Membaca novel ini mampu meningkatkan imun, iman dan Imron? Waduh!
Menikah bukan tujuan hidup Allan Hadikusuma. Ia tampan, banyak uang dan digilai banyak wanita.
Hatinya telah tertutup untuk hal bodoh bernama cinta, hingga terjadi pertemuan antara dirinya dengan Giany. Seorang wanita muda korban kekerasan fisik dan psikis oleh suaminya sendiri.
Diam-diam Allan mulai tertarik kepada Giany, hingga timbul keinginan dalam hatinya untuk merebut Giany dari suaminya yang dinilai kejam.
Bagaimana perjuangan Allan dalam merebut istri orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BSMI 7
Malam harinya ....
Selepas makan malam, Desta menuju ruang keluarga. Ia meneliti wajahnya melalui cermin yang menggantung di sudut ruangan.
"Bengkak! Kalau besok ngantor bisa jadi bahan tertawaan orang kantor. Awas saja laki-laki itu kalau ketemu lagi."
Mengusap wajahnya yang lebam karena dipukul seorang pria asing, Desta menggeram. Ia bersumpah akan membuat perhitungan jika suatu hari bertemu lagi dengan pria yang baginya sok jagoan itu.
Sesuatu menarik perhatiannya saat mendapati benda yang bergesekan dengan sandal rumahannya. Kedua alisnya saling bertaut, ia meraih benda itu. Hasil USG milik Giany.
"Foto USG?"
Ada perasaan yang sulit dimengerti. Ya, makhluk yang berada di dalam foto adalah anaknya, darah dagingnya sendiri. Desta memang ingin memiliki seorang anak. Usianya sudah cukup dewasa untuk menjadi seorang ayah. 27 tahun, dan beberapa bulan lagi akan menginjak angka 28 tahun. Akan tetapi, bukan dengan Giany, melainkan dengan gadis yang ia cintai, Aluna. Segalanya pasti akan berbeda jika saja ia menikahi Aluna dan akhirnya mengandung anaknya.
Boleh dikata Desta sangat menyesali malam naas dimana dirinya mabuk-mabukan dan hilang kendali. Sehingga gelap mata dan melampiaskan nafsunya kepada seorang gadis yang ia tidak kenal. Jika saja Giany tidak hamil, mungkin saat ini Aluna tidak akan marah dan menjauhinya.
Memikirkan semua itu, mendadak kepala Desta terasa pening. Ia membaringkan tubuhnya di sofa, sambil sesekali melirik foto USG itu. Hingga rasa kantuk mulai terasa, Desta akhirnya tertidur.
****
Giany baru saja keluar dari dapur dan mendapati Desta terbaring di sofa. Melihat wajah lebam Desta yang agak bengkak, timbul rasa bersalah dalam dirinya. Sebab dirinyalah Dokter Allan sampai memukul Desta.
Giany segera beranjak menuju dapur. Ia akan mengompres lebam di wajah Desta dengan menggunakan es untuk mengurasi bengkaknya.
Baru melihat wajah Desta saja ia sudah takut. Desta tidak pernah mau Giany melakukan apapun untuknya. Makanan pun, jika tahu yang memasak adalah Giany, sudah pasti Desta tidak akan mau memakannya.
Dengan lembut, Giany mulai mengompres wajah Desta dengan membungkus es ke dalam handuk kecil. Biar saja jika nanti Desta akan memarahinya. Ia hanya ingin melakukan tugasnya sebagai seorang istri.
Hingga beberapa menit berlalu, kelopak mata Desta perlahan terbuka saat merasakan sesuatu yang dingin meresap ke pori-porinya. Manik hitamnya meneliti wajah Giany yang sepertinya belum menyadari bahwa Desta sudah terbangun. Giany bukannya tidak cantik. Ia masih sangat muda dan polos. Hanya saja cinta Desta sudah terpaut kepada sosok Aluna yang seusia dengannya.
Ketakutan terlihat di mata Giany saat menyadari Desta telah terbangun. Ia menunduk, lalu segera berdiri.
"Ma-af, Mas. Aku hanya mau membantu mengompres lebam di wajah Mas Desta."
"Hem ..."
Desta meraba wajahnya yang baru saja dikompres oleh Giany. Sakitnya sudah agak berkurang sedikit dan ia merasa lebih baik. Bengkak di wajahnya tidak sesakit tadi.
"Aku permisi ke belakang, Mas," ucap Giany.
"Giany tunggu!" panggil Desta membuat langkah kaki Giany terhenti. Wanita itu berbalik. Harap-harap cemas. Takut jika Desta akan marah dan memukulnya.
"Ada apa, Mas?"
"Kamu kenal, dengan laki-laki sok pahlawan tadi?"
Giany terdiam. Jika menjawab yang sebenarnya, Desta pasti semakin marah.
"Ti-tidak, Mas!"
Desta menghela napas panjang.
"Ya sudah."
********
_
_
_
_
_
_
"Aluna, tunggu!" teriak Desta.
Ia mengejar Aluna yang berlalu begitu saja saat laki-laki itu menghampirinya, sesaat setelah tiba di kantor.
Aluna dan Desta bekerja di perusahaan yang sama, hanya berbeda divisi. Gadis berusia 26 tahun itu beranjak menuju lift dengan tergesa-gesa.
"Tunggu, Aluna!" Desta meraih lengan Aluna, membuat gadis itu memutar bola mata pertanda malas.
"Lepas!" Ia menghempas tangan Desta dengan kasar.
"Lun, aku perlu bicara dengan kamu."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, Desta. Semua sudah berakhir."
Lift terbuka. Aluna segera masuk ke dalam, namun Desta mengikuti. Bahkan laki-laki itu melarang beberapa karyawan lain yang baru saja akan masuk, dan memberi kode agar menggunakan lift lain. Kini, ia hanya berdua dengan Aluna.
"Aku mohon dengar aku dulu, Lun ..."
Aluna membuang muka ke arah lain. Ia merasa malas mendengar apapun pembelaannya. Kesalahan Desta terlalu besar untuk dimaafkan.
"Apa lagi yang harus aku dengar dari kamu?"
"Lun, tolong beri aku waktu. Begitu anak Giany lahir, aku akan menceraikan dia dan bisa menikah dengan kamu."
Rasa tak percaya bersarang di benak Aluna. "Apa? Bercerai ... Semudah itu? Desta kamu sudah gila!"
"Aku hanya mencintai kamu, Lun!"
Tak tahan memendam perasaan cintanya yang besar, Desta membenamkan ciuman di bibir gadis itu. Dalam dan menuntut balas. Bahkan Aluna tak kuasa melepas benda kenyal yang kini melahap bibirnya dengan buas.
Mata Aluna membulat penuh merasakan betapa liarnya laki-laki itu memperdalam ciumannya. Meskipun benci dengan kelakuan Desta, tetapi tak dapat ia pungkiri bahwa dirinya pun masih mencintai lelaki yang pernah dua tahun menjadi kekasihnya itu. Namun, kini Desta sudah memiliki seorang istri. Dan ia tidak ingin menjadi orang ketiga. Aluna mendorong dada Desta dengan sekuat tenaga hingga mundur beberapa langkah.
Plak! Satu tamparan keras mendarat mulus di pipi kanan Desta.
"Kamu pikir kamu siapa?!" teriak Aluna. "Setelah melihat kelakuan kamu kemarin, kamu pikir aku masih mau sama kamu? Dengan istri sendiri saja, kamu bisa sekasar itu? Tidak menutup kemungkinan kalau kamu juga bisa kasar sama aku suatu hari nanti, kan!"
"Aluna, kamu dan Giany itu beda!"
"Beda? Ya, memang beda. Bedanya adalah Giany tetap sabar dan tidak meninggalkan kamu walaupun kamu kasar. Tapi kalau aku jadi Giany, aku sudah pergi jauh meninggalkan kamu! Sekarang, jangan pernah kamu sentuh aku lagi!"
Setelah meluapkan kemarahannya, pintu lift terbuka. Aluna segera keluar meninggalkan Desta dengan menahan air mata.
"Aluna!" Desta berusaha mengejar, namun terhenti saat beberapa karyawan lain menatapnya curiga.
"Apa lihat-lihat, sana kerja!" bentaknya kepada beberapa orang di sana.
****