NovelToon NovelToon
Cinta Dan Takdir

Cinta Dan Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Kultivasi Modern / Penyelamat
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Hendro Palembang

Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.

Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.

Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menghancurkan Aset Kerajaan

Siti Adawiyah menceritakan kejadian sebelumnya.

"Aku sedang membersihkan ruangan Panglima. Tiba-tiba terdengar suara barang yang retak. Ketika aku melihatnya, ternyata guci yang kata Surti adalah segel kekuatan keluarga Umar, telah retak dan berserakan di lantai.. Kemudian ada asap berwarna abu-abu keluar dari guci itu dan langsung masuk kedalam tubuhku. Setelah itu aku tidak mengingat apa-apa lagi hingga aku terbangun di atas kasur ini."

Diluar kamar, sedang berkumpul beberapa Jenderal bersama Asrul. Mereka membahas mengenai penyebab hancurnya guci tempat segel kekuatan keluarga Umar.

"Kenapa guci itu bisa pecah? Apakah karena memang bahan guci itu sudah sangat tua?" Jenderal Usman begitu keheranan.

Jenderal Ali menanggapi. "Tidak mungkin! Guci itu terbuat dari batu giok yang berkualitas sangat baik. Bukankah tetap terjaga hingga ratusan tahun?"

"Sepengetahuan saya, tempat segel kekuatan Iblis akan hancur jika ada seseorang yang telah melakukan perjanjian darah." Asrul mengemukakan pendapatnya.

"Perjanjian Darah?" Jenderal Usman sampai berdiri dari tempat duduknya karena kaget.

Jena memaksa Siti Adawiyah untuk pulang bersamanya.

"Pulanglah bersama ayah."

"Aku tidak mau kembali!.. Aku tidak mau kembali!.."

Siti Adawiyah berteriak mengatakan untuk tidak mau kembali.

Jenderal Ali yang mendengar teriakan Siti Adawiyah, segera mendekati.

"Biarkan saya melihatnya."

"Aku tidak mau kembali!" Siti Adawiyah tetap berteriak.

"Anak nakal, kembali bersama ayah."Jena terus memaksa Siti Adawiyah untuk pulang bersamanya.

Siti Adawiyah mengatakan berbagai alasan agar tetap berada di negeri akhirat. "Aku tidak mau kembali, aku ingin tetap disini. Jenderal Ali, aku ingin tetap disini, mencuci pakaian, membersihkan ruangan, melayani Panglima."

Jena menyebutkan alasannya meminta Siti Adawiyah pulang bersamanya. "Engkau harus kembali bersama ayah! Engkau hanya merepotkan disini."

"Aku tidak mau kembali, disana ayah hanya mengurungku, tidak memberi kebebasan kepadaku." Siti Adawiyah menjelaskan sambil menangis.

"Ada apa ini Tabib Jena?" Jenderal Usman mendesak Jena.

"Tabib Jena, mengapa engkau bersikeras untuk membawa kembali Siti Adawiyah bersamamu?" Asrul juga mempertanyakan tujuan Jena.

Jena mengemukakan alasannya.

"Panglima. Sejak anakku tinggal disini, dia diperlakukan seperti pelayan. Bagaimana mungkin anak seorang pahlawan menjadi sebagai pelayan?"

"Kalau begitu, silahkan bawa Siti Adawiyah bersamamu." Asrul mengizinkan Jena membawa Siti Adawiyah pulang.

"Tidak mau! Aku mohon kepada Panglima. Aku ingin tetap disini! Aku disini bisa melayani Panglima mencuci baju, membersihkan ruangan, menjaga tungku api. Jika aku pulang, aku hanya dikurung disana, aku tidak memiliki kebebasan." Siti Adawiyah memohon kepada Asrul agar tetap tinggal di negeri akhirat.

"Apa sebenarnya tujuanmu membawa kembali anakmu?" Asrul merasa Jena memiliki alasan yang lain sehingga mati-matian ingin membawa pulang anaknya.

"Apakah aku tidak boleh merindukan anakku? Di lembah taman seribu bunga, aku bisa menjaganya, mendisiplinkan dirinya, tidak perlu repot-repot mengkhawatirkan dirinya." Jena memberikan alasan lainnya.

Asrul menjawab. "Jika engkau merindukan anakmu, bukankah engkau bisa setiap saat mengunjunginya?"

"Tidak mungkin! Terlalu banyak persyaratan untuk datang ke istana negeri akhirat. Terlalu banyak aturan. Lebih baik aku menjaganya di rumahku sendiri." Jena masih bersikeras untuk membawa pulang anaknya.

Jenderal Ali membujuk Siti Adawiyah untuk ikut ayahnya pulang.

"Siti Adawiyah, sebaiknya engkau mengikuti perkataan ayahmu. Pulanglah bersama ayahmu."

Semua Jenderal keluar dari kamar Siti Adawiyah, sementara Siti Adawiyah berkemas membawa seluruh barangnya.

Jena melihat Siti Adawiyah mengulur waktu agar lebih lama tinggal di negeri akhirat.

Ketika mereka sedang berdebat, Jenderal Kan'an datang memberi laporan.

"Ampun Panglima, Mohon berikan hukuman kepadaku. Aku telah gagal mencegah orang yang melakukan perjanjian darah."

"Apa yang terjadi pada kaum Alam Ruh?" Asrul meminta penjelasan mengenai kaum Alam Ruh.

"Mereka telah mengorbankan jiwa dan raga mereka untuk melakukan perjanjian darah. Ini membuat kekuatan raja Iblis meningkat." Jenderal Kan'an menyelesaikan laporannya.

Belum selesai laporan dari Jenderal Kan'an, tiba-tiba rombongan Jenderal Umar datang. Seorang prajurit melaporkan.

"Panglima, Jenderal Umar datang untuk menemui Panglima."

Jenderal Umar segera menghadap Asrul.

"Salam hormat Panglima Jenderal Asrul. Saya kemari bertujuan untuk mengembalikan Sertifikat Jabatan Panglima. Saya telah meminta izin kepada Khalifah Taimiyah untuk hal ini."

Jenderal Ali melihat gelagat mencurigakan dari Jenderal Umar.

"Baik sekali engkau Jenderal Umar, Sebenarnya apa yang sedang engkau rencanakan?"

Asrul melarang Jenderal Ali mencurigai Jenderal Umar.

"Jangan terlalu gegabah, Jenderal. Biarkan Jenderal Umar menyerahkan Sertifikat itu."

Surti mengambil Sertifikat itu dari Jenderal Umar dan langsung diserahkan kepada Asrul.

Setelah Asrul menerima sertifikat itu, Jenderal Umar berkata.

"Panglima Jenderal Asrul, didalam Sertifikat itu ada sebuah chip yang berisi video rekaman CCTV yang terpasang di Jurang Neraka pada saat kejadian peperangan. Seluruh warga negeri akhirat ingin mengetahui jalan cerita kejadian disana. Sementara video tersebut hanya bisa dibuka dengan sidik jari Panglima. Dengan membuka video tersebut Panglima dapat membersihkan nama baik Panglima. Bersediakah Panglima membuka video tersebut?"

Asrul tidak berkata apa-apa, tetapi dia membuka segel tersebut dengan sidik jarinya.

Setelah segel terbuka, chip tersebut diambil Asrul tetapi langsung dilemparkan olehnya kedalam tungku api yang sedang aktif.

Jenderal Umar sangat marah.

"Apa yang telah engkau lakukan? Menghancurkan aset kerajaan adalah pelanggaran terbesar! Apakah engkau sedang menutupi sesuatu? Bagaimana cara menunjukkan barang bukti kejadian sebenarnya?"

Asrul mengemukakan alasannya yang telah menghancurkan barang bukti. "Perkataanku adalah buktinya. Aku tidak ingin melihat kembali kesengsaraan para prajurit negeri akhirat yang terbunuh."

"Panglima! Engkau telah memaksa kami untuk melawan kamu!" Jenderal Usman hendak menghunuskan senjatanya.

Jenderal Umar memiliki rencana lain. "Hentikan, Jenderal! Semua telah terjadi. Biarkan saja semua berjalan apa adanya walaupun tanpa barang bukti."

"Kalau demikian, kami akan pergi. Tujuanku untuk mengembalikan Sertifikat itu sudah aku lakukan." Jenderal Umar bersama pengikutnya meninggalkan tempat kediaman Asrul.

Setelah semua telah kembali ke posisi masing-masing, Asrul yang sedang sendirian, didatangi oleh Jenderal Kan'an.

"Panglima, setelah Jenderal Umar meninggalkan kediaman Panglima, beliau langsung menemui Khalifah Taimiyah. Kini di istana kerajaan sedang diadakan rapat darurat, dan hingga saat ini rapat masih berlangsung. Banyak yang berpendapat bahwa ada sesuatu yang telah disembunyikan dari kejadian sebenarnya di Jurang Neraka."

"Bagaimana denganmu?" Asrul bertanya kepada Jenderal Kan'an.

"Apa?"

"Apakah engkau ingin melihat video kejadian peperangan?" Asrul ingin mengetahui isi hati Jenderal Kan'an.

Jenderal Kan'an menjawab. "Saya akan melaksanakan apapun perintah Panglima berkaitan dengan ini. Katakan saja Panglima, aku akan laksanakan dengan segenap kemampuanku walaupun mempertaruhkan nyawa."

Sesaat kemudian Surti datang membawa obat untuk Asrul.

"Panglima, makan obatmu dulu."

Asrul langsung memakan obatnya.

"Surti, tolong ganti tungku api itu."

"Baiklah Panglima." Surti langsung melaksanakan perintah Asrul.

1
Delita bae
semangat👍
Hendro Widodo
Sangat Bagus
Hendro Widodo
Mana komentarnya? Apakah ceritanya kurang menarik? masa sih?
Delita bae: saya mampir 😁dukung ya karya saya.🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!