Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah untuk Arka
Arka berdiri diam di depan rumah kosong yang sunyi, hanya angin yang berhembus lembut menyentuh kulitnya. Harapan untuk menemukan jejak Riko di sini pupus, seperti mimpi yang lenyap di pagi hari. Tidak ada bukti, tidak ada petunjuk, tidak ada tanda-tanda bahwa Riko pernah berada di tempat itu. Kecewa, Arka menggenggam tangannya erat, menahan rasa frustrasi yang menggelegak di dalam dirinya.
"Kita benar-benar kehilangan dia," ujar Bayu dengan nada putus asa. "Dia seperti hantu yang tahu setiap langkah kita."
Arka tidak merespons, pikirannya melayang ke berbagai arah. Kegagalan ini bukan hanya soal mengejar Riko, tapi juga soal dirinya. Berita tentang pembunuhan berantai ini telah mengguncang seluruh negeri. Media terus menyoroti kasus ini, dan Arka, sebagai kepala penyelidikan, berada di bawah tekanan besar. Setiap saluran berita membahas pembunuhan berantai yang menargetkan pria-pria berselingkuh, mengaitkannya dengan ketidakmampuan Arka untuk menangkap pelakunya.
Namun, bukan hanya kasus ini yang menjadi perhatian publik. Skandal masa lalu Arka kembali mencuat, skandal yang melibatkan kegagalannya dalam menyelamatkan sandera beberapa bulan lalu. Insiden itu mengakibatkan nyawa tak berdosa melayang, dan meskipun Arka telah berusaha sekuat tenaga, masyarakat tidak pernah melupakan atau memaafkan.
"Pak Arka," suara Bayu membuyarkan lamunannya. "Kita perlu kembali ke kantor. Tim butuh arahan baru."
Arka mengangguk pelan, tanpa berkata-kata. Dia tahu apa yang akan dia hadapi ketika kembali ke kantor, tatapan skeptis dari kolega, bisik-bisik meremehkan dari mereka yang meragukan kemampuannya. Lebih dari itu, dia tahu publik tidak lagi percaya padanya.
Di kantor polisi, suasana semakin tegang. Setiap laporan berita menampilkan wajah Arka dengan tajuk-tajuk yang tidak bersahabat. "Detektif Arka, Pahlawan Gagal", "Skandal Lama, Kegagalan Baru", begitu headline yang terus bermunculan.
"Pak, kita tidak bisa terus seperti ini," ujar Bayu, mencoba menyemangati Arka. "Kita butuh strategi baru. Mungkin mencari pola yang berbeda, atau memeriksa kembali setiap detail kecil."
Arka menatap Bayu dengan mata yang lelah. "Aku tahu. Tapi dengan semua mata tertuju pada kita, kita harus melangkah dengan hati-hati. Tidak ada ruang untuk kesalahan lagi."
Di tengah tekanan ini, Arka merasakan beban yang semakin berat. Setiap langkahnya diawasi, setiap keputusannya dikritik. Bahkan di antara rekan-rekannya, mulai muncul bisik-bisik keraguan. Mereka mempertanyakan apakah Arka masih mampu memimpin penyelidikan ini dengan baik, atau apakah dia akan jatuh ke dalam lubang kegagalan yang sama seperti di masa lalu.
"Dita, kita butuh sesuatu yang segar," kata Arka akhirnya. "Analisis ulang semua bukti. Periksa ulang setiap laporan saksi. Kita harus menemukan sesuatu yang terlewat."
Dita, salah satu polisi mengangguk siap untuk melaksanakan perintah kerja detektif yang memimpin kasus ini.
---
Di luar sana, Riko menikmati keheningan malam dari tempat persembunyiannya yang baru. Dia tahu polisi sedang dalam kekacauan, dan itu memberinya keunggulan. Setiap berita tentang ketidakmampuan Arka membuatnya tersenyum puas.
"Aku sangat berharap kemampuanmu luar biasa, tapi ternyata ... kau tidak bisa di harapkan," bisik Riko pada dirinya sendiri. "Aku akan memberikanmu sesuatu, sebagai hadiah."
Kembali di kantor, Arka terus berjuang dengan timnya, mencoba menemukan petunjuk yang bisa membawa mereka lebih dekat ke Riko. Dia tahu bahwa ini bukan hanya soal menangkap pembunuh berantai, tapi juga soal memulihkan kepercayaan yang hilang, kepercayaan dari publik, dari kolega, dan yang terpenting, dari dirinya sendiri.
Malam semakin larut, tetapi Arka tetap di kantor, matanya terpaku pada tumpukan berkas dan rekaman yang telah ditinjau berulang kali. Setiap petunjuk yang dia temukan terasa seperti jalan buntu, tetapi dia menolak untuk menyerah. Riko mungkin lihai dalam menyembunyikan jejak, tetapi Arka percaya bahwa tidak ada kejahatan yang sempurna.
Bayu masuk dengan secangkir kopi, menaruhnya di meja Arka. "Pak Arka, kamu butuh istirahat. Kita semua butuh. Tapi aku tahu kamu tidak akan berhenti sebelum kita punya sesuatu."
Arka mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari layar komputer. "Kita nggak punya kemewahan untuk istirahat, Bayu. Setiap detik yang terbuang bisa berarti korban baru."
Bayu mendesah. "Aku tahu. Tapi kita harus tetap waras kalau mau menangkap dia."
---
Keesokan harinya, media kembali menggempur dengan berita pembunuhan baru. Kali ini korbannya seorang pengusaha terkenal yang baru saja terlibat skandal perselingkuhan. Pola yang sama, metode yang sama. Riko masih bebas, dan masyarakat semakin cemas. Setiap headline berita menambah tekanan pada Arka dan timnya.
Dita datang dengan wajah serius, membawa laporan forensik terbaru. "Kita punya sesuatu, Pak Arka. Serat kain yang ditemukan di lokasi pembunuhan terakhir. Ini bisa menjadi petunjuk penting."
Arka membaca laporan tersebut dengan saksama. Serat kain itu berasal dari jenis jaket yang cukup langka, dan hanya dijual di beberapa toko khusus. "Ini mungkin petunjuk kecil, tapi bisa membawa kita lebih dekat ke Riko.
Arka dan anak buahnya melakukan penyelidikan intensif, tim menemukan toko yang menjual jaket tersebut. Dari rekaman CCTV toko, mereka akhirnya mendapatkan gambar jelas seseorang yang membeli jaket itu beberapa bulan lalu, Riko.
"Kita punya dia," ujar Bayu dengan semangat baru. "Kita tahu bagaimana dia terlihat sekarang."
Dengan bukti baru ini, Arka menggelar konferensi pers untuk meyakinkan publik bahwa mereka sudah menemukan petunjuk signifikan. Wajahnya tegas, meskipun hatinya masih penuh kekhawatiran. "Kami sudah lebih dekat ke pelaku. Saya minta masyarakat tetap tenang dan percaya bahwa keadilan akan ditegakkan."
Meskipun skeptisisme masih terasa, sedikit harapan mulai tumbuh. Arka tahu bahwa dia tidak bisa lagi gagal. Dengan setiap langkah maju, dia merasa beban yang sedikit terangkat dari pundaknya, tetapi juga menyadari bahwa satu kesalahan lagi bisa menghancurkan semuanya.
Sementara itu, Riko menyadari bahwa waktu semakin mendekatinya. Dia tahu bahwa Arka semakin dekat, tetapi dia belum siap untuk berhenti. Ada sesuatu yang lebih besar yang dia rencanakan, sesuatu yang akan menjadi pukulan terakhir bagi Arka dan semua orang yang meragukannya.
Riko menyusun langkahnya dengan cermat, memastikan bahwa langkah berikutnya akan menjadi yang paling mengejutkan. Dia tidak hanya ingin melarikan diri, dia ingin meninggalkan jejak yang akan dikenang selamanya. Dan Arka, pikirnya, akan menjadi bagian dari akhir cerita ini.
"Aku ingin melakukannya sekarang juga! Tidak ... ini adalah waktu yang tepat!" ucap Riko dengan seseorang melalui panggilan telepon.
Sebuah mobil hitam melaju perlahan di depan kantor polisi, hampir tak terlihat dalam gelap. Di balik kemudi, Riko duduk dengan tenang, matanya menatap lurus ke depan, bibirnya melengkung dalam senyum tipis yang dingin.
Dia menekan rem, menghentikan mobil di sisi jalan. Dengan gerakan tenang namun penuh perhitungan, Riko membuka pintu belakang, mengeluarkan sebuah bungkusan besar yang terbungkus rapi dalam plastik hitam. Dia menariknya dengan mudah, seolah beban itu tak berarti apa-apa baginya. Riko mengangkat pandangannya ke arah kantor polisi, di mana beberapa petugas sedang berjaga di pintu masuk.
Setelah memastikan tidak ada yang memperhatikannya, Riko meletakkan bungkusan itu tepat di depan pintu masuk kantor. Dia melangkah mundur, matanya masih menatap bangunan megah di depannya. Kemudian, tanpa tergesa, dia masuk kembali ke mobil dan melaju pergi, meninggalkan bungkusan itu di sana, seperti hadiah yang menunggu untuk ditemukan.
To be continued ...