Mentari dijodohkan oleh ayahnya dengan pria lumpuh. ia terpaksa menerimanya karena ekonomi keluarga dan bakti dia kepada orangtuanya.
apa yang terjadi setelah mentari menikah?
apa akan tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya?
apakah mentari bahagia? atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akad Nikah Semua Orang Syok!!!
Terdengar bisik-bisik dari para tetangga, saat melihat Dirga untuk pertama kalinya. Meskipun Dirga lumpuh, tapi ia terlihat bukan orang susah.
Gendis sekilas menatap wajah suaminya, lalu mulai membandingkan wajah mereka.
"Tampan sih! Tapi sayang lumpuh dan miskin. Jadi masih tetap menang suamiku" batin Gendis
"Saya terima nikah dan kawinnya Mentari Anugrah binti Bagas dengan seperangkat alat sholat, emas 100gram, uang tunai 500 juta rupiah, sebuah rumah dan mobil di bayar tunai". Ucap Dirga saat ijab kabul.
Hampir semua orang melongo, saat mendengar Dirga menyebutkan mahar yang di berikan.
"Halah, itu pasti hanya karangan saja! Mana mobilnya? Uangnya saja tidak ada. Uang 500 juta lho! ingin mendapatkan pujian dari orang-orang, dengan cara berbohong. Ingin pernikahannya tidak sah ?" mulai keluar julid nya Bulek Narti.
Mana mungkin, Mentari mendapatkan mahar semewah itu. Mengalahkan mahar Reza untuk putrinya.
Bu Dita menatap ke arah luar. Sebab orang yang di tugaskan membawa kotak kaca yang berisi uang tunai, datang telat karena terjebak macet dijalan. Sedangkan ijab kabul harus tepat waktu.
Akhirnya orang yang di tunggu-tunggu tiba, yaitu Beni membawa kotak kaca yang berisi uang tunai. Semua orang melotot saat melihatnya, termasuk adik-adiknya pak Bagas.
Pak Beni sangat terkenal di desa ini, beliau orang kaya sekaligus pemilik pabrik garmen yang ada disini.
Tak lama mobil towing memasuki halaman rumah Mentari. Yang membawa mobil Pajero sport untuk di jadikan mahar. Para tamu yang melihatnya semakin heboh.
"pasti pak Beni, yang meminjamkan harta sebanyak ini. Mereka akan membayarnya dengan berkerja jadi babu seumur hidupnya ". Ucap Bulek Narti, yang hatinya sudah panas tak karuan.
"Ha___hah?"
"ko____kok bisa sih?"
"ini nyata?"
"si Upik abu dapat mahar se__sebanyak itu?"
Yah, yang terakhir adalah suara Gendis yang masih belum bisa menerima kenyataan, sedangkan para tamu yang berada di belakang Mentari dan keluarga ikut berbisik-bisik. Kebanyakan banyak yang menunjukkan wajah tak yakin dengan apa yang mereka lihat saat ini.
Siapa yang bisa yakin dengan mahar yang diberikan oleh Dirga sebanyak itu? Sedangkan Mentari adalah gadis miskin yang bekerja di sebuah minimarket. Tidak ada yang bisa Mentari banggakan dari dirinya. Ia bukanlah lulusan sarjana, tidak mempunyai gelar ataupun status orang kaya. Namun, rezeki ataupun jodoh, siapa yang tahu?
Semuanya sudah menjadi rahasia sang pemilik kehidupan.
"Ini adalah mahar yang di berikan Dirga untukmu, Tari". Ucap Beni sambil memberikan kotak kaca yang ia bawa kepada Mentari.
Kotak itu berisi uang tunai yang banyak. Sedangkan, Ranti di belakangnya membawa kotak yang ukurannya sedikit lebih kecil. Isinya berupa perhiasan dan dua buah kunci.
"Dan, ini isinya adalah perhiasan, satu kunci rumah dan juga kunci mobil" Ranti ikut berbicara. "Jadi, pernikahan ini sah ya, ibu-ibu sekalian. Ini semua mahar nyata, tidak ada kebohongan!" ucap Ranti lagi dengan tegas.
Bukan tanpa sebab Ranti mengatakan itu semua. Karena sepanjang ia berjalan mulai dari halaman sampai di tempat akad, semua orang meragukan Dirga dan orangtuanya. Mereka bahkan mengejek dan menghina Mentari dengan dalih kasihan, karena mendapatkan suami lumpuh dan penipu.
"Bu__bukan, bagitu maksud kami Bu Ranti. Kami hanya__" ucap Narti langsung terputus lantaran melihat Ranti menunjukkan wajah masam. "Lalu, maksudnya bagaimana, Bu Narti? Aku mendengar sendiri bagaimana kalian menggunjing mengenai Dirga, bahkan kalian menganggapnya sebagai penipu". Sahut Ranti pedas.
Dita langsung memberikan kode kepada Ranti untuk tidak membuat keributan di acara sakral ini. Toh dia dan suaminya memang sedang menyamar, jadi apapun yang orang-orang katakan tentang dirinya tidak terpengaruh baginya.
"kenapa semua orang menunjukkan wajah seperti itu?".
Ditengah keributan yang terjadi, Mentari terperanjat kaget saat mendengarkan suara Dirga. Dia lekas menoleh dan menatap Dirga yang menunjukkan wajah kebingungan. Mentari langsung mengambil kesimpulan bahwa, Dirga tidak pernah tahu bahwa Dita dan suaminya sedang menyamar menjadi pembantu dan sopir di rumahnya sendiri.
"Mereka meragukan mahar yang aku berikan?" tanya Dirga lagi.
sepertinya Dirga bergumam, yang masih bisa di dengar jelas oleh Mentari.
"A___nu... Mas, sebenarnya....". Mentari ingin menjelaskan, namun suaranya terhenti karena Dirga menoleh dan menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Alis matanya bertautan, bola matanya menatap dengan lekat kepada Mentari.
"Iya! Mereka kenapa?" tanya Dirga lagi
Glek
Mentari menelan ludahnya sendiri, tiba-tiba ia sulit untuk berbicara. Sebab ia melihat suaminya yang terlalu tampan.
"sial!" batin Mentari.
****************
"Apa yang kalian kira tadi di rumah Mas Bagas, terlihat nyata?" Tanya Denok dengan menunjukkan wajah masam, dan ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa di rumah Narti.
Kini mereka bertiga kumpul di rumah Narti sepulang dari rumahnya Bagas, sebab mereka enggan berlama-lama di sana karena nanti akan membuat hatinya menjadi lebih iri. Mereka melihat mahar yang diterima oleh Mentari tadi, tak bisa membuat mereka senang. Melainkan membuat mereka semakin membenci mentari.
Seharusnya sebagai saudara mereka harus tetap tinggal disana, minimal membantu beberes sisa dari akad nikah tadi. Soalnya hari ini hanyalah akad nikah saja, resepsinya nanti menyusul tiga hari lagi.
"Iya, bisa-bisanya mahar Mentari lebih banyak dan mewah dari pada aku. Padahal suamiku kan seorang abdi negara", Rajuk Gendis.
"Sudahlah, kalian mikir apa sih? Semua mahar itukan akan di gantikan dengan kerja keras mereka sekeluarga di rumah majikannya". Narti menjawab "Aku bahkan merasa lucu saja, setelah menikah bukannya bahagia, malah sih Mentari juga ikut bekerja sebagai pembantu untuk melunasi semua hutang-hutang suami dan mertuanya". Imbuh Narti sambil terkekeh.
"Tapi Mbak, tadi lihat sendiri kan? Pak Beni dan Bu Ranti langsung datang lho, bahkan mereka yang membawakan maharnya Mentari. Bisa saja itu bukan hutang, melainkan majikan mereka memang baik dan memberikan itu semua". Denok menimpalinya lagi .
"Lah, kamu kira orang kaya mau ngasih harta secara cuma-cuma? Hah?" tanya Narti ketus. Ia menolak untuk membenarkan kata-kata adiknya. Karena ia merasa semua yang ia katakan memang benar adanya.
"Ya, bisa sajalah, Mbak. Namanya juga orang kaya". Jawab Denok santai.
"Enggak sebanyak itu juga! Iya kali, Ngasih uang lima ratus juta, rumah dan mobil hanya untuk nikahan anak pembantunya" balas Narti mencibir, "Kalian itu kebanyakan nonton sinetron, hanya mendapatkan mahar sebanyak itu bukan berarti Mentari dan Bagas sekeluarga menjadi langsung kaya, dan sepadan denganku. Sampai kapanpun mereka akan ada di bawahku, tidak ada jalan untuk jadi orang kaya. Wong besannya saja seorang pembantu dan sopir. Menantunya apa lagi? Lumpuh!" katanya lagi sambil tertawa terbahak-bahak.
"iya sih, bisa jadi tu mahar nanti di kembalikan lagi. Ibaratnya cuma pinjam. kasihan mentari" ujar Denok sambil tertawa keras "lebih kasihan lagi Mas Bagas, ia kira anaknya mendapatkan mahar sebanyak itu, dan dia bisa hidup enak tanpa bekerja lagi. Namun nyatanya? Hahahaha...."
Kedua kakak beradik itu menertawakan Bagas dan keluarganya. Terlihat jelas jika mereka tidak mau melihat keluarga Bagas hidupnya lebih baik dari mereka. Mereka memiliki hati yang busuk, iri, dan dengki terlihat jelas di wajah mereka.
"Oh iya, Dis. Kamu jangan mau kalah dari Tari, meskipun nanti perhiasannya yang sebagai maha akan di kembalikan pada yang punya...
tetap saja semua warga disini taunya itu punya Tari. Kamu harus minta sama Reza perhiasan satu atau dua set sekalian". Pinta Narti sambil menatap Gendis dengan alis yang terangkat.
"Jelaslah Bu, mana mungkin aku biarkan Tari lebih kelihatan Wah dari aku!" sahut Gendis ketus " Mentari itu cuma anak orang susah, gak bisa di bandingkan dengan aku yang bersuami seorang abdi negara, sedangkan suaminya hanya anak seorang pembantu dan sopir, suaminya lumpuh lagi. Yaa beda jauhlah!"
Dari tadi Gendis memang sudah punya niatan meminta Reza untuk membelikan perhiasan dan juga mobil baru. Dia gak mau harga dirinya di injak-injak oleh Mentari. Padahal dari tadi Mentari tidak melakukan apa-apa kepadanya, cuma dianya saja yang memiliki pikiran buruk terhadap Mentari.
"Mbak! Mbak Narti!"
Narti, Denok, dan juga Gendis sedang asyik bergosip DJ kagetkan dengan suara seseorang. Mereka bertiga langsung menoleh kearah pintu, ternyata ada Dewi yang kelihatan sedang mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
"Kamu ngapain sih Wi, teriak-teriak seperti di hutan saja! Emang ada apa?" tanya Narti heran.
"Mbak! Kalian tahu gak, aku barusan lihat apa?" Dewi masuk langsung mengambil minum yang ada di atas meja.
"Apa? Jangan buat aku panasan, Wi?" Kata Narti lagi.
" Aku kan, barusan lewat depan rumahnya pak Beni, kebetulan pagar rumahnya terbuka sedikit. Jadi aku melihat sesuatu yang aneh lho!" kata Dewi dengan misterius. Dan ketiga pendengar yang ada disana menjadi semakin penasaran.
"Bulek, melihat siapa?" tanya Gendis penasaran.
"Teras kursi rumah Pak Beni kan ada dua. Eh.. Aku melihat dia bersama istrinya duduk lesehan di bawah. Kalian tahu siapa yang duduk di atas?" ujarnya penuh teka-teki dan ketiga pendengar tersebut langsung kompak menggeleng.
"Yang duduk di kursi malah besannya Mas Bagas! Coba deh kalian pikir, masak sih pembantu sama sopir duduk di kursi. Sedangkan adik majikan duduk lesehan di bawah, aneh gak sih?" ucap Dewi melanjutkan.
...****************...
aku mampir yah, kayanya ceritanya menarik.
sukses selalu