BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!!❌❌❌
Nessa Ananta atau biasa di panggil Eca, gadis yang menempuh pendidikan di luar kota akhirnya kembali ke Ibu kota setelah sebelumnya bekerja menjadi sekretaris di sebuah perusahaan.
Tapi apa jadinya jika kembalinya ke rumah Kakaknya justru mendapat kebencian tak beralasan dari Kakak iparnya.
Lalu bagaimana kisah hidup Eca selanjutnya ketika Kakaknya sendiri meminta Eca untuk menikah dengan suaminya karena menginginkan kehadiran seorang anak, padahal Kakak iparnya begitu membencinya?
Kenapa Eca tak bisa menolak permintaan Kakaknya padahal yang Eca tau Nola adalah Kakak kandungnya?
Lalu apa penyebab Kakak iparnya itu begitu membencinya padahal mereka tak pernah dekat karena Eca selama ini ada di luar kota??
Apa yang terjadi sebenarnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di pecat
Sudah satu minggu Eca keluar dari rumah Kakaknya. Kini ia tinggal di sebuah apartemen kecil yang dekat dengan kantornya. Dia mendapatkan apartemen itu juga atas bantuan dari Efan.
Selama satu minggu ini Eca juga belum bertemu lagi dengan Nola. Di saat dia mengambil barang-barangnya, dia juga tidak bertemu dengan Nola maupun Bara.
Waktu satu minggu sudah sangat cukup bagi Eca untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Apalagi pribadi Eca yang mudah bergaul juga wajahnya yang cantik membuatnya begitu mudah mendapatkan teman.
Di sana juga ada Efan yang menjadi manager di bagian pemasaran, tentu saja membuat Eca semakin nyaman bekerja di sana.
Tapi untuk hubungannya dengan Efan, mereka berdua sepakat untuk menyembunyikannya dulu dari teman kantor. Mereka bukannya malu, tapi posisi mereka yang masih baru membuat Eca sungkan dan tidak ingin pekerjaannya terganggu karena kabar hubungan mereka.
Selama satu minggu ini Eca bekerja seorang diri dan hanya menerima perintah dari email perusahaan karena untuk sementara CEO mereka belum bisa hadir di perusahaan yang telah diakusisi itu.
Tapi untuk hari ini, semua karyawan termasuk Eca sudah siap menyambut kedatangan CEO baru mereka yang akan datang ke sana untuk pertama kalinya.
"Siapa sih CEO baru kita?" Bisik Rena pada Eca.
Wanita yang bekerja di bagian resepsionis itu memang sudah lumayan dekat dengan Eca.
"Aku juga nggak tau namanya siapa karena kalau aku dapat tugas pasti langsung lewat email perusahaan" Jawab Eca.
"Duh jadi degdegan deh, jangan-jangan udah bau tanah"
"Hush!!" Eca menyenggol lengan Rena yang bicara sembarangan.
Semua karyawan tampak menegakkan badannya ketika sebuah mobil berhenti di depan lobi. Tepat di mana semua karyawan menunggu kedatangan Bos baru mereka.
"Lihat Ca, supirnya aja ganteng apalagi Bosnya" Ucap Rena ketika melihat seorang pria keluar dari bagian kemudi, lalu berbalik untuk membuka pintu bagian belakang.
Suara bisik-bisik terdengar semakin keras saat seorang pria berpenampilan rapi dengan setelan jas yang lengkap dengan sepatu mengkilap turun dari mobil tadi.
Eca yang penasaran juga ikut melihat ke arah pria yang kan menjadi Bosnya mulai saat ini. Yang pertama kali Eca lihat adalah sepatu hitam milik Bosnya itu. Mata Eca lalu bergerak naik menyusuri kaki yang begitu panjang hingga tubuh yang proposional juga otot yang menonjol di punggung tangan pria itu.
Meski belum melihat wajahnya, Eca sudah bisa memastikan kalau Bosnya itu bukan pria bau tanah seperti yang Rana katakan.
Kini pandangan Eca mulai naik untuk melihat wajah pria pemilik perusahaannya saat ini.
Deg....
"Mas Bara" Gumam Eca tanpa suara.
"Astaga Ca. Akh mau pingsan rasanya, ganteng banget Ca" Rena menggoyangkan lengan Eca hingga kesadaran Eca kembali.
"Selamat pagi semuanya. Perkenalkan saya Umar, asisten Tuan Bara, CEO HM Construction yang akan aktif mulai hari ini"
"Selamat pagi Pak!" Seru semuanya kecuali Eca.
"Sekretaris Pak Bara silahkan maju ke depan!" Pinta Umar.
Deg...
Jantung Eca berdetak dengan begitu kencang. Sampai dia tidak bisa menggerakkan kakinya.
"Sana Ca!" Rena mendorong lengan Eca sampai Eca maju di hadapan Bara dan Umar meski dalam jarak beberapa meter.
Meski begitu, Eca bisa melihat mata Bara memicing menatap dirinya. Mungkin Bara juga terkejut karena ada dirinya di sana.
"Baiklah saya rasa cukup. Silahkan kembali ke ruangan masing-masing"
"Baik Pak!"
Eca sempat melihat Efan memberikan semangat kepadanya sebelum mereka semua pergi dari lobi kantor.
"Kamu, silahkan tunjukkan ruangan Pak Bara!" Pinta Umar.
"Baik Pak, mari saya tunjukkan"
Eca membawa Bara dan Umar ke lantai lima di mana letak ruangan Bara berada. Seperti kata Efan kemarin jika perusahaan itu bukanlah perusahaan raksasa.
"Silahkan Pak" Eca membuka pintu ruangan Bara yang sudah ia rapikan sebelumnya.
Eca sampai saat ini juga nasih bersikap biasa saja meski dalam harinya dia sudah ketakutan setengah mati.
Begitupun juga Bara, pria itu juga hanya diam sejak tadi namun mengeluarkan aura dingin yang menusuk tulang.
"Kalau ada apa-apa panggil saya di luar Pak" Pesan Eca pada Umar.
"Pasti Nessa, terimakasih banyak dan tolong buatkan kopi dingin untuk Pak Bara ya?" Umar tersenyum tipis pada Eca sebelum dia menutup pintu.
Eca pun segera menuju pantri dapur guna membuatkan pesanan Umar tadi. Dalam langkahnya, Eca masih tak menyangka dia kan menjadi bawahan Bara, Kakak Iparnya sendiri.
Harusnya tak masalah, tapi mengingat sikap Bara dan hubungan mereka yang kurang baik, tentunya membuat Eca kebingungan.
"Kalau gini sama aja namanya. Percuma aku pindah rumah. Keluar dari kandang macan malah masuk kandang Buaya. Apalagi macan dan buayanya itu orang yang sama"
Eca memukul kepalanya sendiri karena dia tidak mencari tau dengan benar siapa pemilik perusahaan itu sebelum masuk ke sana. Meski sulit sekali di cari, tapi pasti ada salah satu petunjuk yang mengarah pada Bara.
"Sial sial!!" Eca ingin sekali melempar kopi dingin buatannya itu ke depan wajah Bara yang menjengkelkan itu.
"Nessa!"
"Eh iya Bu?" Eca menoleh pada Bu Vivi, kepala HRD di sana.
"Ikut saya ke ruangan sebentar"
"Ada apa ya Bu?" Eca terlihat kebingungan.
"Udah ayo bentar aja!"
"Tapi saya lagi buat minum untuk Pak Bara Bu" Tunjuk Eca pada kopinya.
"Ini lebih penting, Ayo!!"
Vivi menarik tangan Eca keluar dari pantri menuju ruangannya.
"Ada apa sebenarnya Bu?" Eca setelah tiba di ruangan Vivi.
"Eca, saya mau tanya. Sebenarnya kamu punya salah apa sama Pak Bara?"
"M-maksud Ibu? Saya nggak merasa punya salah apa-apa Bu. Memangnya ada apa?"
"Yang benar? Mana mungkin kamu nggak salah apa-apa? Saya dih sebenarnya juga merasa kinerja kamu bagus dan nggak ada masalah apapun, tapi kenapa Pak Bara pecat kamu?"
"Apa???!!! pecat Bu??" Eca benar-benar syok sampai bola matanya ingin keluar dari kelopaknya.
"I-iya" Vivi sendiri gugup karena reaksi Eca.
"Kenapa saya di pecat Bu?"
"Saya juga nggak tau Ca, saya baru saja dapat telepon dari Pak Asisten katanya mulai saat ini kamu di pecat"
Deg...
Eca memegang kepalanya sambil memejamkan matanya.
"Apa lagi salahku sama Mas Bara?"