cadarnya. Kemudian mereka pergi kamar Khumairah dan turun ke bawah.
"Bi Eni tolong panggil Ibu dan Roby untuk makan malam bersama kami!"
"Iya, Den!"
Bi Eni pun menjalankan tugasnya.
Tok
Tok
Tok
"Siapa?"
"Saya, Bu! Eni!
Bu Lani membuka pintu kamarnya.
"Ada apa?"
"Dipanggil Den Tristan untuk makan malam bersama, Den Robi juga!"
"Iya, sebentar lagi kami ke sana!"
Bi Eni meninggalkan kamar Bu Lani. Bu Lani pun mengajak Robi untuk makan malam.
"Hai cucu Nenek!"
"Hai, Nek!" Khumairah memaksakan senyumnya.
"Duduklah, Bu, Roby!"
Mereka pun duduk berdampingan. Bu Lani berhadapan dengan Salwa, dan Roby berhadapan dengan Khumairah. Sedangkan Tristan berada di tempat kursi paling ujung.
"Ira mau yang mana?"
"Nugget sama sayur kangkung, Bun!"
Salwa pun menyendokkan apa yang ditunjuk Khumairah ke piringnya.
"Jangan terlalu sering dikasih nugget! Itu makanan yang diawetkan, tidak baik untuk tumbuh kembang anak!" Ujar Bu Lani kepada Salwa.
"Nek, ini nugget sayur bikinan Bunda! Bunda yang bikin sendiri! Rasanya enak lho!" Celetuk Khumairah.
Bu Lani kalah telak lagi. Kali ini Salwa tidak perlu menjawab lagi.
"Sialan! Ira malah membelanya!" Batin Bu Lani.
"Silahkan dimakan, Bu! Tolong jangan bicara saat makan!" Ujar Tristan.
Bu Lani sangat kesal, namun ia berusaha untuk tidak terlihat kesal di hadapan cucunya.
Mereka pun selesai makan. Bu Lani mengajak Khumairah untuk tidur dengannya.
"Ira, tidur sama Nenek ya?"
"Em... bentar Ira pikir-pikir dulu!"
"Besok Nenek dan Om Ribu sudah mau pulang! Masa Ira nggak kangen sama Nenek?"
Khumairah meminta persetujuan Bundanya. Salwa mengangguk. Bu Lani yang melihat itu, semakin tidak menyukai Salwa.
"Iya, Nek! Ira mau tidur sama Nenek!"
"Iya, Sayang! Terima kasih!"
Bu Lani mengecup kening Khumairah.
Tristan dan Salwa kembali ke kamarnya.
"Mas, apa benar Bu Lani tidak menginginkan Ira lahir?"
"Lebih tepatnya ia menganggap kehadiran Ira menyebabkan kematian Nabila. Mungkin kalau saat itu Nabila mau menggugurkan Ira, kemungkinan Nabila bisa disembuhkan. Namun Nabila memilih mempertahankan Ira. Dan Ibu juga menyalahkan, karena dia menyangka kalau aku yang memaksa Nabila untuk tidak menggugurkan bayinya! Ibu belum bisa menerima takdir!"
"Huh... sebagai seorang Ibu, dia pasti tidak ingin kehilangan anaknya. Tapi di sisi lain, dia lupa ada Tuhan yang punya kehendak."
Akhirnya keduanya memejamkan mata dan tidur. Mereka merasa lelah seharian mengurus ulang tahun Khumairah. Tidak ada percintaan malam ini.
Di kamar Bu Lani.
Khumairah minta diceritakan masa kecil Mamanya. Bu Lani pun menceritakan tentang Nabila kecil sampai akhirnya Khumairah tertidur.
Keesokan harinya.
Tristan dan Salwa sudah selesai shalat shubuh. Berhubung hari ini hari minggu, mereka tidak ada kegiatan. Tristan mengajak Salwa lari pagi di sekitar rumah mereka.
Khumairah yang baru saja bangun tidur mencari keberadaan orang tuanya.
"Encus kemana Abi dan Bunda? Kenapa mereka tidak membangunkanku? Aku jadi tidak shalat Shubuh!" Ujar Kumairah. Nampaknya ia sangat kesal.
"Mereka pergi lari pagi, Non! Mungkin mereka kasihan karena lihat Non Ira tidurnya pulas banget!"
"Ira... sini sama Nenek!" Tiba-tiba Bu Lani muncul memanggil Khumairah.
Khumairah pun mendekati Bu Lani.
"Kenapa cucu Nenek ini cemberut?"
"Ira tidak Shalat Shubuh! Abi dan Bunda tidak bangunin Ira!"
Bu Lani tersenyum sinis.
"Ya begitu! Abimu pasti sudah tidak perduli lagi denganmu karena sudah ada orang baru!"
"Biasanya nggak gitu! Mungkin Abi kasihan lihat aku karena kecapean!"
"Ira, kamu mau ikut Nenek?"
Khumairah menggelengkan kepalanya.
"Kenapa?"
"Ira mau sama Abi dan Bunda."
"Dia bukan Ibumu! Dia orang lain dan bukan siapa-siapa! Dia pura-pura baik untuk mengambil hati Abimu! Ibu tiri itu jahat! Dia hnya akan berbuat baik jika ada maunya saja!" Bu Lani masih mencoba memprovokasi Khumairah.
"Tidak! Bunda orang baik! Nenek yang jahat!"
Khumairah kesal, ia berlari kembali ke kamarnya dan menutup kamarnya.
Brak
Terdengar suara pintu yang dibanting Khumairah. Ia pun mengunci pintu kamarnya.
Bu Lani mengejar Khumairah, ia mengetuk-ngetik pintunya.
"Ira, Ira! Buka pintunya! Nenek belum selesai bicara!"
Khumairah menangis di dalam kamarnya. Ia menutup wajahnya dengan bantal.
Bu Lani masih berusaha memanggil-manggil nama Ira.
"Ada apa ini, Bu?"
Tiba-tiba Tristan dan Salwa datang.
"E... itu, Ira sepertinya kesal karena kalian tidak membangunkannya!"
"Permisi, Bu! Biar aku yang mengurusnya!"
Bu Lani mundur.
Tok
Tok
Tok
"Ira, buka pintunya! Ini Abi! Maafkan, Abi! Tadi Abi tidak tega melihatmu tidur nyenyak sekali!"
Khumairah segera menghapus air matanya. Ia bangun dan membuka pintu.
"Abiii...!"
Khumairah memeluk kaki Abinya.
"Maafkan Abi ya? Lain kali Abi akan bangunin Ira! Jangan marah ya, Nak?"
Khumairah hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian ia beralih menatap Bundanya.
"Ira, hari ini Bunda mau bikin capcay! Kalau Bunda campur udang, nggak pa-pa ya?"
Mata Ira berbinar mendengar sayur favoritnya disebutkan.
"Boleh, Bunda! Ira nggak alergi udang kok! Ira alerginya sama kepiting!"
"Oke, kalau begitu Bunda mau shalat Dhuha dulu! Habis itu Ira boleh bantuin Bunda masak! Oke?"
"Oke, Bunda!"
Bu Lani masih berdiri di tempatnya mendengarkan obrolan mereka. Ia merasa mau dengan perhatian yang diberikan Salwa kepada Khumairah.
Bersambung....
...----------------...
Next ya kak
Bahasanya Sangat Sempura..
Ceritanya Suka Bgt...👍🏻😍😘
Bagus Baca Ceritanya Si Salwa...😘🤗