Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa ini?
"Aqila" Kirana memanggil nama sepupunya kala melihat Aqila mulai membuka mata, kantung infusnya juga sudah habis
"Kamu siapa?" kata itu yang jeluar dari mulut Aqila pertama kali, dokter memang mengatakan kanker otak dapat mempengaruhi ingatan pasien dan Kirana tak percaya itu sudah terjadi
"Aku Kirana sepupu kamu" Kirana berusaha menahan air matanya
"Kirana? Sepupu aku? Terus keluarga yang lain mana? dan aku ada dimana?" pertanyaan beruntun keluar dari mulut Aqila sambil memperhatikan ruangan sekitarnya
"Kita dirumah sakit sekarang, Aqila lagi sakit jadi harus diobati" ucap Kirana tenang
"Aqila nggak mau dirumah sakit, Aqila takut jarum suntik" ucapnya memeluk Kirana dan menangis, Kirana juga sudah tak bisa lagi menahan air matanya
"Nanti Papa marah sama Aqila kalau tau Aqila disini" Kirana menduga Aqila sedang berhalusinasi seolah kejadian masa kecilnya kembali
"Kirana?" suara Aqila kembali berubah setelah terdiam cukup lama
"Gue udah jadi pelupa ya sekarang, gue jadi kekanak-kanakan" lirihnya, saat kesadarannya kembali
"Jangan ngomong gitu Aqila, pokoknya lo harus sembuh"
"Pokoknya lo harus inget, kalau gue pergi nanti..."
"Stop gue nggak ingin denger lo ngomong gitu" Kirana menutup telinganya
"Lo harus sembuh, nggak ada kata-kata kayak gitu lagi" Kirana memegang lengan Aqila kuat, tak suka mendengar ucapan sepupunya
Aqila hanya mengangguk dan masih menangis
"Sekarang hari ulang tahun Reyna, pestanya pasti udah dimulai" ucap Aqila
"Jangan mikirin dia, pikirkan kesehatan lo saat ini"
"Ayo kita pulang"
"Dokter bilang efek kemoterapi bisa membuat tubuh lemas dan kelelahan, lebih baik istirahat dulu sekarang masih jam lima sore"
"Nggak bisa Kirana, kita harus pulang sekarang, gue nggak mau dimarahi lagi kayak taun kemarin" ucap Aqila turun dari ranjang pasien
"Baik, tunggu gue kasih tau dokter dulu" ucap Kirana keluar untuk memberitahu para dokter yang ada disana
.
Sepanjang perjalanan pulang menuju rumahnya, Aqila memilih mengalihkan pandangannya pada jendela mobil, melihat suasana sore hari yang tak pernah lepas dari kata macet, keringat-keringat orang yang mengucur deras setelah bekerja seharian dan jangan lupakan irama jalanan dari anak-anak pengamen yang mencari nafkah sendiri
"Lo liat apa sih?" Kirana mengikuti arah pandang Aqila yang hanya fokus pada jalanan
"Lo tau apa yang membuat gue bersyukur dan tak pernah menangis atau mengeluh kepada mereka?" Kirana menggeleng walau tau Aqila tak melihatnya karena posisinya yang membelakangi dirinya
"Karena mereka" ucapnya menunjuk anak-anak kecil yang memainkan musik atau menjajakan dagangan mereka setiap lampu merah
"Mereka kerja tanpa ngeluh sedikitpun, melawan kerasnya hidup sendiri, mereka luar biasa, kenapa gue nggak bisa?"
"Padahal yang gue pengen cuma rasa peduli, rasa perhatian mereka aja, rasanya dianggap penting buat orang gimana sih? Bukan hanya menjadi yang terlupa" Kirana menyadandarkan kepala Aqila pada bahunya, ia tau apa yang menimpa keluarga Aqila saat kecil, namun ia tak tau kalau ternyata kejadian itu berdampak besar untuk Aqila saat ia merasa adiknya lebih menjadi prioritas semua orang
"Nanti kalau disana halusinasi atau sifat pelupa itu datang, dan gue mulai bicara ngelantur nggak jelas, tolong antar gue ke kamar" Kirana hanya mengangguk mengatupkan bibir tak mampu berkata-kata
.
Sementara itu, pesta putri bungsu kediaman Bramadja itu berlangsung cukup meriah dengan mengundang teman-teman juga orang terdekat Reyna
"Kak Rian, Aqila mana?" Renata bertanya saat tak melihat tanda-tanda kehadiran sahabat baiknya itu
"Gue juga nggak tau, udah dibilangin padahal kemarin jangan keluar, tadi pagi malah keluar, janjinya pulang cepet tapi sampai sekarang belum pulang padahal acara udah mulai" Rian berdecak kesal, mengingat kelakuan Aqila yang diyakini pasti bersama Naufal saat ini
"Padahal udah berapa kali gue telpon, tapi nggak aktif" ucap Renata
"Mah, Kak Darren mana?" tanya Reyna yang sudah cantik dengan gaun pesta dan mahkota yang begitu indah terpasang diatas kepalanya
"Katanya masih dijalan" jawab Mama Intan
"Aqila juga masih belum dateng" lanjutnya
"Tunggu mereka dateng dulu"
"Tapi ma, nggak enak sama tamu yang lain" ucap Reyna
"Kita mulai aja ya acaranya, nanti mereka belakangan" ucap Devano agar adik bungsunya itu tak sedih
"Yaudah ayo kita mulai kalau begitu"
.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, perjalanan dari rumah sakit yang seharusnya memakan waktu sepuluh menit menjadi dua puluh menit karena kemacetan lalu lintas
"Terima kasih pak" Kirana dan Aqila keluar dari mobil taksi yang ditumpanginya saat sampai di kediaman Arya Bramadja
Baru beberapa saat melangkah, tubuh Aqila merosot ketanah membuat Kirana panik, beruntungnya pesta itu dilakukan didalam rumah jadi tak ada tamu yang melihat mereka
"Aqila, udah gue bilang kan sama lo kalau lebih baik nginep dulu dirumah sakit atau pulang nanti malem, tubuh lo masih lemes banget" Ucap Kirana dengan nada khawatir membantu Aqila berdiri
"Kirana, kenapa dirumah Aqila banyak hiasan seperti ini? Siapa ulang tahun? Nggak mungkin Aqila kan? Tapi tanggal berapa sekarang?" Penyakit itu mulai mempengaruhi cara berbicara Aqila
"Ayo kita pergi ke taman belakang aja" Kirana menggandeng tangan Aqila menuju taman belakang, ia berjanji setelah ini akan memberitahu semua keluarga tak peduli Aqila melarangnya, sudah cukup, sudah cukup Aqila mengalah untuk segalanya, walaupun tak ingin mengatakan ini tapi Kirana takut sepupunya dipanggil tuhan lebih dahulu
"Hoekkk" Kirana sudah mewanti-wanti ini akan terjadi, salah satu efek samping kemoterapi yang dikatakan dokter adalah mual dan pusing
Dengan sigap Kirana mengambil tisu dalam tas Aqila tanpa menghiraukan barang-barang dari tas itu yang jatuh berantakan
"nanti diberesin lagi" begitulah pikirnya
Sementara itu, Darren memasuki rumah dengan mobil putih kesayangannya, ia terlambat karena operasi ini lebih panjang dari yang diperkirakan, ia akan meminta maaf kepada Reyna nanti dengan hadiah yang dibawanya
Namun, saat memarkirkan mobil perhatiannya justru teralihkan pada Aqila dan Kirana yang berada dibawah pohon, apa yang mereka lakukan disana? Pikir Darren
Hatinya menuntunnnya untuk mendekati dua orang yang berjongkok itu, samar-samar ia mendengar pembicaraan mereka yang membuatnya berhenti sejenak
"Kirana, tinggalin gue sendiri lo masuk duluan, nanti gue nyusul belakangan, sekalian titip hadiah gue buat Reyna" ucap terdengar begitu lirih nyaris seperti bisikan
"Nggak bisa Aqila, pokoknya gue harus kasih tau mereka hal ini nanti malam atau besok pagi"
"Tunggu sebentar lagi, empat hari lagi Kak Darren yang ulang tahun"
"STOP AQILA" Kirana sampai berteriak
"Jangan peduliin mereka lagi, peduli sama diri lo sendiri, mereka harus tau tentang hal ini, sebelum menyesal karena..." Kirana tak sanggup lagi melanjutkan perkataannya
"Karena gue bakal pergi ya?" lirih Aqila
Brakkk
Perhatian Kirana dan Aqila teralihkan pada Darren yang menjatuhkan paper bag cukup besar dengan tangan yang memegang amplop putih berlogo rumah sakit
"Apa ini ?" suaranya bergetar melihat dua orang yang mematung tak berkutik setelah tertangkap basah
akyu sediiih 😭😭😭😭