kisah seorang siswi perempuan yang tidak tertarik dengan apapun akhirnya menyukai seorang lelaki yaitu kakak kelasnya,hari demi hari ia lewati tana menyapa ataupun yang lain.hanya sebatas melihat dari jauh orang yang di kaguminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myz Yzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERLAHAN BANGKIT KEMBALI
Hari-hari berlalu dengan perlahan, namun terasa begitu berarti bagi Yana dan Nabil. Keduanya mulai saling berbagi lebih banyak hal, bukan hanya tentang apa yang terjadi pada mereka setelah berpisah, tetapi juga tentang impian-impian baru yang mereka raih secara individu. Yana yang dulu merasa takut untuk membuka hati, kini merasa ada ketenangan dalam setiap percakapan dengan Nabil. Begitu juga Nabil, yang meski masih membawa luka masa lalu, merasa bahwa setiap langkah yang mereka ambil bersama semakin menyembuhkan bagian-bagian yang dulu terasa rapuh.
Mereka mulai melakukan hal-hal sederhana yang dulu mereka nikmati bersama. Saling menghabiskan waktu di kafe yang sama, menonton film yang dulu sering mereka tonton, hingga berjalan-jalan di taman yang pernah menjadi tempat favorit mereka. Tidak ada lagi rasa canggung yang mengikat, yang ada hanyalah rasa nyaman dan pengertian yang semakin mendalam. Mereka belajar untuk memberi ruang satu sama lain, menghargai setiap perubahan, dan menghormati keinginan serta kebebasan pribadi masing-masing.
Suatu sore, ketika langit sudah mulai gelap dan lampu-lampu kota mulai menyala, Yana dan Nabil duduk di taman, seperti beberapa tahun yang lalu. Hembusan angin sore itu membawa aroma bunga dan tanah basah, menciptakan suasana yang tenang. Mereka berbicara dengan ringan tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan, hingga topik-topik yang kadang terasa sepele, namun membuat mereka merasa lebih dekat satu sama lain.
Yana meletakkan ponselnya di sampingnya dan menatap Nabil dengan senyuman lembut. "Aku masih ingat bagaimana dulu kita sering berdebat tentang hal-hal kecil," katanya, tertawa pelan. "Tapi, aku merasa itu juga yang membuat hubungan kita terasa hidup."
Nabil ikut tertawa, matanya berbinar. "Iya, kamu selalu punya argumen yang sulit dibantah," katanya dengan nada menggoda. "Tapi, aku rasa itu yang membuatku belajar banyak hal. Belajar untuk lebih sabar, lebih menghargai perbedaan."
Yana mengangguk. "Aku juga belajar banyak, Nabil. Tentang bagaimana kita harus memberi ruang satu sama lain untuk tumbuh, bukan hanya bersama, tetapi juga sebagai individu."
Nabil terdiam sejenak, merenung, lalu menatap Yana dengan serius. "Kadang aku berpikir, mungkin kita memang bukan waktu yang tepat dulu. Tapi sekarang, rasanya seperti waktu yang tepat untuk kita mencoba lagi, bukan hanya sebagai pasangan, tapi juga sebagai teman yang saling mendukung."
Yana menatapnya, merasakan hangatnya kata-kata itu. "Aku setuju," jawabnya pelan. "Aku rasa, sekarang kita sudah cukup dewasa untuk tahu apa yang kita inginkan, dan bagaimana kita bisa saling memberi tanpa merasa tertekan."
Mereka terdiam, menikmati kebersamaan yang tak terucapkan, saling menatap langit senja yang kini berubah menjadi malam. Hati mereka penuh dengan rasa syukur, karena meskipun perjalanan mereka tidak selalu mudah, mereka telah menemukan cara untuk kembali bersama tanpa beban masa lalu yang menghantui.
Hari-hari semakin terasa lebih ringan, meski kehidupan tetap membawa tantangan masing-masing. Nabil dan Yana seringkali menghadapi hal-hal yang menguji keteguhan mereka. Namun, kali ini, mereka tahu bahwa mereka lebih kuat daripada sebelumnya. Cinta mereka bukan lagi tentang kebersamaan yang sempurna, melainkan tentang bagaimana mereka saling memberi dan menerima dengan penuh pengertian.
Mereka mulai merencanakan masa depan bersama, namun dengan cara yang berbeda. Tidak ada lagi tekanan untuk memenuhi harapan-harapan yang tidak realistis. Mereka berbicara tentang hal-hal yang sederhana, seperti rumah yang ingin mereka huni suatu hari nanti, atau liburan yang ingin mereka ambil bersama. Tidak ada lagi janji-janji besar yang mereka buat, hanya komitmen untuk terus berusaha saling mendukung dalam setiap langkah yang mereka ambil.
Satu malam, saat mereka sedang berjalan pulang setelah makan malam di restoran yang baru mereka coba, Yana berhenti sejenak, menatap bintang-bintang yang bersinar terang di langit. “Nabil,” katanya dengan suara lembut, “aku pernah takut kehilanganmu, dan aku rasa itu sebabnya aku terlalu terburu-buru waktu itu. Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi perasaan itu.”
Nabil tersenyum, menghentikan langkahnya dan menatap Yana. “Aku tahu, Yana. Aku juga pernah merasa takut. Tapi sekarang aku tahu bahwa kita tidak perlu terburu-buru. Kita bisa berjalan perlahan, dan jika memang kita ditakdirkan untuk bersama, kita akan bersama. Tapi jika tidak, kita tetap akan menjadi bagian dari hidup masing-masing, dengan cara yang berbeda.”
Yana merasa lega mendengar kata-kata itu. Terkadang, ia merasa cemas akan masa depan mereka, namun Nabil selalu tahu bagaimana menenangkan hatinya. Mungkin mereka tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di depan, tetapi mereka yakin bahwa apapun itu, mereka akan menghadapi bersama.
Keesokan harinya, saat mereka duduk di kafe favorit mereka, seperti biasa, Yana mengamati Nabil dengan penuh perhatian. Terkadang ia merasa seperti ia telah mengenalnya seumur hidup, dan di saat lain, ia merasa seperti ia baru saja bertemu dengannya lagi. Namun, ada satu hal yang pasti—mereka kini lebih siap untuk saling memberi, menghargai, dan mencintai, dengan cara yang lebih sehat dan lebih matang.
Setiap langkah mereka kini penuh dengan kepercayaan dan kesadaran. Mereka tahu bahwa hubungan ini bukanlah tentang mengulang masa lalu, tetapi tentang membangun sesuatu yang baru, yang lebih kuat, dan lebih bijaksana. Mereka mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi satu hal yang mereka yakini—mereka akan selalu berjalan berdampingan, tak peduli apa pun yang datang.
Dan dengan begitu, cinta mereka, meskipun tidak sempurna, tetap tumbuh. Mungkin itu bukan cinta yang dulu mereka bayangkan, namun lebih dari itu, cinta yang penuh dengan pengertian, kesabaran, dan penerimaan. Cinta yang siap untuk berkembang, meski dalam bentuk yang berbeda.