Iva merupakan anak dari pengusaha yang kaya raya. Dia justru rela hidup susah demi bisa menikah dengan lelaki yang di cintainya. Bahkan menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari turunan terkaya di kota sebelah.
Pengorbanannya sia-sia karena ia di perlakukan buruk bukan hanya oleh suami tapi juga oleh ibu mertuanya.
Di jadikan sebagai asisten rumah tangga bahkan suami selingkuh di depan mata.
Iva tidak terima dan ia membuka identitas aslinya di depan orang-orang yang menyakitinya untuk balas dendam.
Lantas bagaimana selanjutnya?
Yuk simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25
Ben menatap sang kekasih hatinya dengan penuh cinta. "Cemburu ya? Bela itu adik angkatku, anak dari mendiang teman baik Mamah yang tinggal di Luar Negeri. Sudah dulu ya sayang, aku pergi dulu. Oh ya, jangan lupa kamu buka paketnya semoga kamu menyukainya ya sayang."
"CUP"
Satu kecupan mendarat di kening Iva.
Ben melangkah terburu-buru, sedangkan Iva masih saja terperangah menatap kepergian Ben. Selepas itu, ia tersenyum sendiri dengan pipi yang merona merah. Kini sudah tidak ada alasan lagi untuk membenci Ben, setelah ia ingat siapa sebenernya lelaki tampan tersebut.
"Cuma di kecup kening saja, hatiku sudah berbunga-bunga seperti ini. Apalagi jika aku...ah kok berpikirnya sampai sejauh ini sih? Andaikan aku tidak alami kecelakaan itu, mungkin aku tidak akan mengalami kepahitan hidup menikahi lelaki yang tidak memiliki hati nurani. Astaghfirullah, tidak seharusnya aku seperti ini. Maafkan aku ya Allah karena sempat mengeluh. Seharusnya aku berbahagia karena sudah bertemu dengan lelaki yang tulus mencintaiku apa adanya."
Iva terus saja bergumam dan ia pun membuka paket pemberian dari Ben. Ia sempat terperangah saat melihat isi paket tersebut. "Semua barang yang ada di dalam kardus ini adalah barang kenangan kami berdua. Mungkin Mas Ben sengaja melakukan ini supaya membantu memulihkan ingatanku tentang kita."
Dengan mata berkaca-kaca, Iva meraih satu persatu barang yang ada di dalam kardus tersebut.
Berbeda situasi di rumah Ben, dimana Bela langsung saja menyambut kepulangan Ben dengan bergelayut manja di lengan Ben. "Mas, darimana saja? Kok kamu baru pulang sih? Kamu juga nggak buka chat aku, nggak angkat telepon aku jadi aku minta tolong Tante untuk menghubungimu. Mas, mulai hari ini aku tinggal disini karena aku kesepian tinggal di Luar Negeri seorang diri. Jika disini kan ada kamu dan Tante Diajeng."
Ben menepis tangan Bela," aku pikir ada hal penting apa. Ya sudah, aku sedang sibuk jadi nggak bisa berlama-lama toh kita sudah ketemu lagi."
Ben akan melangkah pergi tapi di tahan oleh Diajeng. "Ben, kamu nggak boleh seperti itu sama Bela. Ingat pesan Almarhumah Tante Nia. Kita sudah berjanji untuk menjaga Bela, bukan? Selama kakaknya belum kembali ke rumah. Bersikaplah yang baik layaknya seorang Kakak kepada adiknya."
Ben sejenak menghela nafas panjang, ia menatap sendu ke arah Diajeng. "Mah, memangnya aku harus bersikap seperti apa lagi sih? Selama ini aku juga sudah menganggap Bela seperti adikku sendiri tapi...
"Mas, aku minta maaf jika selama ini selalu membuat mut kamu ambyar. Aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Sejak Mamah meninggal dan Mas Iko pergi, hanya kamu dan Tante Diajeng yang ada untukku dan aku...
"Cukup ya Bel, aku nggak suka dengan sikapmu ya seperti ini. Selalu saja memotong perkataanku. Aku paham dengan sifatmu itu. Kami menganggapmu keluarga tapi justru kamu menyalah artikan. Mamah belum tahu kan? Selama ini Bela suka sama aku dan beberapa kali, dia nembak aku. Secara aku sudah anggap dia seperti adik dan bukan hanya itu, aku sama sekali tidak ada perasaan cinta secuilpun karena cintaku sudah habis kuberikan pada wanitaku," ucap Ben mendengus kesal.
Diajeng terperangah, ia menatap tak berkedip ke arah Bela. Mendapat tatapan seperti itu, gadis belia itu tertunduk sembari memainkan kedua tangannya saling m3r3m@s satu sama lain.
"Bela, apa benar yang dikatakan oleh Ben?" tanyanya penuh ragu.
Bela sejenak mengangguk perlahan, tanpa berani berucap. Lidahnya seolah tercekat, ia hanya bisa menelan salivanya begitu kasar.
"Astaghfirullah Bela, tolong kamu jangan seperti itu lagi ya Nak? Benar apa yang dikatakan Ben, karena dia menganggapmu hanya sebagai adik. Dan Tante juga sudah menganggapmu sebagai anak perempuan Tante. Kamu nggak boleh mengotori persaudaraan dengan rasa cintamu itu, Nak. Masih banyak lelaki yang lebih baik selain Ben," ucap Diajeng tegas.
"Apa salahnya sih Tante, bukannya jika aku bisa menikah dengan Mas Ben, itu justru lebih bagus? Tali persaudaraan semakin erat dan aku juga punya banyak warisan peninggalan orang tuaku yang bisa digunakan Mas Ben untuk memperluas perusahaannya. Kenapa Tante menolak aku menjadi menantu Tante? Apa aku tidak layak bersanding dengan Mas Ben?" rajuk Bela dengan mata berkaca-kaca.
Diajeng berusaha untuk memberikan pengertian pada Bela, sementara Ben berlalu pergi di saat Bela dan Diajeng asik mengobrol.
Ia memilih untuk ke rumah Iva. Dengan senyum sumringah, ia melangkah pasti ke mobil dan mengemudikan arah rumah Iva.
"Aku yakin saat ini Iva sedang membuka paket itu. Memang isinya tidak berharga karena semua barang kenangan kami di masa lalu. Aku pikir itu bisa membuat ingatan Iva kembali seperti sediakala. Tapi ternyata justru saat ini ingatan dia sudah pulih. Alhamdulillah ya Allah, semoga kali ini hubungan kami tidak ada lagi permasalahan yang serius sehingga kami bisa bersatu selamanya," batinnya sumringah.
Sesampainya di rumah Iva, ia di sambut dengan sukacita oleh Iva. Iva langsung memeluk erat Ben tanpa ada rasa sungkan sama sekali. "Mas, cepat sekali kamu kembali? Apakah urusanmu dengan Bela sudah kelar?" tanya Iva sembari jari jemari lentiknya bermain di balik dada bidang Ben.
Dengan gerak cepat Ben menangkap jemari Iva dan mengecupnya lembut. "Nggak usah bahas dia, toh nggak penting sama sekali. Kamu jangan memancing seperti ini nanti aku tidak bisa menahan h@sr@tku bagaimana?"
"### Maaf Mas, karena terlalu senangnya aku reflek peluk kamu. Oh ya Mas, bagaimana dengan Mamahmu? Aku akan terus gelisah jika belum terselesaikan masalah ini. Apakah kelak Mamahmu bisa menerimaku ya?" tanya Iva dengan hati yang penuh tanda tanya.
POV BELA
Aku sengaja pulang ke Indonesia dengan harapan sikap Mas Ben telah berubah padaku. Tapi semua itu ternyata hanya anganku saja. Mas Ben masih saja bersiap cuek padaku. Jika sudah seperti ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin mencari jalan pintas , aku rasa itu juga bukan suatu tindakan yang tepat.
Aku heran dengan Mas Ben, bagaimana bisa ia mencintai seseorang wanita yang sudah jelas pernah menyakiti. Aku juga kesal dengan sikap Tante Diajeng.
Secara terang-terangan, dia mengatakan jika sudah memiliki seorang wanita yang bakal akan ia jadikan menantu.
Ibu dan anak sama, tidak memiliki hati nurani untukku. Mereka tidak sadar sikap mereka benar-benar menyakitiku. Aku yakin bisa membuat Mas Ben, mencintaiku selamanya. Sebelum bertindak aku harus benar-benar mempersiapkan semuanya dengan sematang mungkin supaya tidak salah jalan dan tidak salah sasaran.
Apakah yang akan di lakukan oleh Bela?
Apakah usaha akan berhasil?
Visual Cakra
lanjut