Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
memilih tak perduli
"Ma!" akhirnya Pandu memilih untuk menegur Risma dan membuat Clara tercekat, langsung melepaskan tangannya dari lengan Pandu.
Mengalihkan pandangannya pada sosok perempuan cantik yang memakai hijab warna dusty.
Clara langsung gemetar dan menundukkan kepalanya. Namun justru Risma dengan anggun hanya menatapnya dengan senyuman tipis dan berwajah dingin. Bungkam dan menatap tajam pada pasangan yang terlihat salah tingkah dengan wajah pucat pasi nya.
Pandu tidak menyangka, jika Risma memilih tidak menggubris panggilannya. Risma hanya menatapnya sekilas dengan senyuman tipis dengan ekspresi yang tak bisa di jelaskan.
" Ma, tunggu!" Pandu melangkah ke arah Risma yang akan meneruskan langkahnya, seolah tidak mau tau dengan dua manusia di hadapannya.
Risma tetap memilih pura pura tuli dengan panggilan Pandu. Hatinya benar benar hancur dan tak ada lagi yang bisa di harapkan dari pernikahannya. Mungkin jika wanita lain, pasti sudah mengamuk, mencaci maki suami dan wanita selingkuhannya. Tapi tidak untuk Risma.
Risma lebih memilih diam dan bersikap tak perduli, demi menjaga harga dirinya dan menunjukkan kualitas dirinya sebagai perempuan terhormat yang menjunjung adab sebagai seorang muslimah. Namun Risma mempunyai cara yang lebih akan membuat suaminya tersiksa.
Merasa di abaikan dan kalut, Pandu meninggalkan Clara yang masih mematung, dan mengejar Risma yang sedang menuju ke tempat kasir.
"Aku tau ini berat dan menyakitkan, tapi aku juga gak mau pergi begitu saja demi melancarkan hubungan mereka, ada harga yang harus kalian bayar dari rasa sakit seorang istri yang sudah diabaikan selama bertahun tahun lamanya." Risma bergumam di dalam hatinya dengan segala sesak yang menghujam ulu hatinya. Namun memilih untuk tegar dan bersikap baik baik saja.
Luka terabaikan nya selama ini, telah membuatnya tumbuh menjadi wanita kuat dan siap menghadapi apapun itu.
"Ma, tunggu, Ma! Tolong dengarkan penjelasan ku, kita bicarakan ini. Aku minta maaf, kita bicara dirumah setelah ini. Aku mohon." Pandu mencekal pergelangan tangan istrinya, tak perduli dengan tatapan orang orang yang kini sudah fokus pada dirinya.
"Bicara?
Apa yang akan dibicarakan?
Bukankah itu tidak akan merubah keputusanmu untuk wanita itu. Silahkan berbuat semau kamu, Pa! Bukankah kamu selalu bersikap seperti itu padaku selama ini?"
Risma melepaskan cekalan tangan Pandu dan kembali meneruskan langkah menuju kasir.
Pandu tertegun, hatinya merasakan sakit dengan ucapan istrinya. Perasaan bersalah kembali mengusik pikirannya. Sekejam itu dirinya selama ini kepada wanita yang sudah menemaninya hingga menjadi seorang perwira tinggi yang sangat disegani.
Clara masih belum beranjak dari tempatnya berdiri, menatap nanar laki laki yang memilih mengejar perempuan yang sudah lebih dulu menemani Pandu. Ada perih saat Pandu memperdulikan istri pertamanya dan pergi meninggalkannya begitu saja. Namun dia bisa apa, posisinya ada di tempat yang salah.
Terlihat Pandu memutar arah melangkah menuju dimana Clara berdiri.
"Kita pergi sekarang."
Dingin dan tanpa menoleh Pandu mengajak Clara meninggalkan toko. Tanpa bantahan, Clara mengikuti langkah Pandu yang melangkah lebar keluar tanpa menunggu dirinya.
Hening, tak ada pembahasan apapun di dalam mobil, Pandu memilih fokus mengarahkan pandangannya ke jalan raya dengan dada bergemuruh menahan sakit sekaligus marah.
Sedangkan Clara memilih bungkam dengan rasa kecewa dengan sikap Pandu yang berubah dingin dan tak memikirkan perasaannya.
Hotel Merdeka jadi tujuan Pandu. Pandu tidak berniat turun dari mobil, pikirannya ingin segera sampai dirumah, bicara dan menjelaskan semuanya pada istrinya yang mungkin saat ini masih berada di jalan, karena Risma naik kendaraannya sendiri. Pikiran Pandu kacau, tak tau apa yang sedang ada di hatinya saat ini. Di abaikan Risma ternyata sesakit ini.
"Turunlah, ini kuncinya. Istirahatlah. Besok aku akan menemui kamu. Sekarang aku harus pergi, bicara dengan Risma. Semoga dia bisa menerima hubungan kita." Pandu bicara tanpa menoleh ke arah Clara yang sudah basah oleh air mata. Sakit, iya hatinya sangat sakit.
"Iya, Mas. Hati hati.
Asalamualaikum." Clara tak ingin mendebat, dia sadar diri dengan posisinya.
Meraih tangan pandu dan menyaliminya takzim, tanpa ada kecupan dan tatapan mesra dari sang suami, yang ada, mata pandu sudah berkaca kaca, dan satu tetes bening telah berhasil lolos dari matanya.
"Mas." Clara tercekat, menatap suaminya yang terlihat begitu tertekan.
"Maafkan mas, Clara. Ini salahku, yang membawa kalian dalam situasi sulit ini. Tolong, pahami posisiku saat ini, aku tidak bisa membiarkan Risma dengan kekecewaan nya saat ini. Aku akan menjelaskan semuanya lebih dulu.
Aku pamit ya, kamu istirahatlah."
Clara menatap kepergian Pandu dengan perasaan perih. Cinta yang kemarin begitu indah, dalam sekejap menjadi duka. Hubungan yang diawali dari ketidakjujuran tanpa memikirkan akibatnya, sudah membuatnya ada dalam situasi yang mungkin akan menjadi bumerang dalam perjalanan hidupnya setelah ini.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Sedangkan di lain tempat. Risma sedang menikmati secangkir kopi di sebuah cafe. Memilih menyendiri dan menenangkan dirinya, sebelum nanti dia harus memasang wajah kuat menghadapi Pandu.
Sebuah pesan dia kirimkan untuk dokter Abas, sahabat kecilnya. Laki laki yang selama ini begitu memahami dirinya dan satu satunya orang yang tau permasalahan rumah tangganya.
Tidak butuh lama, Abas sudah datang dan muncul dihadapannya dengan wajah cemas.
"Kamu ada apa lagi, Ris?
Apa yang sudah Pandu lakukan padamu?"
Abas langsung mencerca banyak pertanyaan untuk wanita yang terlihat lesu di hadapannya.
"Duduklah dulu, dokter Abas. Dan pesanlah kopi, kita nikmati sore ini. Aku ingin mas menemaniku menghabiskan hari ini, hari dimana hidupku benar benar hancur, agar besok aku bisa menjalani hidupku dengan warna baru. Karena Risma dulu sudah tidak ada, yang ada Risma yang berbeda yang akan hidup hanya untuk anak anaknya."
Sahut Risma tenang, dengan mata yang masih berkaca kaca.
"Menangis lah, buang semua rasa sakit di hatimu. Menangis saja di depanku. Aku akan diam menemanimu melepaskan rasa sakit itu.
Menangis lah, tapi setelah itu. Berbahagialah dan lupakan rasa sakit itu. Kamu tidak pantas terus menangisi Pandu. Lupakan dia, hidupmu jauh lebih berharga dari semua itu." sahut dokter Abas memberi kekuatan pada wanita yang masih sangat dia harapkan.
"Dia bersama perempuan itu, baru saja kita bertemu di Cokro." Risma membuka suara setelah menghapus air matanya.
Abas mendongak menatap lekat pada Risma yang terlihat sembab karena terlalu banyak menangis.
Hatinya ikut merasakan sakit, ingin sekali dia menemui Pandu dan memberinya pelajaran karena sudah menghancurkan hati wanita yang begitu dia jaga.
"Lalu?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Abas.
"Aku memilih tak perduli, memilih mengabaikan panggilan mas Pandu dan membiarkannya melakukan apapun yang dia mau. Dan dia memilih pergi membawa perempuan itu. Di hadapan aku, istrinya!
Miris bukan?
Menyedihkan sekali nasibku?" sahut Risma datar dengan tatapan kosong menatap sekitar.
"Keterlaluan! Kurang ajar sekali dia!
Aku harus bertemu dengan laki laki itu, dia harus di beri pelajaran, agar bisa menghargai kamu, Ris!"
Abas murka, suaranya yang meninggi langsung mengundang perhatian pengunjung cafe.