Selama 10 tahun lamanya, Pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.
Tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.
Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?
Atau, memilih meladeni mantan kekasih yang belakangan ini membuat masalah rumah tangganya jadi semakin pelik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#20•
#20
“Tidak, itu tak boleh terjadi,” monolog Raka. Ia mengeluarkan ponselnya, sekali lagi ia coba menghubungi nomor sang istri, namun seperti halnya puluhan panggilan sebelumnya, kali ini pun panggilan tersebut bahkan tak mampu menjangkau pemilik ponsel, karena Adhis menonaktifkan ponsel pintarnya.
Ada satu kemungkinan yang tak ingin Raka bayangkan, kemungkinan yang justru Raka harap agar tak jadi pilihan Adhis, yakni rumah orang tuanya. Selain akan semakin mempersulit keadaan, disana juga ada mantan kekasih Adhis. Dan sejujurnya Raka tadi melihat sendiri bagaimana cara Dean menatap Adhis, kedua mata birunya tampak masih berbinar penuh damba ketika menatap Adhis, dan Raka tak suka dengan hal itu.
Dengan berbagai pertimbangan, Raka pun
?, mendial nomor ponsel Ayah Bima, bahkan sebelum menekan tombol hijau, jempol tangannya mendadak tremor parah, saking terlalu besar rasa takut yang kini mendera dirinya.
“Assalaamualaikum,” sambut Ayah Bima mengawali panggilan yang baru saja masuk ke ponselnya.
Jantung Raka berpacu kencang, ia sungguh takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi kemudian …
“Kenapa, Ka?” tanya Ayah Bima dengan nada ramah seperti biasa, kini Raka yakin jika Adhis tak berada di rumah kedua orang tuanya, karena Ayah Bima masih bersikap lembut dan ramah seperti biasa.
“Oh, Ayah, ada apa menelepon?” Raka pura-pura bertanya.
“Loh, bukannya kamu?”
“Iya kah? hahaha … sepertinya gak sengaja kepencet, Yah, maaf kalau Raka ganggu nostalgia Ayah dan Om Andre,” ucap Raka kembali berbasa-basi sandiwara.
“Nggak papa, Om Andre dan Tante Bella masih lama di Yogyakarta, mereka berencana menginap di rumah Ayah, nanti kamu cari waktu luang yah, kita makan sama-sama di sini.”
Raka menelan ludah, menginap beberapa hari? mantan kekasih istrinya akan menginap di rumah mertuanya, fakta ini semakin membuat jantung dan emosi Raka semakin tak baik-baik saja. “Baik, Yah, Insya Allah Raka akan atur waktu. Sudah dulu yah, Assalaamualaikum.”
“Waalaikumsalaam,” jawab Ayah Bima, sesaat sebelum mematikan sambungan teleponnya.
Raka membuang nafas lega, setelah memastikan panggilannya dengan sang Mertua, benar-benar berakhir. ia terduduk lemas di lantai, memikirkan banyak kemungkinan dimana kiranya istrinya berada.
“Dimana kamu, sayaaaang.” Rak meraung seorang diri, diam meringkuk di sudut ruangan, memeluk kedua lututnya sambil menangis memikirkan apa yang Adhis alami beberapa jam yang lalu di rumahnya.
…
POV Adhis.
Entah kenapa aku memilih kaliurang sebagai tujuanku, mungkin karena tempat ini lumayan jauh dari rumah, lagipula malam ini aku tak berniat pulang ke rumah. menjauh sesaat dari Mas Raka, adalah hal terbaik yang aku pilih saat ini, demi mendamaikan hati dan isi kepalaku.
Wedang ronde serta jadah tempe dengan cepat menjadi dingin akibat udara sekitar yang memang sudah dingin saat hati menjelang malam. Anehnya tubuhku sama sekali tak merasakan dingin, atau beginikah yang disebut mati rasa? Entahlah.
Aku yang masih merana setelah dipukul kesedihan, dan rasa kecewa yang teramat dalam. Dan kini memilih menepi sejenak, berpikir dan terus berpikir apakah harus melanjutkan langkah, atau pasrah menerima dengan legowo pernikahan kedua Mas Raka? Karena berpisah dari Mas Raka, sungguh tak pernah terbayang. Lagi pula di dunia ini, tak ada yang bercita-cita mengakhiri pernikahan yang telah berjalan selama 10 tahun dengan bahagia.
Sungguh hatiku benar-benar bimbang, kepalaku serasa mau pecah jika mengingat semua kesakitan yang datang mendadak, serta fakta kebohongan Mas Raka beserta keluarganya. Aku terus bertanya dan kembali bertanya, karena tak ada yang tahu takdir macam apa yang Tuhan siapkan untuk hambanya, semua sudah ditetapkan sejak manusia tersebut kali pertama menghuni rahim seorang ibu. Lantas apakah pilihanku yang salah? Atau ini hanya badai sesaat sebelum hari kembali cerah? Atau ketetapan sang Ilahi?
Kurasakan kehangatan mendadak melingkupi punggung serta kedua lenganku, aku belum menyadari bahwa kini aku tak sendiri di sudut angkringan ini. Wajah tampan dari masa laluku kini sedang menatapku, kurasa ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan, termasuk tentang keberadaanku di tempat ini, seorang diri.