Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertetangga
Kehangatan mentari pagi mulai terasa. Suara kicauan burung terdengar saling bersahutan. Seusai sarapan Arman siap berangkat ke sekolah. Guru matematika itu sedang menyiapkan motor di halaman rumah dengan ditemani Camila. Sesekali mereka bercanda dan tersenyum ceria. Rutinitas ini sudah mereka lakukan sejak awal pernikahan. Keromantisan di pagi hari bukan hal baru lagi bagi tetangga yang melihat mereka berdua.
"Hati-hati di jalan. Jangan genit kalau di sekolah," ucap Camila setelah mengecup punggung tangan Arman.
"Aku nanti pulang sore. Ada gladi bersih pementasan musik," pamit Arman sebelum berangkat.
Camila masih berdiri di sana sampai Arman hilang dari pandangan. Entah apa yang sedang dipikirkan Camila saat ini hingga dia masih termenung di teras rumah. Rasanya dia tidak siap menghadapi ipar dan mertuanya saat sendirian seperti ini. Wanita cantik itu terkesiap karena tiba-tiba merasakan tepukan di pundaknya.
"Ada apa, Mbak?" tanya Camila setelah membalikkan badan. Ternyata Sinta sudah berdiri di belakangnya.
"Tolong bantu jaga Zafi. Aku mau sarapan, Dek," pinta Sinta dengan diiringi senyum kalem.
"Iya. Silahkan Mbak Sinta Sarapan," ucap Camila sambil meraih tangan bocah berusia tiga tahun itu.
Camila mengajak Zafi masuk ke dalam rumah. Dia mengajak bocah kecil itu bermain di ruang keluarga. Jurus paling ampuh yang dilakukan Camila adalah memberikan ponselnya kepada Zafi. Serial kartun yang menjadi favorit anak-anak pun terputar di sana. Namun, semua itu tak bertahan lama setelah Sinta ikut hadir di sana. Wanita berbadan itu mengatakan sesuatu hal yang memancing Aminah ikut nimbrung di sana.
"Benar kata Mbakmu. Anak-anak itu tidak baik kalau terlalu sering main handphone. Nanti kesehatan matanya terganggu. Kamu itu harus belajar banyak sama mbakmu ini, biar nanti kalau sudah punya anak gak kaget," ujar Aminah seraya menatap Camila penuh arti.
Camila mencengkram erat ujung roknya saat mendengar penuturan ibu mertuanya. Tanpa banyak basa-basi lagi, dia membawa Zafi keluar dari rumah. Menjaga jarak dari mereka berdua jauh lebih baik. Alhasil, Camila membawa Zafi bermain ke rumah tetangga.
Kedatangan Camila di sana disambut hangat beberapa tetangga yang berkumpul di sana. Seperti hari-hari biasanya, mereka selalu menghabiskan waktu dengan berkumpul dan ngerumpi sambil menjaga anak bermain. Berawal dari membahas tentang resep makanan, makin lama pembahasan itu merembet tentang kehadiran Sinta di sana.
"Kamu harus hati-hati, Mil. Sepertinya Sinta itu penjilat. Jangan terlalu ngalah," tutur salah satu tetangga yang bernama Anik.
"Eh, mending ganti bahas yang lain yuk. Tuh orangnya mau datang ke sini," ujar ibu-ibu yang lain saat melihat Sinta dan Aminah berjalan dari rumah menuju tempat Camila berada saat ini.
Suasana berubah menjadi canggung setelah Sinta dan Aminah bergabung di sana. Rupanya wanita berbadan dua itu tak mau kalah dari Camila. Beberapa kali dia menunjukkan keberhasilan dalam rumah tangganya. Tak hanya itu saja, Sinta pun melayangkan jawaban menohok saat ada yang bertanya tentang kehamilan keduanya.
“Tapi ya, Mbak. Meskipun rasanya hamil itu gak nyaman dan terkadang bikin sakit, tetapi saya sangat menikmati momen ini loh. Saya sangat bersyukur karena gak terlalu lama menunggu anak pertama dan kedua. Alhamdulillah sekali meski rasanya melahirkan itu sakit banget,” ucap Sinta dengan nada bicara yang sangat halus.
Anik dan beberapa ibu-ibu di sana seketika bungkam seraya melirik Camila. Mereka tidak menyangka jika Sinta akan mengatakan hal ini. Entah dia sengaja atau lupa jika keadaan adik iparnya justru berbanding terbalik.
“Setelah ini Mila sama Arman pasti menyusul kamu, Sin. Ah ibu tidak sabar ingin menggendong anaknya Arman,” sahut Aminah dengan diiringi senyum tipis. Harapan besar terlihat jelas dari sorot matanya.
“Tuh, Dek Mila, Ibu udah pengen gendong anaknya Arman. Jangan ditunda-tunda lagi,” ujar Sinta dengan entengnya. Dia tersenyum lebar tanpa beban.
Sementara Camila hanya tersenyum tipis mendengar ocehan kakak ipar dan mertuanya. Bola matanya mulai berembun karena segala ucapan Sinta. Dia tahu jika Sinta hanya ingin menjatuhkan mental di hadapan semua orang.
“Santai, Mil. Nikmati saja masa-masa pacaran sama Arman. Gak usah terlalu diambil pusing. Jangan sampai setres. Lagipula punya anak itu bukan ajang perlombaan, Mil. Jadi kamu jangan khawatir kalah dari siapapun,” ujar wanita berhijab bernama Eva. Dia merasa risi saja mendengar penuturan Sinta, mengingat dia sendiri pernah ada di posisi Camila.
“Iya, Mbak. Saya pasrahkan semuanya kepada Allah. Saya pun sedang menyiapkan mental agar benar-benar siap menjadi seorang ibu,” balas Camila seraya melirik Sinta sekilas.
Setelah mengatakan hal itu, Camila pamit pulang dan menyerahkan Zafi kepada Sinta. Dia enggan terlalu lama berada di sana karena bisa menghancurkan mentalnya. Camila terus melangkah hingga sampai di dapur rumah. Dia duduk di salah satu kursi yang ada di sana dengan kepala tertunduk. Bulir air mata pun lolos begitu saja dari pelupuk mata.
“Mbak Sinta itu benar-benar keterlaluan!” gerutunya sambil menghapus air matanya. “Sok kalem, sok paling benar, sok ramah. Padahal, hatinya busuk banget!” Camila beranjak dari tempatnya karena teringat jika harus menyiapkan minuman untuk ayah mertuanya.
Rasa tidak nyaman mulai membebani kehidupan rumah tangga Camila. Sebelum Sinta datang ke rumah ini, dia baik-baik saja meski harus mendengar ocehan Aminah. Kecerewetan mertua dan saudara-saudaranya hanya dianggap angin lalu. Akan tetapi, tidak untuk saat ini. Sinta benar-benar membuat suasana di rumah ini berubah.
“Eh, Dek Mila. Sekalian nitip buatkan susunya Zafi ya? Mumpung ada air panas kan itu?”
Suara Sinta tiba-tiba terdengar di dapur hingga membuat Camila terkejut bukan main. Dia hanya menganggukkan kepala sebelum Sinta pergi dari sana. Camila heran saja kenapa Sinta mengikutinya pulang.
“Memang dia pikir aku ini pembantu di rumah ini? Dasar manusia tidak tahu diri!” umpat Camila dengan suara lirih. Kekesalannya kepada Sintapun semakin bertambah.
🌹TBC🌹
Pasti bu Aminah sama saudari2nya ghibahin Arman Camila karena ngontrak
Atau si Sinta ikut pak Pardi selamanya,,kan habis ketipu
Meli harusnya ngikut Riza pindah alam,,jahat banget
Buat semua pasutri memang g boleh menampung wanita/pria yg usia sudah baligh takutnya ada kejadian gila kyk gini..
Banyak modus lagi,,mending Riza di antar keluar dari rumah Arman
Sekarang Camila bisa lega karena bebas dari orang toxic
G ada hukumnya anak bungsu harus tinggal sama ortu kecuali ortu.nya sudah benar2 renta..