Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
"Kamu harus tanggung jawab." gumamnya pelan mendekatkan wajahnya menatap Chaby.
Alis gadis itu terangkat tanda tidak mengerti, ia balas menatap Decklan seolah bertanya apa yang dimaksud pria itu.
Decklan memajukan wajahnya sampai jarak diantara keduanya hanya tersisa beberapa senti saja sampai-sampai mereka berdua bisa merasakan hembusan napasnya masing-masing. Kalau ada yang lihat, pasti mereka sedang dikira lagi ciuman.
"Jantungku berdetak cepat karena kamu." bisik pria itu pelan.
Chaby tertegun, ia mencoba mencerna semua ucapan Decklan.
Gadis itu tiba-tiba terjingkat kaget setelah teringat sesuatu dan mengartikan sendiri maksud kata-kata pria itu dengan pikiran pendeknya itu. Ia cepat-cepat mendongak keatas tapi tiba-tiba...
Buk!
Dagu Decklan terbentur keras kepala Chaby. Pria itu meringis pelan sambil mengusap-usap dagunya, matanya tak lepas dari gadis didepannya itu namun kali ini ekspresinya terlihat dongkol. Dasar ceroboh, umpatnya dalam hati sambil terus menatap Chaby yang sekarang malah tertunduk takut. Decklan jadi tidak tega melihatnya.
Tangannya terulur kedepan dan menangkup wajah Chaby, membuat gadis itu menatapnya.
"Gak usah takut." gumamnya lembut kemudian perlahan-lahan menurunkan tangannya dari wajah gadis itu. Ia tidak mau gadis itu takut padanya lagi. Kapan mereka akan tambah dekat kalau gadis yang mulai sering ia pikirkan itu terus takut padanya.
Chaby membalas tatapan Decklan. Ada kehangatan yang ia rasakan ketika tatapan mereka bertemu.
"E..emang kak Decklan nggak marah?" tanyanya terus menatap lurus Decklan dengan wajah polosnya. Pria itu tersenyum kecil lalu mengangguk mengiyakan.
Kali ini Chaby menyipitkan matanya menatap pria didepannya itu, masih tidak percaya karena Decklan adalah lelaki yang sangat galak menurutnya.
"Tapi tadi katanya jantung kak Decklan berdetak cepat karena aku, pasti kak Decklan marah karena aku pakai seragam olahraganya kakak kan sampai jantungnya kak Decklan berdetak cepat saking marahnya sama aku." ujar Chaby mengambil kesimpulan sendiri dengan polosnya.
Ucapan gadis itu berhasil membuat Decklan melongo takjub menatapnya. Arti dari perkataan yang ia ucapkan tadi dan tanggapan yang diberikan oleh gadis ini sungguh sangat bertolak belakang.
Apa hubungannya coba seragam olahraga sama jantungnya yang berdetak kencang, dasar konyol. Sepertinya ia memang perlu mengajarkan banyak hal pada gadis ini.
"Kak Decklan nggak usah marah sama aku yah? Maafin aja ya ya ya?"pinta Chaby dengan nada memelas, kedua tangannya menggapai lengan Decklan sambil menggoyang-goyangkannya.
Pria itu hanya membiarkannya, ia mengulum senyumnya menikmati kebersamaannya dengan gadis itu. Entah sudah keberapa kalinya hari ini ia dibuat tersenyum karena gadis itu.
"CHABY! lo tuh ternyata sembunyi disini ya, gue cariin kemana-mana juga!" semprot Pika yang muncul entah darimana. Ia sudah mencari-cari Chaby sejak tadi. Ia yakin sekali gadis itu pasti berada di tempat sepi seperti belakang sekolah ini, kan gadis itu penakut kalau sendirian di keramaian.
Suaranya menggelegar di seluruh ruangan terbuka itu. Untung ini tempat sepi jadi suara kencangnya tidak mengundang perhatian orang, hanya saja sukses membuat gendang telinga dua insan yang tengah duduk bersama dibawah pohon itu sakit.
Decklan dan Chaby sama-sama menengok ke Pika yang tengah berjalan ke arah mereka. Gadis itu berubah heran ketika melihat keberadaan kakaknya.
"Loh, kak Decklan kok disini juga?" ujarnya yang sudah berdiri didepan Decklan dan Chaby.
Pandangannya berpindah-pindah diantara keduanya dengan tatapan curiga. Decklan memutar bola matanya malas, ia tidak selera menanggapi adiknya itu.
Pandangannya beralih ke Chaby lagi sebentar lalu berdiri kemudian pergi dari situ tanpa bicara sepatah kata pun. Pikalah yang merasa kesal dengan kepergian cowok itu. Perkataannya sama sekali tidak digubris oleh kakak kandungnya sendiri. Sebagai seorang adik ia merasa kesal.
"Dasar mayat, patung, batu, kulkas, tembok!"
umpat Pika dongkol tapi sudah tidak sempat didengar lagi oleh Decklan karena lelaki itu terlalu cepat menghilang dari hadapan mereka. Malah Chaby yang tidak mengerti arti umpatan-umpatan temannya itu.
"Pik, kamu ngomong gitu buat apa?" tanyanya polos. Pika balik menatap gadis itu dan membuang napas jengah, ini nih satu lagi orang yang sering banget bikin dia dongkol. Polosnya kebangetan.
"Lo masih kecil, nggak bakalan ngerti." balasnya gondok. Chaby mengerutkan dahi menatapnya bingung.
"Udah nggak usah dibahas, yuk pulang. Kakak lo udah nunggu tuh di depan gerbang aku liat." kata Pika lagi. Mendengar nama kakaknya disebut, Chaby cepat-cepat berdiri dan mereka pergi dari situ. Ia tak perlu balik ke kelas karena tasnya sudah sekalian dibawah sama Pika.
***
Danzel berdiri menyandar disisi mobilnya sambil melirik jam di tangannya. Sudah hampir tiga puluh menit ia menunggu Chaby. Pandangannya beralih ke gerbang sekolah adiknya, senyum kecil terukir diwajahnya ketika melihat gadis yang ia tunggu sejak tadi muncul dari balik gerbang.
"Kakak!" seru Chaby sambil berlari kecil ke Danzel, memeluk pria itu dan menciumi pipinya berulang kali. Danzel menyambutnya penuh sayang.
Pika jadi iri melihatnya. Seandainya saja dia bisa dekat dengan kakaknya kayak sih Chaby sama kak Danzel ini. Tapi ia sadar, mimpinya terlalu tinggi. Mana mau kak Decklan yang ketus dan sok berkuasa itu bersikap lembut padanya. Meski ia tahu sebenarnya kakaknya itu sayang padanya.
"Kenapa seragam olahraga kamu kebesaran?" tanya Danzel yang menyadari seragam yang adiknya pakai itu kebesaran. Instingnya kuat sekali kalau itu baju laki-laki. Chaby ikut melihat seragam yang dipakainya itu.
"Oh ini dipinjemin kak Decklan." jawab Chaby enteng.
Alis Danzel terangkat.
"Decklan?" ia tambah penasaran. Siapa Decklan? Ia bertanya-tanya dalam hati. Baru sekarang ia dengar nama itu.
"Kak Decklan itu kakak aku kak." kali ini Pika yang menjawab. Danzel mengalihkan pandangan ke gadis itu dengan tatapan seperti ingin meminta penjelasan.
"Jadi tadi tuh seragam Chaby basah karena keciprat kuah bakso aku jadi aku ambil aja asal seragam kakak aku dan kasih ke dia buat di pake. " jelas Pika panjang lebar meski tidak sepenuhnya benar. Ia hanya tidak mau Danzel tahu Chaby ke ciprat kuah bakso sampai matanya perih, bisa-bisa mereka dilarang temenan lagi. Anggap saja dia terlalu berlebihan, tapi melihat sayangnya kak Danzel ke Chaby semua itu bisa saja terjadikan.
😭😭😭😭😭😭