Setelah lulus SMA, Syafana menikah siri dengan kekasihnya yang baru saja lulus Bintara TNI-AD. Sebagai pengikat bahwa Dallas dan Syafana sudah memiliki ikatan sah. Pernikahan itu dirahasiakan dari tetangga maupun kedinasan.
Baru beberapa hari pernikahan siri itu digelar, terpaksa Dallas harus mengikuti pendidikan selama dua tahun. Mereka berpisah untuk sementara.
"Nanti setelah Kakak selesai pendidikan dan masa dinas dua tahun, kakak janji akan membawa pernikahan kita menjadi pernikahan yang tercatat di secara negara," janji Dallas.
"Kak Dallas janji, harus jaga hati," balas Syafana.
Namun baru sebulan masa pendidikan, Dallas tiba-tiba saja menalak cerai Syafana. Syafana hilang kata-kata, sembari melepas Hp nya ke ubin, tangan Syafana mengusap perutnya yang kini sudah ditumbuhi janin. Tangis Syafana pecah seketika.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Sakala Gugur
Sakala mengangkat motor dan tubuh Syafana satu per satu. Sayangnya kaki Syafana tidak bisa dipakai jalan. Sepertinya kaki Syafana terkilir. Wajah Syafana meringis kesakitan.
Saka meminta bantuan salah satu pegawai butik milik Syafana. Mereka berdua mengangkat tubuh Syafana dan dibaringkan di atas sofa.
Saka bingung melihat mamanya kesakitan. Dia tidak tega, sebelum berangkat ke kesatun, ia mencari dulu tukang urut, karena kalau tidak segera diurut, bisa-bisa kaki sang mama bengkak.
Dengan cekatan Sakala segera memacu motornya menuju seorang tukang urut di kampung itu yang jaraknya lumayan jauh sekitar satu kilometer.
Untung saja tukang urut itu ada di rumahnya. Seorang wanita paruh baya 50 tahun yang sudah kesohor di kampungnya sebagai tukang urut yang handal dan cepat menyembuhkan segala jenis keluhan di tubuh pasiennya.
Sakala segera membawa wanita paruh baya itu ke rumahnya supaya segera menangani sang mama yang kesakitan.
Tiba di rumah, Syafana ditemani salah satu pegawai butik yang mencoba menolongnya. Terlihat Syafana kesakitan.
"Mama, Saka bawa tukang urut," berita Saka sembari memberi ruang pada tukang urut itu untuk segera menangani sang mama.
Syafana sedikit terkejut, dia pikir tadi Sakala sudah pergi ke kesatuan untuk tes wawancara. Tapi, Saka malah didapati kembali dengan membawa seorang tukang urut.
"Ya ampun Saka, mama pikir kamu sudah pergi ke kesatuan. Pergilah, Ka. Bukankah hari ini kamu akan tes wawancara, mama tidak ingin kamu terlambat." Syafana mengingatkan diiringi wajah yang meringis, karena kakinya kini sudah mulai diurut.
"Sebentar lagi Saka berangkat, Ma. Saka tidak mau meninggalkan Mama dalam keadaan sakit," ujar Sakala penuh bakti.
"Sudah, sekarang Saka boleh pergi. Belum terlambat bukan?" balas Syafana sembari melihat jam di dinding.
Sakala masih belum beranjak, dia tidak mau mamanya masih kesakitan saat ia tinggalkan. Apalagi di rumah ini hanya mereka berdua yang tinggal, sejak nenek dan kakek Syafana atau kakek dan nenek buyut Saka meninggal lima tahun yang lalu secara berturut-turut. Sakala tidak akan pernah tenang apabila pergi meninggalkan sang mama yang sakit, meskipun di sampingnya berdiri butik sederhana sang mama yang sudah memiliki dua pegawai, tapi Saka tidak pernah berani menitipkan sang mama pada orang lain saat sakit.
"Saka, kamu pergi saja. Sudah, mama sebentar lagi baikan setelah diurut Mak Lulu," ujar Syafana meminta Saka untuk pergi. Di sini jelas terlihat, Syafana seakan sudah mendukung cita-cita Saka yang sempat ditentangnya.
Lagi-lagi Sakala bergeming, dia tidak mau beranjak dari tempatnya duduk dan masih setia menyaksikan sang mama diurut. Sesekali Syafana menjerit karena merasakan sakit. Hal ini membuat Sakala tidak tega.
Wangi minyak urut tercium dalam satu ruangan, sudah kurang lebih setengah botol kaki Syafana menghabiskan minyak urut yang dipakai mengurut oleh Mak Lulu.
Setelah satu jam, Syafana sudah tidak terlihat menjerit atau kesakitan, Sakala menjadi lega. Lantas Mak Lulu yang mengurut menyudahi pekerjaannya.
"Sudah, tidak ada tulang yang salah tempat. Tadi hanya keseleo dan memar sedikit. Besok sudah akan mendingan," ujar Mak Lulu.
Syafana lega mendengarnya, ia pun bangkit dan duduk dengan benar di sofa. Benar, kini kakinya tidak terlalu sakit seperti tadi. Kakinya sedikit enak dan hangat akibat dari minyak urut tadi.
Mak Lulu segera berpamitan, setelah diberikan uang jasa oleh Syafana.
"Terimakasih, Mak. Hati-hati pulangnya," ucap Syafana. Mak Lulu tersenyum sembari keluar dan memakai sendalnya. Sakala segera berpamitan dan memburu kunci motor, sepertinya ia akan pergi ke kesatuan, sementara jam di dinding sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi.
"Mak Lulu, biar Saka antar," ujar Sakala tidak tega melihat wanita tua itu berjalan melewati jalanan kampung yang hanya beralas tanah.
"Tidak perlu, Mak akan ke kampung sebelah. Di sana Mak mau menemui calon pasien," tolak Mak Lulu sambil berjalan meninggalkan rumah Syafana. Saka akhirnya membalikkan badan dan menghampiri sang mama yang menatapnya bangga.
"Saka, tidak jadi pergi?" Syafana menatap Sakala.
Sakala diam, sepertinya kalau dia pergi mungkin tidak akan keburu, karena wawancara sudah dimulai dari sejak tadi jam 9.00.
"Tidak, Ma. Sepertinya Saka sudah telat." Syafana tersentak, dia merasa bersalah, karena keadaannya tadi membuat Sakala tidak jadi berangkat.
"Sudah mama bilang, Saka tidak perlu mengkhawatirkan mama. Kenapa Saka tidak mau pergi, padahal mama sudah ditemani pegawai mama? Sekarang pergilah, sepertinya kamu masih belum terlambat. Berapa nomor punggung kamu, Ka?"
"20, dan nama Saka pasti sudah berulang kali dipanggil. Kalau dalam panggilan ke tiga Saka tidak muncul, maka Saka dinyatakan gugur," ujar Saka terlihat sedih.
Syafana mendesah, ia merasa menyesal kenapa pagi ini dirinya harus kena musibah, sehingga Sakala terlalu mengkhawatirkannya.
"Mama, minta maaf. Gara-gara mengkhawatirkan mama, kamu harus gugur dalam tes wawancara kali ini," ucap Syafana seraya meraih tangan Sakala dan menciumnya. Sungguh besar pengorbanan Sakala, sehingga ia rela mengorbankan tes itu berlalu dan gugur.
Sementara di kesatuan Ajenxxx, Kapten Dallas yang sudah hadir lebih awal untuk mengawal tes wawancara para siswa Catam hari ini, terlihat mondar-mandir. Dia begitu gelisah, karena Sakala belum ia lihat di kesatuan.
"Ke mana Catam itu, kenapa dia belum kelihatan? Padahal ini tes wawancara, tes yang paling menentukan. Ayo, datanglah Sakala," gumamnya seraya menatap ke arah gerbang, berharap Sakala datang.
"Bang, Catam bernomer punggung 20 atas nama Sakala, masih belum hadir. Kalau dia tidak datang, sayang sekali otomatis gugur. Padahal saya berharap, kembaran Abang bisa lolos Catam tahun ini," ujar Letnan Harimurti sangat menyayangkan.
"Sepertinya dia ada halangan. Padahal sayang sekali, hanya tinggal dua langkah lagi dengan pantokhir," balasnya menyayangkan. Kapten Dallas membalikkan badan, kini diriya seakan patah hati menunggu kehadiran Sakala yang tidak muncul-muncul.
Sampai tiba jam 15.00 Wib, tes wawancara pun selesai dilaksanakan. Catam yang tidak hadir, otomatis dinyatakan gugur. Dallas mengepalkan tangannya erat, dia kecewa Sakala tidak hadir.
"Kembaran Abang tidak hadir. Sayang sekali dia harus gugur. Padahal hanya tinggal dua langkah lagi. Sayang sekali," ujar Letnan Harimurti benar-benar menyayangkan. Dallas semakin sedih mendengar Letnan Harimurti bicara seperti itu.
Dallas berjalan menuju ruangannya, dia membuka laptopnya dan membuka web Catam PK tahun ini. Dallas mencari nama Sakala, lalu dia mencatat nomer Hp Sakala untuk disimpannya. Hanya dengan cara seperti itu Dallas bisa menghubungi Sakala.
Dallas berhasil menyimpan nomer Hp Sakala. Dia bermaksud menghubungi Sakala nanti untuk menanyakan kenapa hari ini tidak hadir saat tes wawancara.
Hp Sakala berbunyi, ada sebuah panggilan asing. Sakala melihat nomer si pemanggil. Sayang sekali, panggilan itu sudah berakhir, tapi setelah itu disusul bunyi pesan WA masuk.
"Catam Sakala bernomor punggung 20, kenapa kamu tidak hadir dalam tes wawancara hari ini, Dek?" Sakala berpikir sejenak, siapakah yang sudah menghubunginya? Tap, Sakala tidak peduli siapapun itu, dia segera mengirimkan pesan balasan untuk si pengirim pesan yang entah siapa.
"Maaf, Pak. Hari ini kebetulan mama saya kena musibah, kakinya terkilir tertimpa motor. Untuk itu saya tidak hadir, karena saya tidak mau meninggalkan mama saya sendiri di rumah dalam keadaan sakit," balas Sakala apa adanya.
jejak dlu ka ya Lina, iklan mndarat salam dari Sebatas Istri Simpanan.. 🤗