Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 29 ~ Kamu Tidak Berhak
Kenapa juga nggak kasih aba-aba. Siapa tahu rasanya lebih nikmat, batin Dara sambil mengusap bibirnya menghapus jejak basah yang masih tertinggal.
Sedangkan Pandu, masih menatap sambil kembali bersedekap. “Ciuman pertama? Aku tidak percaya.”
“Terserah,” sahut Dara. “Bukan urusanmu.”
“Akan jadi urusanku.”
“Dengar ya Om ….”
“Kamu sengaja ingin aku cium lagi ‘kan?”
Dara berdecak lalu menghela pelan. “Salahku dimana, situ memang sudah om-om. Jangan macam-macam atau kejadian malam itu terulang lagi,” ancam Dara.
“Aku bisa menghindar.”
“Tapi persiapanku lebih matang.” Dara mengambil tasnya dan mengeluarkan sebuah gunting. “Bagaiman kalau rambut kesayanganmu dihabiskan,” ujarnya lagi sambil menggerakan alat tersebut seakan sedang menggunting sesuatu.
“Jangan macam-macam kamu. Cukup jangan panggil aku om, setelah itu kita bicara serius.”
Pandu tidak menyukai panggilan yang diberikan Dara, lebih baik dipanggil dengan namanya. Awalnya Dara hanya mengejek, tapi keterusan dan mendapatkan balasan dari tingkahnya.
“Kamu boleh panggil aku apapun, sayang, honey, cinta atau….” Dara malah berekspresi ingin muntah mendengar keinginan Pandu. “Minta dihukum lagi ‘kah?”
“Pokoknya aku nggak suka Om eh maksud aku Mas Pandu cium aku. Bahkan dengan pacarku saja, belum pernah begitu. Siapa anda berani macam-macam,” keluh Dara dan Pandu malah terkekeh.
“Ya sudah, jadikan saja aku pacarmu. Beres. Lagi pula, pacar-pacarmu yang dulu itu bod0h atau mungkin tidak normal.”
“Normal dong, buktinya keponakanmu itu bisa enak-enak sama CItra.”
“Dia tidak pernah macam-macam denganmu?” tanya Pandu serius. Yang dimaksud tentu saja Harsa dan keingintahuan masalah ini cukup besar. Mengingat Harsa ternyata seorang pemain.
“Hanya pegangan tangan dan cium kening. Kebetulan kami berdua sibuk dan hal ini yang jadi alasan kenapa dia sampai tergoda dengan wanita lain,” tutur Dara. “Sudahlah, aku tidak ingin membicarakan masalah itu.”
Rasanya Pandu ingin bersorak, bisa dipastikan kalau Dara masih suci. Bahkan bibir saja belum pernah disentuh oleh siapapun kecuali dirinya. Semakin yakin kalau dia memang mencintai gadis itu dan ingin melindunginya. Apalagi selama ini ia tahu kalau Bundanya seakan tidak adil antara dia dan Citra.
Sebelumnya Dara sering menyebut dirinya dengan saya, tapi malam ini dia sudah mengganti dengan aku. mulutnya boleh saja menolak, tapi hari dan perasaannya mungkin nyaman dan menerima segala perhatian dan perlindungan dari … Pandu.
“Aku sudah kenyang, ayo pulang,” ajak Dara.
“Ra,” panggil Pandu masih menatap gadis itu, dengan posisi duduk yang lebih nyaman. “Aku serius, jangan temui laki-laki yang akan dijodohkan denganmu. Dari pada aku emosi dan macam-macam. Tidak perlu aku jelaskan mengapa sikapku begini. Kamu bukan bocah yang tidak bisa mengerti maksudku.”
Tubuh Dara mendekat ke arah meja. “Apa Mas Pandu cinta denganku?”
“Apa perlu aku jawab.”
“Ck. Dasar gondrong, nggak bisa apa lebih romantis.”
“Awalnya mungkin aku bingung dengan perasaanku ini, tapi aku yakin kalau ini cinta. Tidak pernah aku begini dengan perempuan manapun.”
“Gombal,” cetus Dara.
“Bagaimana denganmu?” tanya Pandu.
Dara terdiam dan tampak berpikir, bahkan tanpa menatap pria di hadapannya. Urusan mereka dan hubungan mereka cukup pelik. Dara tidak bisa langsung menjawab iya, belum tentu perasaannya murni karena memang tertarik dengan Pandu. Bisa saja hanya pelampiasan karena kecewa pada Harsa.
Selain itu hubungan keluarga mereka saat ini cukup rumit. Tidak akan mudah, karena pernikahan Kemala dan Surya. Belum tentu Bunda akan menyetujui apalagi dengan Jaya.
“Seperti yang aku katakan sebelumnya. Saat ini aku ingin menata hati dulu, lagi pula kita belum lama kenal dan ….”
“Aku akan buktikan kalau rasaku ini tidak salah. Menunggu pun aku tidak masalah, tapi untuk si Katro jangan pernah coba menemui dia.”
“Nggak bisa begitu Mas. Nggak enak kalau aku tidak datang, Bunda pasti kecewa. Paling tidak besok aku akan tetap datang temui dia, meskipun sudah jelas aku akan menolak."
“Aku akan temani,” usul Pandu.
“Mas!”
“Aku temani atau tidak usah datang.” Pandu memberikan dua pilihan yang sama-sama tidak menguntungkan posisi Dara. Pria itu sangat posesif, padahal mereka belum resmi menyatakan hubungan.
***
Tiba di kediaman Mahendra, Dara keluar dari mobil lebih dulu. Sudah ada pria yang menunggu kedatangan Pandu. Dara mengangguk pelan dan bergegas menuju ke dalam rumah, ternyata berbarengan dengan Citra yang akan keluar.
“Dari mana kamu? Nggak kasihan sama Bunda, malah ngelayap. Kamu dan Pandu habis jalan ‘kan?” cecar Citra.
“Bukan urusan kamu.”
Tangan Citra menahan bahu Dara. “Jangan karena Pandu dan Opa Jaya baik sama kamu, lalu kamu berulah. Jangan serakah, mereka tidak akan setuju dengan hubungan kalian. Jadi biarkan aku yang maju,” ungkap Citra.
“Aku nggak ngerti maksud kamu.”
“Nggak usah pura-pura beg0 dan … Eh, Mas Pandu.” Citra langsung merubah wajahnya menjadi ramah. “kalian pulang bersama?” tanya Citra seakan terkejut.
“Bersama atau tidak, bukan urusanmu," balas Pandu.
“Tentu saja jadi urusanku, Bunda sangat khawatir dengan kami. Tahu sendiri Dara kerjanya gimana bahkan lebih suka tidur di luar rumah, entah dengan siapa.” Citra berkata sengaja menyindir Dara untuk menarik perhatian Pandu.
“Citra, jaga mulutmu. Aku memang sering tidak pulang tapi tidak macam-macam seperti kamu yang rela tidur dengan pria ….”
Plak.
“Citra!” pekik Pandu.
Dara merasakan panas di pipinya karena tamparan Citra. Tidak menduga dan tidak bisa menghindar. Ia mengusap pipi yang baru saja ditampar oleh adik sambungnya, perempuan yang selalu dibela oleh Bundanya.
Brak.
Dara menjatuhkan tasnya, emosinya sudah tidak dapat tertahan. Selama ini dia mungkin hanya diam karena tidak ingin menyakiti Kemala. Kali ini, dia tidak akan mengalah.
“Kamu tidak berhak,” ujar Dara lalu melangkah menghampiri CItra. “Siapa kamu berani menyentuh dan menyakitiku,” ujarnya lagi semakin dekat membuat Citra takut dan melangkah mundur. Pandu hanya diam dan membiarkan Dara melakukan pembalasan.
“Itu karena mulutmu, kamu pantas mendapatkannya,” ucap Citra masih enggan mengakui kalau dia salah.
“Lalu apa yang pantas untuk kamu yang sudah tidur dengan pria yang saat itu masih menjadi kekasihku?”
“Itu ….”
“Rasakan ini!”
“Aaaa. Dara, lepaskan tanganmu bod0h."
\=\=\=\=\=
Pembaca : Hidup Panda (Pandu Dara) 🥰🥰🥰