Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Naya Gelisah
Sembari menunggu Naufal memeriksa pasien Naya memilih untuk berjalan-jalan di taman rumah sakit, melihat banyaknya ikan-ikan berenang di kolam. Anak kecil dengan keluhan yang berbeda dan nasib yang sama, namun mereka tetap tersenyum.
“Lihat ikannya banyak banget ya,” seru anak kecil perempuan yang duduk di kursi roda.
“Iya, kamu mau jadi ikan?” tanya salah satu anak perempuan, dia kakaknya.
Anak kecil itu menunduk, matanya mengarah pada kaki mungil, entah apa yang sedang ia pikirkan yang jelas dia sedang sedih.
Naya melihat itu seketika hatinya bergerak untuk menghampiri dua anak kecil itu, umur mereka tidak jauh beda.
“Hallo adik-adik!” sapa Naya kedua tangannya sudah siap memberikan dua permen untuk mereka.
“Hallo kakak!”
Naya berjongkok di hadapan anak kecil duduk di kursi roda itu. “Ini ada permen buta kamu.”
Dengan senyum manisnya dia menerima dengan ramah. “Makasih Kakak.”
Naya juga tak lupa memberikan satu permen lagi pada anak kecil yang mendorong kursi roda itu, mungkin saudaranya.
“Nama kamu siapa?”
“Nama aku Lula, usiaku 10 tahun.”
“Aku Lila kakaknya Lula usiaku 12 tahun.”
Naya tersenyum. “Nama Kakak Naya.”
“Kamu kenapa sedih?” tanya Naya, dia bisa melihat wajah anak itu begitu sedih, pandangannya juga selalu mengarah pada kakinya.
“Aku nggak bisa Kak, nggak tau kapan bisa jalan lagi,” jawabannya.
Naya sedih anak sekecil Lula harus mengalami ujian yang mungkin belum pantas dia dapatkan, dia berhak bermain-main dengan teman teman seumurannya namun Tuhan memberikan ujian ini padanya.
“Lula kamu jangan sedih, kamu itu anak spesial Allah itu sayang sama Lula.” Naya memberikan semangat untuk Lula.
“Lula selalu sedih saat teman-temannya main, apalagi mereka nggak mau main bareng lagi sama kita,” terang Lila.
Naya meraih jemari tangan Lula, menatap lekat anak itu. “Lula nggak boleh sedih, Kakak yakin Lula bakal main lagi sama temen-temen kok.”
Naya bisa merasa bagaimana sakitnya anak itu. Disaat anak seumurannya bermain justru dia setiap hari harus datang ke rumah sakit.
🥀
Naya membantu Naufal melepas jas kerjanya, lalu menaruhnya di keranjang kotor. Naufal menghentikan langkah kakinya dengan tanganya Naya saat ingin masuk ke kamar mandi.
“Kenapa Fal?”
Naufal mendekatkan wajahnya, menatap dekat di wajah perempuan itu, Naya mengerutkan keningnya.
“Kenapa sih?”
“Kamu kenapa, Nay? Kalau ada masalah itu cerita sama aku,” ujar lelaki itu.
Dia sangat amat peka dengan istrinya. Saat perjalan pulang hingga sampai di kamar, tidak mengeluarkan kata-kata apapun, dia seperti menjadi pendiam. Naufal takut akan hal itu, jadi dia ingin memastikan bahwa istrinya baik-baik saja.
“Aku nggak papa kok, Fal,” jawab Naya.
Naufal membawa Naya untuk duduk di sofa, wajah istrinya itu tak ada senyuman di bibirnya. Naufal meraih tangan Naya, lalu mencium punggung tangannya.
“Cerita sama aku, ada apa?” Dengan kedua tangan sejoli itu sudah saling bertautan, Naufal sudah siap mendengar curhatan sang istri.
“Naufal, sebenarnya aku kasihan sama Lula.” Naya mulai membuka percakapan.
“Lula? Siapa?”
“Lula, dia juga di rawat di rumah sakit itu karena kakinya habis diamputasi akibat kecelakaan, sumpah aku sedih banget dia masih kecil loh, Fal udah ngerasain ujian hidup.”
Naufal menarik Naya di dalam dekapannya, hati wanitanya selembut kapas. Naufal membiarkan Naya menangis semaunya di pelukan, terbuka untuknya karena memang itu sudah menjadi kewajiban sebagai rumah untuk Naya mengadu dan curhat.
“Besok kita bawain makanan buat Lula yuk!” ajak Naufal.
“Mau!” seru Naya.
Dalam waktu yang tidak lama Naufal berhasil membuat Naya kembali ceria. Naufal membuka laptop mencari tontonan Drakor kesukaan Naya, dia akan membuat Naya senang malam ini, istrinya pasti capek seharian menemaninya bekerja.
“Kamu mau nonton drakor yang mana?” tanya Naufal mata sibuk menatap layar laptop.
“Hmmm, yang kemarin aja aku nontonnya episode 5,” jawab Naya dengan excited.
“Boleh.”
Kemudian Naufal mulai mengetik judul Drakor yang Naya suka, menonton episode 5. Naufal meletakan kepala Naya di bahunya, memberi bahu itu sepuasnya untuk Naya bersandar.
Naufal bukanlah orang yang pecinta Drakor, menontonya saja dia tidak pernah tetapi sejak dengan Naya yang selalu setiap hari nonton dia jadi paham, salah satu kebahagiaan wanita itu ternyata mudah.
Setiap adegan dalam drama itu, Naya selalu menjelaskan kronologi pada Naufal, walaupun suaminya itu tidak paham dia hanya bisa menganggukan kepalanya.
01.00 wib
Tiga jam sudah mereka menghabiskan nobar bersama, terlihat Naya sudah terlelap tidur pelukan suaminya. Naufal yang sendari tadi sengaja meminum kopi agar tidak merasa ngantuk, lalu Naufal menutup laptop itu merapikannya ke tempat semula. Kemudian Naufal menggendong Naya ala bridal style di ranjang kasur, dia juga ikut tiduran di samping Naya. Merapikan selimut hingga menutupi seluruh tubuh mereka, satu kecupan mendarat tepat di kening Naya, kemudian Naufal memeluk istrinya dari belakang.
“Good night!”
**
Pagi itu cuaca tidak sedang baik-baik saja, hujan deras menghalangi para pekerja, hingga penglihatan pun menjadi buram karena hujan semakin deras, dari mulai jam lima pagi hingga jam delapan. Sendari tadi Naya mondar mandir tak karuan di dalam kamar, sesekali melihat hujan tak kunjung rendah. Niatnya untuk memberikan hadiah untuk Lula dan Lila kemungkinan akan di undur, Naufal pun tidak masuk kerja mereka berdiam diri di kamar.
“Nay, nggak capek apa mondar-mandir terus di depan aku,” tegur Naufal. Istrinya sudah lebih dari lima kali mondar-mandir di depannya.
“Fal, hujannya belum juga redah, gimana dong masa kita nggak nyemperin Lula sama Lila.”
“Emang kemungkinan dua hari kedepan cuacanya hujan terus Nay, lain waktu kita jenguk Lula dan Lila ya,” ujar Naufal menenangkan istrinya.
“Yaudah deh, iya.”
🥀
Di dapur yang cukup luas, Mama Nisa sibuk dengan kue buatannya yang akan dikirim ke Naya. Sudah seminggu lebih dia tak jumpa dengan anak sulungnya, jadi untuk mengobati rasa rindu Mama Nisa membuatkan kue brownies panggang kesukaan Naya.
“Kayra!”
“Iya Mah,” sahut Kayra. Anak itu tidak sekolah karena terhalang hujan deras.
“Tolong kamu antarkan kue ini ke rumah kakak kamu ya. Hujan juga kayaknya udah Redah,” ujar Mama Nisa memberikan paper bag.
Deg
Cukup terkejut, diminta untuk mengantarkan kue ini ke rumah Abikara pasti Kayra akan pertemuan dengan Vero.
“Kenapa nggak Mama atau bibi aja yang nganter, kenapa harus aku?” tanya Kayra, dia berusaha menolak dengan halus.
“Kayra, bentar lagi Mama ada arisan sama temen-temen Mama, kalau Bibi kan bersih-bersih rumah,” jawab Mama Nisa.
Tak ada alasan lain untuk Kayra tidak mengantarkan kue ini, dengan berat hati dia terpaksa mengiyakan. Walaupun dalam hati ada rasa malu dan malas jika bertemu dengan Vero, apalagi sekarang keduanya merasa canggung. Kayra harus bisa membuang jauh-jauh pikiran buruknya, walau Vero belum memaafkannya itu tidak penting baginya lagi.