Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Murid baru
Alena berjalan dengan tenang di koridor menuju kelasnya. Suara bisik-bisik para siswa terdengar di mana-mana. Mereka semua membicarakan murid baru yang katanya sangat cantik dan pintar. Alena tetap dengan ekspresi datarnya, tidak terlalu memedulikan obrolan di sekitarnya.
"Katanya anak baru itu dari sekolah unggulan. Nggak kebayang seberapa pinter dia."
"Serius? Katanya juga dia cantik banget."
"Gue yakin dia bakal jadi pusat perhatian!"
Alena hanya menghela napas kecil, merasa tidak ingin terlibat dalam gosip tersebut. Ia terus berjalan menuju kelasnya tanpa memperlambat langkah.
Alena membuka pintu kelas dan melangkah masuk. Suasana kelas sama seperti di luar—semua siswa sibuk membicarakan murid baru. Beberapa siswa terlihat bersemangat, membayangkan bagaimana anak baru itu akan masuk ke kelas mereka. Tapi tidak dengan Ghost Riders, yang duduk di bagian belakang. Mereka asyik bercanda dan bermain kartu tanpa peduli dengan obrolan sekelas.
"Selalu gitu kalo ada murid baru, heboh." Ucap Leo santai, sambil mengocok kartu.
Luka tertawa kecil. "Namanya juga SMA Pelita Bakti, sensasi baru harus heboh."
Ronan menyeringai. "Awas aja, pas masuk biasa aja."
Bayu menyenggol Kael. "Taruhan nggak kita?"
"Taruhan apaan?"
"Tu cewek pasti bakal tertarik sama lo."
Ezra tertawa. "Inget, Bay. Ada hati yang harus di jaga."
"Gue nggak nyuruh si Kael deketin tuh cewek, njir." Ucap Bayu.
"Siapa sih?" Goda Ronan.
"Siapa lagi kalo bukan..." Ucap mereka serempak, sambil menoleh ke arah Alena.
Kael tertawa sambil melempar kartu ke meja. "Lo semua tau selera gue."
Alena duduk di tempat biasanya, dekat jendela, dan mendengarkan pembicaraan kelas dengan setengah hati. Bel berbunyi, menandakan pelajaran pertama akan di mulai.
Buk Cinta, guru matematika, masuk ke kelas dengan seorang gadis di belakangnya. Kelas langsung menjadi gaduh, semua siswa mulai berbisik-bisik. Gadis itu tampak anggun dengan seragamnya yang rapi, rambut panjang tergerai, dan senyum tipis yang membuat semua orang terkesan.
"Itu itu anak baru yang katanya pinter."
"Dia masuk kelas kita!"
"Bidadari dari mana ini!"
Alena yang tadinya tidak peduli kini mengalihkan pandangan ke bangku kosong di sebelahnya. Ia menyadari hanya bangku itu yang tersisa di kelas. Dengan kesadaran penuh, ia mendesah keras, memalingkan wajahnya ke jendela, tampak tak tertarik.
Sementara itu, Ghost Riders yang duduk di belakang langsung heboh, berbicara satu sama lain sambil tertawa kecil.
"Buset beneran cantik banget!" Ucap Ronan.
Bayu menyenggol Kael. "See? Dia tipe lo banget."
"Sok tau!"
"Bukannya dulu lo bilang, mau cewek yan—"
Kael menatap Bayu tajam. "Udah berubah!"
Bayu tertawa, senang menggoda Kael. "Oke, Alena."
Buk Cinta berdiri di depan kelas, tersenyum sambil memperkenalkan murid baru tersebut.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru. Silakan perkenalkan diri kamu."
Gadis itu tersenyum manis. "Halo, semuanya. Nama saya Nadine. Saya pindahan dari SMA Cendana, dan senang bisa masuk kelas ini."
Kelas bertepuk tangan riuh, kecuali Alena yang tetap menatap keluar jendela dengan wajah datar. Buk Cinta menoleh ke arah bangku kosong di sebelah Alena.
"Baik, Nadine. Kamu bisa duduk di sana, di samping Alena."
Nadine tersenyum sopan dan berjalan ke tempat duduknya. Alena, dengan gerakan lambat, menarik tasnya dari kursi samping dan meletakkannya di bawah meja. Kael memperhatikan setiap gerak-gerik yang Alena lakukan.
"Lo bakal dapet temen baru, Ale."
Nadine duduk dengan tenang di samping Alena, sambil menyunggingkan senyum ramah ke arah gadis itu. Alena hanya membalas seadanya dengan anggukan kecil, lalu kembali menatap buku di mejanya tanpa berkata sepatah kata pun.
"Hai, Alena. Kenalin aku Nadine. Semoga kita bisa jadi teman sebangku yang baik ya."
Alena mengangguk kecil.
Buk Cinta berdiri di depan kelas, memulai pelajaran matematika. Ia menjelaskan materi dengan jelas dan rinci, sesekali menulis di papan tulis. Setelah selesai menjelaskan, ia menoleh ke kelas dengan tatapan penuh tantangan.
"Baik, sekarang siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini?"
Buk Cinta menulis soal di papan tulis. Hampir semua siswa di kelas langsung mengangkat tangan dengan antusias, termasuk Nadine. Namun, Alena tetap diam, jelas tidak tahu jawabannya. Di sisi lain, Ghost Riders yang duduk di belakang hanya bersantai, malas mengangkat tangan meskipun mereka sebenarnya tahu jawabannya.
Buk Cinta tersenyum, menunjuk Nadine. "Nadine, silakan kamu coba jawab."
Nadine bangkit dari tempat duduknya dengan percaya diri, berjalan menuju papan tulis. Dengan lancar, ia menuliskan jawaban yang benar sambil menjelaskan langkah-langkahnya dengan suara yang tenang dan jelas.
"Jadi, untuk menyelesaikan soal ini, kita gunakan rumus diskriminan karena soal ini tentang persamaan kuadrat. Jika nilai diskriminan positif, maka persamaan memiliki dua akar berbeda."
Kelas menjadi hening, semua siswa memperhatikan penjelasannya dengan penuh perhatian. Setelah selesai menjelaskan, Buk Cinta tersenyum puas.
"Bagus sekali, Nadine. Jawaban kamu benar dan penjelasan kamu juga sangat jelas. Tepuk tangan untuk Nadine."
Semua siswa bertepuk tangan kagum, beberapa bahkan berseru memuji kepintarannya. Nadine kembali ke tempat duduknya dengan senyum tipis, lalu melirik ke arah Alena dengan penuh keramahan.
"Alena. Semoga aku bisa bantu kalo kamu butuh sesuatu nantinya."
Alena hanya melirik sekilas ke arah Nadine, lalu kembali menatap buku di mejanya. Dalam hati, ia merasa semakin kecil di kelas ini.
"Gue emang salah masuk kelas ini."