9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Sean terbangun saat mendengar suara tawa dari arah belakang kamarnya. Ia bangkit dari ranjang, lalu menyingkap gorden, hingga menampakkan Zonya, Naina dan Mbok Ijah di taman belakang sana. Ia menyunggingkan senyum saat melihat gadis kecilnya tertawa riang karena Zonya menggelitik perutnya. Sean lantas melirik jam yang ternyata menunjukkan pukul tujuh pagi, ia segera mandi dan langsung bergabung ke taman belakang, menyusul istri dan anaknya
"Selamat pagi" sapa Sean
"Papa... Papa..." Naina langsung merentangkan tangannya dan berjalan perlahan menghampiri sang Papa
"Nya... Mbok izin masuk dulu, permisi" ucap Mbok, sebab ia tidak ingin mengganggu keromantisan keluarga kecil Tuan dan Nyonya-nya ini
"Iya Mbok"
"Papa... Papa..." Naina kembali berseru dan memeluk leher sang Papa
Sean mengangkat tubuh Naina dan menaruhnya dipunggung lebarnya, sedangkan dua tangan gembul putrinya ia lingkarkan di lehernya. Ayah dan anak itu tampak sangat bahagia, tertawa bersama dan melakukan banyak hal bersama, membuat Zonya yang duduk di tikar menjadi tersenyum senang
Setidaknya Sean sudah benar-benar terlihat menerima Naina dalam hidupnya. Walaupun awalnya terasa berat, tapi nyatanya kentalnya darah benar-benar tidak ada siapa yang dapat memisah. Tawa riang gadis gembulnya membuat Zonya juga ikut merasa hangat dan bahagia
"Semoga Nai tidak sampai merasakan apa yang Aunty rasakan, Sayang. Nai harus bahagia, biar Aunty saja yang seperti ini" lirih Zonya
"Aku tidak akan membiarkan penderitaanmu terus berlanjut Zoe"
Tubuh Zonya tersentak saat mendengar suara Sean didekatnya. Entah seberapa lama ia melamun, hingga tidak menyadari Sean dan Naina yang sudah kembali didekatnya, bahkan kini sudah duduk bersama di tikar yang tadi mereka tempati
"Mas..."
"Aku tidak ingin meminta maaf lagi untuk apa yang aku lakukan semalam. Karena aku rasa itu hal yang wajar untuk pasangan suami istri" Sean membawa Naina kepangkuannya dan mengusap dahi gadis gembul itu yang bermandikan keringat, lalu kemudian tatapannya kembali beradu pada Zonya "Demi Naina, mari kita jalani pernikahan ini sebagaimana mestinya"
Deg
Debaran didada Zonya lebih membara daripada yang tadi malam ia rasakan. Ya, dadanya kembali berdebar dengan kencang, bahkan membuat napasnya terasa tercekat karena Sean mengungkapkan hal tadi dengan pandangan yang terlihat begitu tulus. Sungguh, sembilan bulan bersama dalam keheningan dan hanya sesekali bercakap, membuat Zonya merasa tengah berhadapan dengan orang lain sekarang
"Zoe..."
"I-iya Mas?"
"Maaf kalau ini terlalu terburu-buru. Tapi aku benar-benar ingin menebus kesalahanku pada Naina dengan memberikan kasih sayang yang lengkap untuknya. Apakah kau keberatan?"
"Tidak, aku juga sangat menyayangi Nai dan ingin melihatnya bahagia. Tapi... Tapi apa pernikahan kita masih bisa berlanjut sedangkan antara kau dan aku tidak memiliki perasaan apa-apa?"
"Aku akan belajar menerimamu, dan... Mencintaimu" ucap Sean lirih diakhir kalimatnya
"Ssshhhh..."
"Zoe ada apa?" tanya Sean panik, sebab wajah Zonya tertunduk dengan sebelah tangan yang terlihat memegang dada seolah merasa sakit "Zoe..."
"Tidak, aku tidak apa-apa, Mas"
"Kau yakin?"
"Mama... Mama..." Naina berpindah dari pangkuan Sean, lalu mendudukkan tubuh gembulnya dipangkuan Zonya dan mengusap wajah Zonya, membuat Zonya mengulas senyum tipis dengan perhatian gadis gembul itu
"Aunty tidak apa-apa" Zonya balas membingkai wajah Naina dan mencium dahinya lembut
Tangan gembul Naina merambat turun secara perlahan dan tiba dibagian perut Zonya. Dengan daya ingat yang belum seberapa, Naina mulai menggerakkan jari-jari gembulnya untuk menggelitik perut Zonya, seperti apa yang sering ia lihat saat Zonya menggelitikinya. Zonya yang menyadari itu langsung membopong tubuh Naina dan ia rebahkan di tikar, setelah itu ia langsung menggelitik perut bulat Naina dengan kedua tangannya membuat tawa Naina terdengar membahana
"Mama... No no no... Hahaha..."
*
Zonya telah siap dengan pakaian rapi. Long dress lengan pendek berwarna hijau sage, dipadukan dengan tas berwarna putih melengkapi penampilannya pagi ini. Ia keluar dari kamar dengan menenteng sneli dokternya
"Princess gembulku" Zonya mencubit pelan pipi chubby gadis kecilnya "Sudah siap berangkat?" tanya-nya
"Hm" Naina mengangguk antusias
Pagi ini Naina akan ikut Zonya ke rumah sakit untuk pertama kalinya. Tidak, ia sudah sering mengunjungi bangunan ber-cat putih itu bersama Sean dan Zonya saat mereka melakukan check up dengan Dokter Kenan. Tapi kali ini, gadis kecil itu bertambah antusias, sebab untuk pertama kalinya ia akan menemui kebebasan dengan bertandang ke tempat kerja sang Mama
"Mas Sean di mana, Mbok?" tanya Zonya
"Sudah di meja makan, Nya"
"Baiklah, kita sarapan dulu kalau begitu"
Zonya langsung mengambil alih Naina kedalam gendongannya. Begitu tiba di meja makan, ia mendudukkan Naina di kursi, sedangkan sneli dokternya ia sampirkan di kursi meja makan
"Yakin mulai bekerja pagi ini?" tanya Sean memastikan
"Hm, sudah terlalu banyak yang terbengkalai, Mas. Apalagi di akhir tahun seperti ini, tugas pembukuan semakin menumpuk dan aku akan semakin kerepotan mengurusnya kalau tidak mulai dikerjakan dari sekarang"
Sean mengangguk mendengar penjelasan Zonya. Ia langsung memakan sandwich-nya dan meminum kopi sebagai sarapan paginya kali ini. Zonya 'pun ikut memakan sandwich miliknya sembari memperhatikan gadis kecilnya yang asik dengan botol susu ditangannya
"Nai..." panggil Zonya
"Hm?" Naina menaikkan alisnya sebagai respon, sebab mulutnya masih belum mampu untuk menjawab karena masih tersumpal dot susu miliknya
"Kita langsung berangkat?"
"Hm" Naina kembali mengangguk membuat Zonya gemas dan mencium wajah gadis gembulnya itu
"Baiklah, pamit dulu dengan Papa kalau begitu" Zonya mengangkat tubuh Naina dan mendekatkannya pada Sean "Nai berangkat ya Papa" ucap Zonya, menirukan suara Naina
"Iya, hati-hati dijalan princess"
"Papa... Papa..." Naina menggapai leher Sean dan bergelayut maja di sana, lalu melabuhkan kecupan sayang di pipi Papanya itu
"Kami berangkat, Mas"
"Hm, hati-hati"
Zonya mengambil tas dan snelinya, lalu membawa tubuh Naina kedalam gendongannya. Melihat itu, Sean ikut bangkit dari duduknya dan mengusap pelan wajah Naina. Kemudian tatapannya berpindah pada Zonya, secara perlahan ia mendekatkan wajahnya dan mencium dahi Zonya singkat
"Hati-hati" ucap Sean lagi
"Hm, kami berangkat, Mas"
"Permisi Tuan" Mbok Ijah ikut menyusul Zonya dan Naina sembari menenteng tas besar berisi pakaian Naina
"Titip anak dan istriku, mbok"
"Siap Tuan"
Sean ikut mengantar Zonya, Naina dan Mbok Ijah hingga ke pintu depan. Ia melambai singkat saat melihat kepala Naina menyembul dari jendela dengan bantuan Mbok Ijah
"Dadah Papa..." Mbok Ijah membantu Naina mengangkat tangannya pada Sean dan dibalas Sean dengan lambaian tangan pula
Setelah memastikan mobil Zonya menghilang dari pandangannya. Sean segera menuju mobilnya dan ikut melajukan mobil tersebut menuju perusahaan