"kamu beneran sayang kan sama Kakak?"
"Iya kak" jawab Marsya
"Kalo gitu buktikan"
"Hah, gimana caranya?" Tanya Marsya kebingungan, bukankah selama ini Marsya sudah menunjukan rasa sayangnya itu padanya dari sikap, dan perhatiannya, apalagi yang kurang dari itu semua?
"Ayo kita lakukan itu" jawabnya sambil mengusap lembut pipi Marsya.
"Lakukan apa?" Tanya Marsya tidak mengerti dengan arah pembicaraan tunangannya itu.
"Berci*ta dengan Kakak."
"B-berci*ta? A-apa aku harus ngebuktiin dengan cara seperti itu?"
Tanya Marsya tergagap karena gugup dan sedikit takut mendengar pernyataan tunangannya.
"Ya, untuk membuktikan kalau kamu benar-benar sayang sama Kakak, kamu harus membuktikannya dengan cara memberikan apa yang selama ini kamu jaga"
Ucapnya merayu seraya terus mengelus pipi Marsya.
"T-tapi apa harus seperti itu? A-aku masih sekolah kalau kamu lupa, lagipula aku cuma mau ngasih itu ke suami aku nanti"
"Marsya sayang, jangan lupa, Kakak ini tunangan kamu, sekarang atau nanti sama saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rainy_day, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis lain
Kukuruyuuukkk
cuit cuit cuittt
Samar terdengar suara ayam, dan burung berkicau saling bersahutan, udara dingin menyergap tubuhnya, membuat Marsya mengeratkan selimut di tubuhnya menutupi hingga kepalanya.
Marsya mencoba memejamkan kembali matanya, tetapi tidak bisa karena suara bising dari hewan-hewan di sekitar, akhirnya ia bangun dari pembaringannya, dan melipat selimut bekas pakainya, ia memperhatikan sekitar, orang tua, adik, dan teman-teman Arkana masih tertidur lelap, ia meraih ponsel dan waktu menunjukkan pukul 05.25, masih terlalu pagi, ia merapatkan jaket tebalnya, lalu melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan menggosok gigi.
Setelah membasuh wajah ia mengambil ponselnya, dan ia berjalan ke arah samping halaman rumah Abah Lasmana, ia melihat seorang pemuda sedang duduk di teras rumah sambil meminum kopi, pemuda itu mendongakkan kepalanya dan menatap Marsya, lalu pemuda itu tersenyum kepada Marsya dan menghampirinya, karena posisi rumah Abah Lasmana lebih tinggi, jadi pemuda itu mendongak saat melihat Marsya.
Pemuda yang baru di temuinya itu sangat ramah, dan murah senyum, cukup tampan dan terlihat matang, kulitnya sedikit gelap, dan terlihat dadanya yang bidang, serta otot tangannya tercetak jelas di balik bajunya.
"haii, dingin ya?" ucapnya sambil tersenyum, ia melihat Marsya sedikit menggigil di tempatnya berdiri.
"iya" ucap Marsya lalu membalas senyum pemuda itu.
"namaku Nara" ucapnya tanpa mengulurkan tangannya karena jarak rumah Abah Lasmana yang cukup tinggi.
Marsya menganggukan kepalanya "aku Marsya"
"Kamu tamu di rumah Abah Lasmana?" ucapnya. Marsya pun berjongkok, ia merasa tak enak dengan jarak yang begitu tinggi.
"iya, orang tua aku sih" ucap Marsya mengangkat kedua bahunya, setelah mendengar ucapan Marsya, pemuda itu menuju teras rumahnya dan mengambil piring yang berisi pisang goreng dan membawanya ke arah Marsya.
"kamu sudah sarapan?" ucapnya
"ahh belum, aku baru bangun" Marsya menggelengkan kepalanya.
"nih, kamu mau?" ucap pemuda itu menyodorkan piring berisi pisang goreng ke hadapan Marsya.
"boleh?" ucap Marsya bertanya terlebih dahulu sebelum menerima pemberian pemuda itu.
"ahh sebentar" pria itu berbalik lagi menuju rumahnya dengan membawa piring berisi pisang goreng, tak lama ia kembali lagi dengan kantong kresek berwarna putih di tangannya.
"ini, buat kamu" ucapnya menyerahkan kantong kresek berwarna putih tersebut kepada Marsya, Marsya pun menerima pemberian pemuda itu.
"lain waktu kita ngobrol lagi yaaa, aku harus pergi sekarang, senang berkenalan denganmu" ucapnya lalu meninggalkan Marsya, ia memakai helm, lalu melambaikan tangan kearah Marsya sambil melajukan motornya.
"makasih banyak Naraaa" ucap Marsya sedikit meninggikan suaranya kepada pemuda bernama Nara itu.
Marsya membalikkan tubuhnya, dan melihat ke arah rumah Abah Lasmana, ternyata orang tua, dan adiknya sudah bangun dari tidurnya, Oriza merebahkan kepalanya pada kaki Papa Erwin yang sedang mengobrol dengan Abah Lasmana, sedangkan Mama Wulan melangkahkan kakinya menuju dapur. Marsya melangkahkan kakinya menuju dapur, mengekori Mama Wulan.
Marsya memberikan kantong kresek berwarna putih pemberian Nara kepada Mama Wulan, yang langsung ia pindahkan ke dalam piring.
"kamu dapet gorengan dari mana Sya?" ucap Mama Wulan, ia merasa aneh dengan anaknya, karena sepagi itu sudah membawa gorengan, terlebih baru dua kali mereka mengunjungi rumah Abah Lasmana, jadi dia merasa bingung dari mana anaknya itu mendapatkan gorengan sepagi ini.
"di kasih tadi sama cowok, namanya Nara" ucap Marsya mendudukkan dirinya di kursi yang berada di dapur Abah Lasmana.
"Nara? Kamu punya temen daerah sini?" ucap Mama Wulan, ia sedang membantu Mak Nur menyiapkan sarapan.
"baru kenal, tadi Marsya liat dia pas lagi nyuap pisang goreng, di sangkanya Marsya pengen kali, makanya dikasih ini" ucap Marsya menyandarkan tubuhnya pada kursi.
"ohh si Nara, itu anaknya Pak Bahri, rumahnya di bawah situ Bu, emang baik dia anaknya" ucap Mak Nur kepada Mama Wulan, Marsya dan Mama Wulan hanya menganggukkan kepalanya saja.
*****
Naresh terbangun dari tidurnya, ia melihat teman-temannya juga sudah bangun dan mulai bergantian memakai toilet, Om Erwin sedang mengobrol dengan Abah Lasmana, tetapi ia tidak melihat keberadaan Marsya dan Tante Wulan, entah kemana mereka sepagi ini.
Naresh melangkahkan kakinya menuju toilet untuk membersihkan diri, ia cukup kuat menahan udara dingin, jadi ia mandi saja karena merasa air pegunungan sangatlah menyegarkan.
Setelah membersihkan tubuhnya, Naresh memakai motornya untuk mencari mini market, dia ingin membeli rokok, karena rokoknya sudah habis, tetapi saat melajukan motornya meninggalkan kediaman Abah Lasmana, dia hampir saja menabrak seseorang.
Naresh memarkirkan motornya di pinggir gerbang rumah Abah Lasmana dan menghampiri gadis yang baru saja hampir ia tabrak.
"hei maaf, kamu gak apa-apa?" ucap Naresh mendekati gadis itu.
"ah iya gak apa-apa" ucap gadis itu sambil tersenyum, ia terlihat sangat cantik dan manis, kulitnya putih, mulus, rambutnya hitam, panjang, dan lurus, matanya bulat, hidungnya mancung, alisnya tebal, bibirnya merah, serta lesung pipi yang menghiasi senyumnya.
Deg deg deg
Naresh merasakan degup jantungnya berdetak sangat cepat saat melihat senyum manis gadis itu.
"ekhmm hei namaku Naresh, boleh aku tau siapa nama kamu?" ucap Naresh mengulurkan tangannua kepada gadis itu.
"hmm nama saya Sania" ucap gadis cantik itu tersenyum menjabat tangan Naresh, dengan rona merah di pipinya.
"boleh aku minta nomor ponsel kamu?" ucap Naresh sambil menyerahkan ponselnya pada gadis itu.
'kesempatan bagus gak boleh di lewatin kan? Cantik banget, kayaknya gua jatuh cinta pada pandangan pertama sama gadis ini, dia bikin jantung gua deg-degan' batin Naresh saat menatap gadis yang sedang menggenggam ponsel miliknya itu.
"terima kasih ya, rumah kamu dimana?" ucap Naresh menerima kembali ponselnya.
"rumah saya di situ, yang cat biru langit" ucap gadis itu menunjukkan letak rumahnya.
"ahh baiklah" ucap Naresh tersenyum kepadanya.
"kalo gitu saya permisi ya, mari" ucap gadis itu meninggalkan Naresh yang tersenyum di tempatnya, saat gadis itu menghilang di pandangannya, Naresh menaiki motornya lagi, melajukan motornya menuju mini market.
"Weh dari mana lo, beli rokok doang lama banget" ucap Liam saat Naresh sudah kembali dari mini market.
"hehe" Naresh hanya cengengesan saja.
"kayaknya ada yang lagi seneng nih" ucap Kalingga saat melihat rona kebahagiaan pada wajah temannya itu.
"iya hehehe" ucap Naresh masih dengan senyum, dan matanya yang berbinar.
"wah kenapa nih, tumben banget muka lo cerah banget begitu" ucap Arkana menyahuti ucapan Kalingga.
"ahh gak kenapa-napa kok" ucap Naresh.
"Abah tolong di terawang si Naresh takutnya dia kesurupan, senyum-senyum gak jelas dia dari tadi" ucap Albiru berbicara pada Abah Lasmana.
"hehe, gapapa lah Al, mungkin lagi jatuh cinta dia" ucap Abah Lasmana.
Kalingga, Liam, Arkana, dan Albiru, merasa aneh melihat Naresh yang terlihat sangat bahagia, karena tidak seperti biasanya dia menampilkan ekspresi yang seperti itu, saat mendekati Marsya pun ia tidak terlihat seperti itu, mereka berpikir apa mungkin Naresh sudah berpacaran dengan Marsya? Tetapi saat mereka melihat Marsya, ia terlihat biasa saja dan Marsya tidak menunjukkan ekspresi apapun, hanya wajah datarnya saja.