SANG PEWARIS

Diro dan Ama bahagia. Mereka memeluk putrinya. Aminah alias Ananda sudah mengingat siapa dirinya. Akupuntur yang digunakan Lidya untuk mengobati syaraf yang cedera, bisa diatasi dengan baik.

"Alhamdulillah, semua jaringan otak dan lainnya baik-baik saja, tidak ada yang berarti. Yang penting otaknya dilatih jangan terlalu berlebihan," jelas Lidya.

"Masalah gizi buruknya juga sudah tertangani walau masih harus dicek setiap bulannya," jelasnya lagi.

"Lalu bagaimana ususnya apa benar lengket?" tanya Diro lagi.

"Alhamdulillah, setelah pemeriksaan dan penanganan intensif, ususnya baik-baik saja," jelas Lidya lagi.

"Jadi kapan putri saya boleh pulang?" tanya Ama.

"Jika perkembangan dan bobot tubuhnya naik selama seminggu ini, saya memastikan Aminah atau Ananda akan pulang seminggu lagi," jawab Lidya dengan senyum ramah.

Diro dan Ama memeluk dan mencium putrinya dengan penuh kasih sayang. Sang nenek memandang keluarga kecil itu dengan pandangan haru. Perlahan, ia pun keluar dari ruangan itu.

"Cucu sudah ada yang mengambil dan mengakuinya ... sebaiknya aku kembali agar tak menyusahkan mereka," gumamnya pelan.

Perlahan ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Air matanya menetes.

"Aku kembali sebatang kara," ujarnya tergugu.

"Nenek mau ke mana?" sebuah lengan menahannya.

Nenek itu menghapus cepat air matanya. Ia menoleh, Saf menahan wanita tua itu. Nenek tersenyum.

"Nenek sudah tidak ada keperluan lagi di sini Bu bidan, jadi sebaiknya nenek pergi," jawabnya dengan semburat sendu di wajahnya.

Saf sangat tahu kesedihan sang nenek. Wanita itu memeluknya.

"Nek, mau nggak tinggal di rumah Saf," pintanya.

Nenek langsung menggeleng tanda menolak keras.

"Tidak, nenek tak mau menyusahkan ...."

"Nenek!" keduanya menoleh.

Diro berlari kearah mereka. Ternyata pria itu dari tadi mencari keberadaan wanita tua itu.

"Nenek mau kemana?" tanyanya sambil terengah-engah.

"Mau pergi," jawab nenek enteng.

"Trus ninggalin cucu nenek gitu aja?" tanya Diro tak percaya.

Nenek tertegun mendengar perkataan pria di depannya. Diro langsung menggandeng tangan sang nenek dan membawanya kembali ke ruangan.

"Nek, jangan kemana-mana, cucu nenek sangat membutuhkan nenek begitu juga aku," pinta Diro penuh harap.

"Tapi ...."

"Sudah jangan banyak tapi, cucumu minta disuapi, masa tega meninggalkan cucumu sendiri," potong Diro cepat.

Diro sudah memutuskan untuk merawat wanita tua itu bersamanya di rumah, sang istri langsung setuju.

"Maaf ma ... aku lebih menginginkan nenek jadi ibu dan nenek dari putriku ketimbang dirimu," gumam pria itu dalam hati.

Sedangkan Dira kini berada dalam tahanan. Ia akan menghadapi tuntutan dari putranya. Bukti sudah kuat untuk menjatuhkannya hukuman yang berat. Wanita itu pun pasrah.

Sedang di ruang rawat inap. Dahlan dan Gomesh menghadap pada atasannya. Di sana Dav, Rion dan Darren tengah mengusik pria dengan sejuta pesona itu.

"Tuan!"

"Katakan!" titah Virgou langsung.

"Ananda atau Aminah sudah kembali pada orang tua mereka. Ibu Dira Sugandhi mendapat hukuman berat dua puluh lima tahun penjara karena dakwaan sengaja menghilangkan manusia dan percobaan pembunuhan. Sedang pria bernama Cecep dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dengan sangkaan bekerjasama dalam menghilangkan orang juga kasus suap dan pemerasan!" lapor Dahlan panjang lebar.

"Kemudian?" tanya Virgou lagi.

"Nenek bernama Lunar Hadi Rudyatmo, istri dari mendiang Bambang Susantono Mahendar, pemilik perusahaan LunAR Djaya!" sahut Gomesh.

"Beliau dibuang oleh anak dan menantunya karena ingin menguasai semua harta yang dimiliki Nyonya Lunar," lanjutnya.

"Apa sudah dibereskan?"

"Sudah tuan! Kami sudah melayangkan audit pada bank juga asosiasi pengusaha untuk menanyakan kemana pemimpin sesungguhnya. Karena sampai sekarang perusahaan itu masih di pimpin dengan nama Nyonya Lunar!" lanjutnya memberi informasi.

Virgou mengangguk.

"Buat mereka bangkrut dan menjadi pengemis di jalanan!" titah Virgou.

Gomesh dan Dahlan membungkuk hormat. Keduanya pun pergi melaksanakan perintah atasannya. Rion dan Darren kembali memeluk pria tampan itu.

"Daddy," rajuk keduanya.

"Hei ... kalian manja sekali," sindir Dav.

Tak lama dokter spesialis jantung datang memeriksa. Darren dan Rion pun harus bangkit dari ranjang. Setelah pemeriksaan, Rion langsung bertanya.

"Bagaimana dok?"

"Tuan Black Dougher Young tidak apa-apa, hanya butuh istirahat yang banyak saja," ujar dokter menjelaskan.

"Beliau boleh pulang setelah cairan infusnya habis," lanjutnya.

Rion senang bukan main begitu juga Darren dan Dav.

"Jangan sakit-sakit lagi daddy, Ion masih butuh daddy laaaamaaaa sekali!"

"Iya, baby ... doakan daddy panjang umur ya," pinta pria itu.

Satu jam menunggu cairan habis. Pria sejuta pesona itu pun pulang. Sebelum pulang ia menjenguk Ananda atau Aminah.

"Makasih tuan!" ujar gadis kecil itu lalu memeluk Virgou erat.

"Iya ... sama-sama, jangan nakal dan nurut ya sama nenek dan dua orang tua kamu!" Aminah mengangguk.

Diro mengucap banyak terima kasih begitu juga Ama dan nenek. Virgou menatap lama pada wanita tua itu. Ia hanya mengangguk dan berlalu dari sana.

Ketika pulang, mereka disambut oleh anak-anak yang memeluk dan menciuminya.

"Daddy ... hiks ... hiks!" Harun tampak merindukan ayahnya.

"Baby," Virgou menciumi putra bungsunya itu.

Virgou diminta istirahat oleh mertuanya. Shama memeluk menantunya itu begitu juga Basri.

Virgou pun masuk kamar bersama istrinya. Sebuah ciuman berlangsung lama sebelum Puspita keluar kamar.

"Aku merindukanmu sayang," ujar Virgou dengan suara serak.

"Sabar sayang ... tunggu nanti malam," ujar Puspita dengan nada genit dan menggoda.

Malam pun larut. Anak-anak sudah tidur di kamar mereka. Keberuntungan pada sepasang suami istri itu. Harun tidur bersama saudaranya yang lain.

"Alun budah dedhe, eundat mawu pidul sama mommy ban daddy!" tolak bayi itu dengan angkuhnya.

Virgou menanti istrinya yang sedang berada di kamar mandi. Tak lama Puspita keluar dengan lingerie warna merah menyala.

"Sayang," Puspita berjalan sambil meliukkan tubuhnya.

Virgou menatapnya dengan mulut terbuka. Istrinya benar-benar liar malam ini. Puspita menari dengan begitu erotis di hadapan suaminya, hingga Virgou tak tahan dan langsung menarik istrinya. Keduanya pun menyatu dalam ombak cinta yang dahsyat.

"Sayang!" panggil Virgou ketika mulai mengayun tubuhnya.

Pria itu mendominasi permainan, ia tak mau kalah dengan istrinya yang sangat panas begitu dimasuki.

"Bagaimana jika setelah ini kau hamil lagi sayang?" tanya Virgou dengan napas terengah-engah dan peluh bercucuran.

"Maka anakku ada tujuh sayang," jawab Puspita enteng.

Virgou bahagia luar biasa. Pria itu benar-benar membuat istrinya melayang di udara. Pria itu juga tak keberatan jika Tuhan memberinya lagi tanggung jawab di perut sang istri.

"Puspita!" erang pria itu ketika sampai pada pelepasannya.

Wanita itu sudah pasrah, ia kalah total malam ini. Ia menerima semua cairan yang masuk memenuhi rahimnya.

"I love you Puspita Hasan!"

"I love you too Virgou Black Dougher Young!"

bersambung.

Wek ... Wek ... Wek!

next?