Raisa, seorang gadis berparas cantik, adalah primadona desa yang hidup dalam kesederhanaan bersama ayahnya. Kehidupannya yang bahagia berubah drastis ketika suaminya meninggal dalam kecelakaan mobil pada awal pernikahan mereka. Raisa terpaksa harus menjanda dan menghadapi tantangan hidup yang lebih besar.
Di desa kecil mereka, di mana kabar berita menyebar dengan cepat, gosip dan fitnahan dari masyarakat selalu menghampiri Raisa. Kehadirannya yang sebagai pengantin baru dan langsung ditinggalkan oleh suaminya yang meninggal membuatnya menjadi sasaran ejekan dan celaan. Dia merasa terisolasi dan terpinggirkan.
Namun, Raisa adalah seorang wanita yang kuat dan tegar. Dia tidak menyerah pada keadaan dan bertekad untuk membuktikan bahwa dia bisa bangkit dari penderitaan yang menimpanya.
Bagaimana kisah Raisa dalam menjalani kehidupannya? Ikuti ceritanya di novel yang berjudul "Janda Tapi Perawan Tulen"
Jangan lupa kasih like, subcribe, vote rate 5...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22 - Momen pulang kampung
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, akhirnya mereka hampir tiba di kampung halaman Raisa yang Bian rasa itu tidak asing baginya. Bian terus berkendara menuju kampung halaman Raisa, sambil sesekali mencoba mengingat jalan yang ia lalui.
Tiba-tiba, kenangan itu datang kembali padanya. Beberapa bulan yang lalu, ia melewati jalan ini dan tanpa sengaja membasahi seorang gadis dengan air tergenang, hingga gadis itu terjatuh dari sepedanya.
Saat Bian memperhatikan Raisa yang duduk di sebelahnya, dia mengingat bahwa gadis itu adalah Raisa. "Gadis saat itu adalah Raisa?." Bian tersenyum sendiri, merasa sedikit terkejut dan gembira dengan kebetulan ini.
Dia melihat Raisa dengan pandangan yang berbeda sekarang, melihat bagaimana Raisa telah berkembang menjadi wanita tangguh dan penuh semangat. Kejadian itu mengingatkannya akan betapa kecilnya dunia ini dan betapa tak terduga takdir yang mempertemukan mereka.
Namun, Bian memilih untuk tidak mengungkapkan apa yang terlintas dalam pikirannya saat itu. Dia juga tidak ingin membuat Raisa merasa tidak nyaman atau canggung dengan kenangan itu.
"Raisa, apa aku boleh bertanya?."
"Tentu saja."
"Aku dengar kamu seorang janda, apa itu benar?."
Raisa sempat terkejut dengan pertanyaan Bian tentang status jandanya. Namun, tanpa ragu, dia dengan terbuka mengakui kebenaran itu. "Benar," jawab Raisa yakin.
Bian merasa heran dengan kejujuran Raisa yang tulus, karena banyak orang mungkin akan mencoba menyembunyikan atau mengubah status mereka ketika berada di hadapan seorang pria yang mungkin merasa risih mendengarnya.
"Dia bahkan tidak merasa malu mengakui hal itu... Mengesankan, " batin Bian yang terkesan dengan ketulusan dan kejujuran Raisa.
Namun, pikiran Bian terputus saat mereka tiba di kampung halaman Raisa. Mereka melewati jalan-jalan sempit dan berlubang, yang membuat perjalanan mereka menjadi kurang nyaman.
"Tuan, lebih baik aku turun disini saja... Jika di teruskan jalan di depan semakin rusak."
Bian merasa sedikit terganggu oleh kondisi jalan yang jelek ini, karena ia tidak terbiasa dengan situasi seperti ini. Tapi dia mencoba tetap tenang dan terus mengemudi.
"Maaf Tuan... Aku sudah merepotkan Anda."
"Tidak masalah."
Beberapa saat kemudian...
"Itu rumahku Tuan...," tunjuk Raisa pada sebuah rumah yang nampak sederhana namun asri. "Akhirnya kita sampai... Apa Tuan akan langsung pergi ke tempat Anda bekerja?," tanya Raisa sejenak sebelum membuka pintu mobil.
"Aku capek, dan ingin istirahat sejenak."
Sebenarnya itu hanya alasan Bian saja he he he...
Dia rumah Raisa berada...
"Mobil siapa itu? Rasanya jarang sekali mobil mewah datang ke kampung ini," gumam Radit yang berada di rumah Raisa karena setia menjaga dan merawat ayahnya Raisa di saat sakit.
"Bian?," pikir Radit sejenak. "Tidak mungkin! Mana mungkin Bian datang kemari...."
Kemudian Radit melanjutkan kembali pekerjaannya yang hendak memberi bubur untuk ayah Raisa. Tapi saat mengingat Raisa yang bekerja di kediaman Aryana, Radit pun berpikir kembali jika mungkin saja itu Bian.
Lalu ia kembali memperhatikan mobil yang terparkir tidak jauh dari rumah ayah Raisa itu dan seketika ia terkejut dan kalang kabut saat melihat kebenaran memang Raisa dan Bian lah yang turun dari mobil itu.
"O my God! Apa yang harus aku lakukan?."
Radit menggigit jarinya dan merasa bingung. Ia tidak mau adik iparnya itu melihat dia berada disana dan tidak mau jika Raisa sampai tau kebenaran jika ia suami Bela.
"Aku harus segera pergi dari sini."
Radit segera menuju pintu belakang rumah Raisa dengan cepat, berusaha menghindari pertemuan antara Bian dan Raisa karena takut identitasnya terungkap.
Ia tahu bahwa menjaga rahasia ini sangat penting untuk menjaga situasi saat ini, dan ia tidak ingin ada konflik yang muncul.
Apalagi dengan niatannya membantu dan menjaga ayah Raisa semata-mata hanya ingin Raisa bersimpati padanya dan membalas cinta yang belum sempat ia utarakan. Buaya emang! 🤭🤭
Saat Radit membuka pintu belakang, ia hati-hati melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang melihatnya. Ia menyelinap keluar dengan hati-hati dan menutup pintu dengan hati-hati juga.
"Untung saja tidak ada orang." Ia mengambil napas dalam-dalam, merasa lega namun juga cemas. "Untuk apa Bian kemari? Membuatku repot saja!," kesal Radit sambil berkacak pinggang dan mengusap wajahnya kasar lalu segera beranjak pergi jauh-jauh dari rumah Raisa.
Saat berjalan menjauh dari rumah Raisa, Radit memikirkan perasaannya terhadapnya. Ia menyadari bahwa ia telah jatuh cinta pada Raisa dengan sangat dalam.
Dengan hati yang berat, Radit memutuskan untuk menjaga jarak saat ini. Ia percaya bahwa menjaga rahasianya adalah cara terbaik untuk melindungi dirinya sendiri dan Raisa.
Namun, di lubuk hatinya, ia berharap suatu hari keadaan akan memungkinkan dia untuk jujur dengan Raisa dan mereka akan menjalin hubungan yang lebih serius. Dan jika hal itu terjadi makan Radit tidak akan ragu meninggalkan Bela demi Raisa.
Raisa dan Bian turun dari mobil di tengah sorotan pandangan negatif dari warga yang mulai berkerumun dan menggunjing mereka.
Bian merasa heran dengan sikap warga yang begitu cepat menghakimi Raisa hanya karena membawa seorang laki-laki asing. Ia tidak bisa mengerti mengapa orang-orang begitu mudah membuat asumsi dan memicu celaan tanpa mengetahui kebenaran di balik situasi tersebut.
"Ada apa dengan orang-orang disini?," batin Bian dengan melihat sekitar.
"Lihatlah! Janda penggoda itu datang lagi ke kampung kita!."
"Benar! Cepat jaga suami kita agar tidak tergoda lagi oleh perempuan pembawa sial itu!."
Meskipun sorotan negatif dan celaan terus memanasi telinga Raisa, ia tetap tegar dan melangkah dengan mantap menuju rumahnya.
Ia telah terbiasa dengan prasangka dan hinaan yang sering kali menghampirinya, dan kali ini bukanlah pengecualian. Raisa memilih untuk tidak terpengaruh oleh kata-kata dan pandangan negatif orang lain. Ia tahu siapa dirinya dan apa yang ia lakukan, dan itu sudah cukup baginya.
Bian, yang semakin menghargai kekuatan dan ketegaran Raisa, mengikuti langkahnya dengan tekad yang sama. Ia menahan diri untuk tidak melibatkan diri dalam masalah dengan warga yang menggunjing.
Ia memilih untuk menunjukkan sikap yang santun dan menghormati Raisa serta keputusannya. Meskipun hatinya merasa kesal dan terganggu dengan sikap warga, ia sadar bahwa menghadapi mereka dengan amarah hanya akan memperburuk situasi.
Saat mereka berjalan menuju rumah Raisa, suasana tegang masih menyelimuti mereka. Raisa mencoba untuk tetap tenang dan mengabaikan celaan warga, tetapi dalam hatinya terasa kesedihan dan kekecewaan atas sikap mereka.
"Ayah... Ica pulang...."
"Raisa... Itu kamu Nak?."
Ayah Raisa yang lemah dan terlihat perlahan berjalan keluar rumah menyambut putrinya yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Meskipun masih tampak lemah, senyum bahagia terpancar di wajah ayah Raisa saat melihat putrinya kembali.
"Ayah...."
Raisa dengan penuh kasih menghampiri ayahnya, meletakkan tangannya di bahunya, dan mereka saling berpelukan dengan erat. Rasa haru dan kebahagiaan memenuhi hati mereka berdua karena bisa bertemu lagi setelah begitu lama terpisah.
"Syukurlah kamu baik-baik saja, Nak... Ayah sangat khawatir padamu."
"Ayah... Apa ayah baik-baik saja? Kenapa ayah sakit? Maaf karena Ica tidak menjaga ayah dengan baik...hiks hiks hiks...."
"Ayah sudah sembuh, ayo masuk."
Bersambung...
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Barangkali tertarik, Mampir juga di karyaku yang lain ya... 😊🙏
gampang cari yg tajir ,novel smuanya gini
karakter raisa terlalu lemah,
smoga raisa jd wanita yg smart
semoga hari2 kalian bahagia 🤲💪 semangat y untuk authornya 😘😘😍