NovelToon NovelToon
Gelapnya Jakarta

Gelapnya Jakarta

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Sistem / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Preman
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Raka, seorang pemuda 24 tahun dari kota kecil di Sumatera, datang ke Jakarta dengan satu tujuan, mengubah nasib keluarganya yang terlilit utang. Dengan bekal ijazah SMA dan mimpi besar, ia yakin Jakarta adalah jawabannya. Namun, Jakarta bukan hanya kota penuh peluang, tapi juga ladang jebakan yang bisa menghancurkan siapa saja yang lengah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 Perpecahan dan Perlawanan

Keputusan untuk berpencar membuat suasana semakin tegang. Waktu terasa begitu lambat ketika Raka memberikan dokumen itu kepada Nadia. “Simpan ini baik-baik. Kalau mereka nangkep gue, lo yang bawa ini ke tujuan.”

Nadia mengangguk dengan berat hati. Matanya menatap Raka penuh kecemasan. “Hati-hati, Raka.”

Raka mengangguk kecil, berusaha menyembunyikan kekhawatiran yang sama. “Gue bakal baik-baik aja. Jalan terus. Kita semua harus selamat.”

Dengan langkah ragu, Nadia dan Pak Hasan mulai bergerak ke arah barat, sementara Raka berlari ke arah yang berlawanan. Suara langkah kaki para pengejar semakin mendekat, membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Namun, ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk memberi Nadia dan Pak Hasan waktu adalah dengan mengalihkan perhatian para musuh.

**Umpan di Tengah Gelap**

Raka terus berlari melalui semak-semak dan pepohonan yang rapat. Ia dengan sengaja membuat suara, memastikan langkahnya cukup keras untuk menarik perhatian musuh. Taktiknya berhasil. Teriakan dari belakang semakin terdengar jelas.

“Dia ada di sana! Cepat kejar!”

Raka menoleh sekilas. Tiga orang pria dengan senjata api sedang mengejarnya. Ia melompat melewati batang pohon tumbang dan menyelinap di antara semak-semak yang lebih lebat, memanfaatkan lingkungan sekitar untuk menyulitkan para pengejarnya.

Salah satu pria itu melepaskan tembakan. Peluru mengenai batang pohon di sebelah Raka, serpihannya hampir melukai wajahnya. Namun, ia tidak berhenti. Dengan napas yang semakin berat, ia akhirnya menemukan sebuah celah kecil di antara dua pohon besar, cukup untuk membuat tubuhnya bersembunyi.

Raka berhenti di sana, menahan napas, berusaha mengendalikan detak jantungnya yang begitu kencang. Ia mendengar suara langkah kaki semakin dekat. Salah satu pria berhenti tepat di depan tempat persembunyiannya.

“Dia pasti di sekitar sini. Cari baik-baik!”

Raka menggenggam batu kecil yang ia temukan di tanah. Ia tahu, jika ketahuan, ia harus melawan. Meski tubuhnya sudah lelah, tekadnya tetap kuat. Dengan hati-hati, ia melempar batu itu ke arah semak-semak di sebelah kiri.

Suara batu yang jatuh membuat pria itu bereaksi. “Di sana! Gue dengar sesuatu!”

Pria itu dan dua rekannya langsung bergerak ke arah suara, meninggalkan Raka yang masih bersembunyi di balik pohon. Ia menghela napas lega, tetapi tahu bahwa ini hanya kemenangan kecil. Mereka akan terus mencari sampai dia ditemukan.

**Pak Hasan dan Nadia dalam Bahaya**

Sementara itu, Nadia dan Pak Hasan terus bergerak ke arah barat. Pak Hasan terlihat semakin lelah, namun ia berusaha menutupi hal itu dari Nadia. Mereka tahu bahwa mereka tidak boleh berhenti, karena dokumen yang mereka bawa terlalu berharga untuk jatuh ke tangan musuh.

Namun, langkah mereka terhenti ketika tiba-tiba dua pria muncul dari balik pepohonan di depan mereka. Mereka bersenjata, dan tatapan mereka penuh dengan ancaman.

“Nggak usah banyak tingkah,” kata salah satu pria itu sambil mengarahkan senjata ke mereka. “Serahin barang yang kalian bawa!”

Nadia menggenggam erat tasnya. “Lo nggak akan dapetin apa-apa dari kami.”

Pak Hasan berdiri di depan Nadia, mencoba melindunginya. “Lo nggak tahu apa yang lo lakuin. Ini soal hidup orang banyak. Jangan bikin kesalahan.”

Pria itu tertawa sinis. “Hidup orang banyak? Yang gue tahu, kalian cuma bakal mati di sini.”

Tiba-tiba, suara tembakan terdengar dari kejauhan. Salah satu pria itu mengalihkan pandangannya, memberikan kesempatan bagi Nadia untuk bertindak. Dengan cepat, ia melemparkan batu besar ke arah pria yang memegang senjata, membuatnya kehilangan keseimbangan. Pak Hasan memanfaatkan momen itu untuk menyerang pria lainnya, mendorongnya hingga terjatuh.

“Mundur, Nadia! Lari sekarang!” teriak Pak Hasan.

Nadia ragu, tetapi ia tahu bahwa ia harus melindungi dokumen itu. Dengan berat hati, ia mulai berlari meninggalkan Pak Hasan yang masih bergulat dengan salah satu pria bersenjata.

**Raka Bertemu Bahaya Baru**

Sementara itu, Raka berhasil keluar dari area pengejarannya, tetapi ia tidak menyadari bahwa ia justru menuju ke arah lain yang lebih berbahaya. Suara langkah kaki di belakangnya kini semakin jauh, namun suara mesin mobil mendekat dari depan. Ia menyadari bahwa musuh tidak hanya mengejarnya di darat, tetapi juga telah mengatur perimeter di sekitar hutan.

Raka berhenti di tengah jalan kecil yang dikelilingi pepohonan. Mobil hitam itu berhenti beberapa meter di depannya, dan tiga pria keluar dari dalamnya. Salah satu dari mereka adalah pria kekar yang pernah ia hadapi sebelumnya.

“Kali ini, lo nggak punya tempat untuk lari, Raka,” kata pria itu dengan senyum dingin.

Raka berdiri tegak, menatap mereka tanpa gentar. Ia tahu, melarikan diri bukan lagi pilihan. Ia harus menghadapi mereka dengan segala yang ia miliki.

“Kalau lo pikir gue bakal nyerah, lo salah besar,” jawab Raka sambil mengepalkan tinjunya.

Pria itu hanya tertawa, lalu memberikan isyarat kepada dua orang lainnya untuk maju. Pertarungan sengit pun tak terhindarkan. Raka melawan dengan segala kekuatannya, menggunakan kecepatan dan kecerdasannya untuk menghindari serangan mereka. Namun, jumlah mereka terlalu banyak, dan Raka mulai terdesak.

Di tengah situasi yang kacau, sebuah suara dari arah hutan membuat semua orang berhenti sejenak. Dari balik semak-semak, Nadia muncul dengan sebatang kayu besar di tangannya. Tanpa pikir panjang, ia menyerang salah satu pria yang mendekati Raka, membuat pria itu terjatuh.

“Kita nggak bisa terus lari, Raka,” kata Nadia dengan napas tersengal. “Kita lawan mereka bersama.”

Raka tersenyum kecil meskipun tubuhnya sudah penuh luka. “Kalau gitu, ayo kita habisin ini sekarang.”

Pertarungan itu berlanjut dengan sengit. Raka dan Nadia bertarung bahu membahu melawan para pria bersenjata itu. Meski kalah jumlah dan kekuatan, mereka tidak menyerah. Di balik perjuangan mereka, ada harapan untuk kebenaran yang harus diperjuangkan, apa pun risikonya.

Raka dan Nadia yang berdiri tegap, meskipun tubuh mereka penuh luka. Ancaman belum berakhir, tetapi mereka bertekad untuk terus maju, apa pun yang harus mereka hadapi di depan.

Raka dan Nadia berdiri berdampingan, napas mereka tersengal-sengal, tubuh penuh luka, tetapi mata mereka memancarkan keteguhan yang tak tergoyahkan. Dua pria bersenjata masih berdiri di depan mereka, meskipun salah satu dari mereka sudah mulai mundur, menyadari bahwa Raka dan Nadia bukan lawan yang mudah ditaklukkan.

“Ayo, lo masih mau coba?” Raka berteriak sambil mengepalkan tinjunya.

Pria kekar yang tadi memimpin kelompok itu menyeringai dingin.

“Lo pikir menang satu ronde berarti lo aman?

"Lo cuma memperpanjang waktu lo buat mati.”

Tiba-tiba, suara dari walkie-talkie yang dibawa pria itu memecah suasana.

“Kita kehilangan jejak kelompok lain. Fokus ke sasaran utama. Kalau dokumen itu lepas, kita habis!”

Mendengar perintah itu, pria kekar melirik ke arah Raka dan Nadia dengan tatapan tajam. “Lo berdua beruntung. Tapi jangan pikir ini selesai.”

Dengan gerakan cepat, pria itu memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mundur. Mereka masuk kembali ke dalam mobil hitam dan pergi meninggalkan Raka dan Nadia di tengah hutan yang sunyi.

Nadia terjatuh di tanah, memegangi lengannya yang tergores. “Mereka pergi... kenapa mereka pergi?”

Raka, meski lelah, segera berjongkok di sebelah Nadia.

“Bukan karena mereka takut. Mereka hanya ganti strategi. Ini belum selesai.”

Dia memandang ke arah jalan tempat mobil itu pergi, pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk. Mereka tahu bahaya masih mengintai, tetapi ini adalah waktu untuk mengatur ulang rencana dan menyembuhkan luka sebelum menghadapi pertarungan berikutnya.

“Sekarang, kita harus cari Pak Hasan,” kata Raka, membantu Nadia berdiri. “Dia juga dalam bahaya.”

Nadia mengangguk pelan. “Kita nggak boleh menyerah. Kita harus bawa bukti ini ke tempat yang aman.”

Dengan langkah yang berat tetapi penuh tekad, mereka melangkah lebih dalam ke hutan, tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai. Di balik bayangan pepohonan, bahaya lain sudah menanti, tetapi mereka berdua tahu bahwa mereka tidak akan berhenti, apapun yang terjadi.

Raka dan Nadia melangkah ke depan, siap menghadapi apa pun yang akan datang. Karena di dunia yang penuh kegelapan, satu langkah kecil menuju cahaya adalah langkah yang paling berarti.

1
Irhamul Fikri
kenapa bisa kesel kak
ig : mcg_me
gw pernah hidup kayak gini di bawah orang, yg anehnya dlu gw malah bangga.
hadeh hadeh, kesal banget klo inget peristiwa pd wktu itu :)
ig : mcg_me
semangat Arka
Irhamul Fikri: wah pastinya dong, nanti di bagian ke 2 lebih seru lagi kak
total 1 replies
Aditya Ramdhan22
wow mantap suhu,lanjutkan huu thor
Irhamul Fikri: jangan lupa follow
Irhamul Fikri: siap abngku
total 2 replies
Putri Yais
Ceritanya ringan dengan bahasa yang mudah dipahami.
Irhamul Fikri: jangan lupa follow
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 2 replies
Aditya Warman
berbelit belit ceritanya
Aditya Warman
Tolong dong tor,jangan mengulang ngulang kalimat yg itu² aja ..boring bacanya...jakarta memang keras...jakarta memang keras...
Heulwen
Dapat pelajaran berharga. 🧐
Uchiha Itachi
Bikin saya penasaran terus
Zuzaki Noroga
Jadi nagih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!