Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21.
Rupanya, Bintang tidak benar-benar pergi. Ia memperhatikan dua gadis itu, dari ruang tengah. Dari tempat ini, ia bisa melihat Sera yang polos dan penurut itu menunjukkan taringnya. Bintang tidak percaya, istrinya mampu membalikkan kata-kata Hania dengan mudah.
Tunggu! Sera menahan tangan Hania dengan mudah. Bahkan, bisa menampar kembali untuk membalas, tapi tidak dilakukannya. Jadi, benturan di hidungnya bukanlah refleks, tapi kesengajaan. Bintang langsung mengambil kesimpulan demikian.
"Wanita itu, benar-benar sesuatu." Bintang menyeringai, seolah mendapatkan mainan baru. Tapi, ia penasaran. Seperti apa, Sera? Apa dia benar-benar polos atau ada sesuatu dibalik sikap penurutnya?
"Kalian sedang apa?" Bintang memperhatikan dua gadis di depannya yang tengah saling berhadapan, dengan tatapan tak biasa.
"Tidak ada, Kak. Sepertinya, teman masa kecilmu mau berpamitan." Sera melepaskan tangan Hania, lalu pergi mendekati sang suami.
"Aku tidak akan menyerah, Bintang. Sama seperti dulu, aku yakin kau akan kembali." Hania langsung pergi meninggalkan rumah.
Yah, dia tidak akan menyerah. Karirnya sudah redup, dia butuh Bintang sebagai tempat bersandar. Terlalu sakit, jika dia kehilangan keduanya. Apalagi, Bintang adalah seorang penerus yang mewarisi segalanya. Dia memiliki nama, yang bisa mengembalikan nama Hania, di dunia modeling.
Dalam mobil, Hania beberapa kali memukul kemudi. Kesal dan marah, mengingat kejadian hari ini. Bagaimana bisa, anak ingusan itu dijodohkan dengan Bintang. Apa istimewanya gadis itu? Apa hanya karena wajahnya yang blasteran? Atau hanya karena orang tua gadis itu yang memiliki hubungan dengan Bintang?
Seandainya saja, orang tua Bintang tahu tentang hubungan mereka dulu. Mereka tidak akan pernah terpikir untuk menjodohkannya.
Aaaaaaaa.....
Hania berteriak histeris. Penyesalan dan marah, seolah menjalar diseluruh urat sarafnya. Bayangan masa lalu, kini menyalahkan dan menyudutkan. Bintang yang berusaha memperkenalkannya, namun ia selalu menolak. Bintang yang ingin menunjukkan pada dunia tentang dirinya, dengan berbagai alasan Hania menghindar.
Hania tidak siap, untuk menjadi seorang istri. Antara karir yang cemerlang dan status sebagai istri konglomerat terkaya. Ia memilih karir, karena ia tahu Bintang akan terus menunggunya, sama seperti dahulu.
Sekitar 15 menit perjalanan, Hania tiba di sebuah rumah yang berlantai dua dan di dominasi warna putih dan abu. Sebelum turun dari mobil, ia menghapus wajahnya yang basah dan merapikan rambutnya yang berantakan. Tak lupa, menyetel suaranya, yang nyaris parau karena terus menangis.
"Kak, baru pulang?" sapa Rio, yang baru juga tiba dan memarkir sepeda motornya.
"Iya. Astaga, kau masih pakai motor butut ini?" Hania kaget, melihat motor matic yang seharusnya sudah digudangkan.
"Jangan gitu dong, Kak. Gini-gini, banyak kenangannya."
"Terserah. Aku mau masuk."
Hania tinggal di rumah Rio, yang merupakan sepupu dari ayahnya. Ayah Hania sudah tiada, sementara ibunya menikah lagi dan menetap di Bali. Hania tidak memiliki saudara kandung, namun dirumah ini, dia seperti seorang putri.
Keluarga Hania dan Rio, bukan orang sembarangan. Mereka memiliki bisnis properti, sebagai perusahaan keluarga. Namun, Hania tidak tertarik pada bisnis. Ia memiliki cita-cita sendiri, namun tetap memiliki saham di perusahaan tersebut. Begitu juga sang ibu, yang lebih memilih hidup bersama suami barunya daripada terlibat dalam urusan perusahaan.
"Tante, aku pulang."
"Kamu dari mana, Nak?"
"Rumah teman, Tante. Dia baru nikah, jadi aku samperin."
"Ya, sudah. Kamu ganti baju, ini sudah malam."
"Iya, Tante."
Bukannya mandi, Hania justru terkulai diatas lantai yang dingin. Bayangan Bintang memeluk istrinya, terus terngiang-ngiang. Apakah dia benar-benar sudah melupakannya? Tidak, itu tidak mungkin. Hania menggeleng, mencoba membuang pertanyaan sialan itu. Tidak mungkin, secepat itu.
Tok tok tok
"Masuk," jawab Hania. Ia mengusap wajahnya, lalu bangkit.
"Kak." Rio memperhatikan wajah Hania yang sembab. "Kamu menangis?"
"Tidak. Ada apa?" elak Hania.
"Jangan bohong, Kak. Sejak kamu pulang, kamu terus mengurung diri, bahkan tinggal dihotel. Apa karena mantan kamu itu?"
"Jangan beritahu ibumu. Aku baik-baik saja, aku hanya belum ikhlas."
"Kak, lepaskan saja. Kalian mungkin bukan jodoh. Aku bahkan hadir di pesta itu, hanya karena kamu yang minta."
"Maaf, merepotkanmu." Hania duduk di tepi ranjang dengan lesu. "Kau belum tahu rasanya, mencintai seseorang yang tidak bisa kamu miliki."
"Karena sudah seperti itu, lebih baik kamu lepaskan."
"Aku butuh waktu."
"Papa sudah pulang dan memintamu makan malam bersama. Sepertinya, ada yang ingin beliau katakan."
"Aku mengerti. Aku akan siap-siap."
Di meja makan, Hania duduk bersebelahan dengan Rio dan dua sepupunya, yang masih remaja. Dirumah ini, Hania merasa tenang dan nyaman, karena keluarga sang paman begitu menyayanginya. Selain itu, rumah ini terasa tenteram, sebab ia tidak pernah mendengar pertengkaran diantara para sepupunya.
"Nak, apa kamu masih mau menjadi model?" tanya ayah Rio dengan tatapan teduh kepada sang ponakan.
"Masih, Om. Tapi, Hania belum ada kontrak baru."
"Kenapa kamu tidak bekerja saja di perusahaan? Sekarang, dunia modeling sudah banyak saingan. apalagi, banyak peminat yang masih berusia muda."
"Aku tidak mau bekerja ditempat yang aku tidak tahu harus berbuat apa. Dari pada mengacaukannya, aku lebih memilih melakukan apa yang aku suka." Hania teringat, akan keluarga Bintang. "Om, apa punya kenalan dengan perusahaan StarShow?
"Kenapa, Nak?"
"Aku dengar mereka mempekerjakan model untuk produk mereka. Apa Om bisa membantuku menjadi BA mereka?"
"Om tidak punya koneksi disana. Mereka perusahaan dengan pasaran internasional. Tapi, Om akan tanya pada besannya."
"Besan?" Hania mengerutkan alisnya. Tiba-tiba, otaknya menerka siapa yang dimaksud sang paman.
"Iya. Om punya teman, putrinya menikah dengan pewaris perusahaan SS."
Makanan diatas piring, tiba-tiba menjadi hambar. Namun, ia penasaran tentang sosok Sera. Seperti apa keluarganya, hingga orang tua Bintang mau menjodohkan mereka.
"Apa dia punya perusahaan juga?"
"Hmm. Dia punya perusahaan real estate, terbesar di negara kita. Om dengar, keluarga mereka sudah lama bersahabat."
Sialan!!
"Sahabat?" tanya Hania dengan tatapan meminta penjelasan lebih. Sementara, sang paman merasa aneh dengan pertanyaan sang keponakan.
"Kenapa, Nak? Apa kamu mengenal mereka?" tanya ibu Rio.
"Tidak, Tante. Aku hanya penasaran, dengan keluarga mereka."
"Jangan memikirkan itu, Nak. Keluarga kita, masih berada jauh dibawah mereka. Beruntung, teman Om kamu punya sifat yang ramah dan tidak angkuh. Tante saja kaget, mendapatkan undangan pernikahan anak mereka.
Hania mengumpat dalam hati. Kenapa harus gadis itu? Apa yang akan ia lakukan dengan gadis yang statusnya melebihi dirinya? Apa dia harus menyerah, kepada musuh yang bahkan tidak bisa ia sentuh?
Aku tidak akan menyerah, pada seorang gadis yang hanya mengandalkan status orang tuanya.
"Om, tolong bantu aku, yah. Aku ingin bekerja disana."
"Om, akan usahakan. Kamu harus bersabar."
🍓🍓🍓
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up