Takdir dari Tuhan adalah skenario hidup yang tak terkira dan tidak diduga-duga. Sama hal nya dengan kejadian kecelakaan sepasang calon pengantin yang kurang dari 5 hari akan di langsungkan, namun naas nya mungkin memang ajal sudah waktunya. Suasana penuh berkabung duka atas meninggalnya sang korban, membuat Kadita Adeline Kayesha (18) yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 itu mau tak mau harus menggantikan posisi kakaknya, Della Meridha yaitu calon pengantin wanita. Begitu juga dengan Pradipta Azzam Mahendra (28) yang berprofesi sebagai seorang dokter, lelaki itu terpaksa juga harus menggantikan posisi kakaknya, Pradipta Azhim Mahendra yang juga sebagai calon pengantin pria. Meski di lakukan dengan terpaksa atas kehendak orang tua mereka masing-masing, mereka pun menyetujui pernikahan dikarenakan untuk menutupi aib kelurga. Maksud dari aib keluarga bagi kedua belah pihak ini, karena dulu ternyata Della ternyata hamil diluar nikah dengan Azhim. Mereka berdua berjanji akan melakukan pernikahan setelah anak mereka lahir. Waktu terus berlalu dan bayi mereka pun laki-laki yang sehat diberi nama Zayyan. Namun takdir berkata lain, mereka tutup usia sebelum pernikahan itu berlangsung. Bagaimanakah kehidupan rumah tangga antara Azzam dan Kayesha, yang memang menikah hanya karena untuk menutupi aib keluarga dan menggantikan kakak mereka saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alma Soedirman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. SMDH
Yaudah Azzam sama Kayesha pulang dulu ya abi, umi.
Sepasang pasutri itu menyalimi punggung tangan orangtuanya.
"Iya mi, abi, maaf gak bisa lama disini," kata Kayesha.
Zila mengelus rambut Kayesha sayang, "gapapa sayang, asal ketemu kalian berdua udah seneng kok. Kapan kapan ntar pas libur, kesini aja, biar umi dirumah ada temennya juga."
"Siap umi," jawab Kayesha.
"Oh iya Ca, titip salam ya buat ayah bunda kamu," kata Osman.
"Iya, abi, siap!"
"Yaudah kalo kaya gitu Azzam sama Kayesha mau pulang dulu mi, bi."
"Iya, Zam. Hati-hati, ya..."ucap kompak Osman dan Zila bersamaan.
"Assalamualaikum abi, umi."
Wa'alaikumussalam.
Azzam dan Kayesha pun berdua pergi dari sana dengan menaiki mobil hitam milik Azzam. Zila dan Osman hanya bisa menatap kepulangan anak dan menantunya itu dari rumah hingga menghilang, tapi tak apa, perasannya sudah sangat senang karena telah dijenguki ke rumah.
**\*\*\***
Sepanjang jalan menikmati matahari yang perlahan mulai menghilang, duo sejoli alias Azzam dan Kayesha itu mengobrol hangat di dalam mobil sambil melontarkan gurauan agar suasana semakin hangat.
Udah jam berapa sekarang sayang?
Kayesha melihat lockscreen handphonenya, ternyata sudah pukul 5 sore pas.
"Jam lima, mas," Azzam ber oh ria.
"Kamu mau jalan ga sayang? Mumpung hari ini tanggal merah, kan ntar kalo mas udah masuk kerja, jadi ga bisa jalan-jalan."
Kayesha tersenyum, lalu otaknya mulai berpikir, "hmm kemana ya? Udah jam lima sih ini mas, aku juga belom mandi nih."
Tangan Azzam sebelah terulur mengelus puncak kepala Kayesha, sedangkan sebelahnya lagi fokus memegang stir mobil, "ayoo, mau kemana hm? Mas gapapa sih, ngikut aja, lagian kamu masih cantik juga kok sayang, wangi juga."
Kayesha menggeleng, "ngga mau ah, aku males mas kalo mau jalan, kan gada persiapan juga nih dari outfit aku."
Azzam mengangkat kedua belas alisnya, "jadi gak mau nih?"
"Bukannya gak mau sih, tapi gimana ya, ga ada prepare aja sebelumnya kalo bakal jalan. Eumm, gini aja deh mas, gimana kalo kita beli jajan jajan pinggir jalan aja? Mas mau ga? Hehe, aku lagi pengen jajan nih."
Azzam berpikir sejenak, "boleh, asal jangan berlebihan aja ya beli jajannya, jangan yang banyak-banyak micinnya."
Gadis itu berdecak, "ck, yang namanya jajanan kaki lima mah pasti ada micinnya, mana bisa request, malah aneh ntar."
"Iya tau, maksud mas kaya makanan yang berbumbu-bumbu bubuk gitu, dikit-dikit aja."
Daripada ribet, Kayesha hanya mengiyakan saja.
"Jadi mau dimana nih jajannya? Mas kurang tau disini area yang ada jajanan jajanan gitu."
"Di jalan Setiawan, ada mas. Kita kesitu aja, ntar ada masjid, deket SD juga. Biasanya banyak jajanan disitu buka sampe malem, apalagi mas mau maghrib, soalnya ada anak-anak yang ikut TK ngaji gitu."
Azzam tertawa kecil, "tau banget sih kamu sayang."
Cup.
Azzam mencium puncak kepala Kayesha, "kita kesitu yaa sayang."
Kayesha mengangguk malu-malu kucing, perempuan mana yang tidak salah tingkah apabila diperlakukan seperti ini oleh seorang pasangan yang sangat ia cintai dan sayangi.
...•••...
Mobil hitam dengan plat B itu terparkir ditepi jalan dekat Masjid dengan nama "Al-Kautsar". Selang beberapa detik, keluarlah dua orang makhluk dari dalamnya.
Yeah, akhirnya sampai juga.
Kayesha kegirangan, terlihat senyum lebarnya yang indah terukir indah di bibirnya. Azzam melihat itu, perasaannya menjadi adem, senang, bahagia, tak tahu bagaimana ia mendeskripsikan perasaannya, yang jelas ia sangat senang apabila berhasil membuat istrinya happy.
"Ingat ya, pilih makanan jangan yang double micin."
"Iya mas, sayang."
Azzam merangkul pinggang Kayesha, posessive, seperti takut istrinya itu akan hilang dan terlepas dari pegangannya. Berbeda dengan perasaan Kayesha, ketika ia merasa tangan kekar melingkar dipinggangnya, membuat bulu kuduknya berdiri.
"Ayo jalan sayang, kamu mau jajan yang mana?" Tanya Azzam.
Kayesha terdiam sebentar, disana ada banyak sorot mata yang melihat kearah mereka yang menjadi pusat perhatian, ia hanya bisa meneguk salivanya susah.
"Mas, tunggu deh. A-anu, boleh gak kita pegangan tangan aja? Ato aku gandeng tangan mas gitu, ga enak mas diliatin orang tuh."
Azzam pun melihat sekelilingnya, ternyata benar. Ia pun takut membuat istrinya itu risih dan menjadi pusat perhatian. Ia mengganti posisi tangannya, lalu memegangi tangan Kayesha dengan erat.
Kayesha tersenyum, "hehe maaf ya mas, yaudah ayo jalan."
Azzam tersenyum kecil, "ayo."
Mereka pun mulai melangkahkan kaki menuju para penjual-penjual makanan jajanan kaki lima yang ada disana, ternyata ada banyak, dari abang cilok, pentol, papeda, takoyaki, dan masih banyak lagi.
Kayesha menjilat bibirnya, ngiler.
"Sumpah jadi bingung deh mau yang mana, eummm kita ke........... ke abang pentol dulu gimana? Aku mau makan pentol nih," tatapan Kayesha jatuh pada pentol gerobakan yang ada disana.
"Ayo."
Mereka pun menghampiri itu.
"Ayo mas, ayo mba, sok dimakan, masih panas nih panas, enak," abang pentol itu menyiramkan kuah panas ke pentol-pentol juga tahu tahu yang ia jual.
Kayesha langsung mengambil tusukan lidi, lalu mulai mencolok pentol dan memakannya, "enak, berapaan nih bang?"
"Yang ini seribu, yang ini dua ribu isi keju, ini daging, ini isi mercon cabe."
"Eumm, mau yang cabe ah—"
Azzam buru-buru menahan tangan Kayesha, lalu menatap Kayesha tajam, "jangan, jangan yang pedas pedas, yang lain aja."
Kayesha cemberut tapi hanya menurutinya saja, ia pun memakan pentol yang lain kecuali pentol isi cabe mercon yang sebenarnya sangat ia inginkan.
Sedangkan Azzam?
Azzam juga manusia biasa kok, meski pun iajuga seorang dokter, ia juga memiliki nafsu makan. Ia pun ikut memakan beberapa pentol yang dirasanya cukup — kemudian, sehabismakan, Azzam pun membayarnya.
"Berapa pak, sama yang punya istri saya?— kamu tadi makannya berapa yang?" Azzam mengeluarkan dompetnya.
"Berapa ya? Pentol yang seribu itu makan tiga, yang isi keju makan empat, yang isi daging tadi makan tiga, eh iya sama tahu nya dua ribu."
Azzam menyodorkan uang lima puluh ribu, "punya saya tadi pentol biasanya lima, yang isi tadi makan tiga. Jadi 19 ribu sama 11 ribu, digabung aja jadi 30 ribu. Kembaliannya ambil aja."
"Wah, matursuwun ya mas, mba."
"Iya pak, mari."
Azzam menggandeng tangan Kayesha lagi ke tempat yang lain, tapi mata Kayesha malah tertuju pada abang penjual takoyaki.
"Eh mas, beli itu juga please, mau takoyaki, yuk," Kayesha langsung menarik tangan Azzam kesana.
Sesampainya ditempat orang menjual takoyaki, Kayesha melihat menu yang ditaruh disana, tentunya harganya pun pasti murah.
"Bang, takoyaki isi 8 nya seporsi ya, isian sosis sama keju— eh Mas Azzam mau juga?" pesannya lalu menatap Azzam, tetapi pria itu menggeleng.
"Siap," abang penjual takoyaki mulai membuatkan pesanan Kayesha.
Kayesha terpana melihat abang takoyaki yang begitu lincah dan lihai dalam membuat dan menuang adonan ke dalam wajan cetakan yang berbentuk bulat itu.
Azzam hanya bisa menahan tawanya, saat istri kecilnya itu bak seperti anak kecil. Ia mengacak rambut Kayesha gemas, juga mencubit pipi Kayesha pelan.
"Suka banget liat abangnya bikin takoyaki, gak sekalian di video in tuh cara bikinnya?" Ejek Azzam pada istrinya, sarkas.
"Ck, apasih mas!" Kesal Kayesha tapi masih dengan nada bercandanya.
Azzam tertawa.
"Ini saosnya mau apa mbak? Pedas ato manis? Pakai mayo gak mbak?"
"Ped—"
"Manis aja pak, pakai mayonaisenya," malah Azzam yang menyahut.
"Siap!" Balas abang takoyaki.
Kayesha menengadahkan sedikit kepalanya ke atas, ia menatap wajah Azzam dengan ekspresi kesal, tetapi pria itu malah menahan tawa geli sambil tersenyum miring.
"Ngeselin, ck." Kayesha mencubit perut Azzam.
"Biarin."
Tak sampai sepuluh menit kemudian, takoyaki milik Kayesha pun jadi.
"Ini mbak," abang itu memberikan seporsi pesanan Kayesha yang terbalut kantong plastik.
"berapa, pak?" Tanya Azzam.
"20 ribu saja bos," Azzam pun memberikan uang berwarna biru kepada abang takoyaki.
Ia menggandeng tangan Kayesha, "kembaliannya ambil aja pak, terimakasih," si penjual itu tak berhenti-hentinya mengucapkan terimakasih.
Mereka berdua pun pergi dari sana.
"Aku aja yang pegang," Azzam mengambil alih tentengan Kayesha.
"Hehe makasih mas."
"Iya, next nya mau apa lagi nih?"
Kayesha menatap jualan yang lain lagi, dan matanya jatuh pada seorang mbak-mbak yang berjualan piscok.
"Itu..." Kayesha menunjuk ke arah yang ia maksud.
"Ayo," Azzam menarik tangan Kayesha pelan dan membawanya ke tempat yang Kayesha inginkan.
Sesampainya disana, Kayesha langsung memesan piscok isi empat dengan rasa milo.
"Oke, tunggu ya mbak," Kayesha mengacungkan jempolnya.
Kayesha menatap Azzam, "Mas Azzam mau piscok juga?"
Azzam menggeleng.
"Yaudah kalo ga mau, mas daritadi banyak ga mau nya," keluhnya.
"Ngga gitu, kan mas lagi ga pengen, kalo pengen ya mas beli kok, kan kamu yang pengen banget jajan."
"Iya tapi kan aku ngajaknya biar mas bisa nyobain jajanan ini itu juga kaya aku," ia mengerucutkan bibirnya.
"Bawel banget istri aku, iya sayang, aku bisa aja kok beli yang lain, kan asalkan kemauan istri mas yang cantik ini aja terturuti dulu, mas belakangan," blush, pipi Kayesha memerah mendengar itu.
"A-apasih, gaje," ia memalingkan wajahnya.
Tak sampai semenit kemudian, pesanan Kayesha sudah dikemas dalam plastik.
"Ini kak, piscoknya, jadi 10 ribu."
Lagi dan lagi Azzam menyerahkan uang berwarna biru, dan menyedekahkan kembalian yang seharusnya ia dapatkan, baginya tak apa, hitung-hitung ber amal.
Mereka pun pergi dari sana.
"Mau apa lagi nih sayang?" Tanya Azzam lagi.
"Apa ya? Aku udah cukup sih ini udah kenyang— eh tapi mau itu deh mau beli cilok, udah lama gak makan cilok."
"Ayo."
Mereka pun mencari penjual cilok yang sebelumnya sempat mereka lewati, dan ketemu. Tanpa basa basi, Kayesha langsung memesan seporsi cilok.
"Bapak, ciloknya ya 5 ribu, banyakin bumbu kacangnya sama kecap."
"Saya juga pak, saya lima ribu juga, sama kaya istri saya, plastiknya gabung jadi satu aja."
"Nggeh siap!"
Penjual cilok itu cukup tua, tetapi ia tetap semangat dalam berjualan, terbukti dari ia telaten dalam melakukan jualan ciloknya dengan penuh semangat.
"Tumben ikut mesen?"
"Gapapa, aku suka cilok, makanya mesan juga," Kayesha mengulum senyum gelinya lalu ber oh ria.
Tak sampai dua menit, makanan mereka siap.
"Ini mas, jadi sepuluh ribu."
"Oh iya pak, makasih— ini uangnya, kembaliannya ambil aja ya pak, terimakasih," dengan sopan Azzam lalu membayarnya dengan uang selembar berwarna merah.
"Alhamdulillah makasih ya mas, mbak, semoga rezekinya lancar terus..."
Azzam tersenyum kecil, "nggih pak, sama-sama, mari pak," Kayesha pun ikut tersenyum sapa dan ikut berpamitan.
"Nggeh, hati-hati ya...".