Matilda seorang anak gadis yang di kehidupan nya harus menerima kalau kedua orang tua nya bercerai.
Matilda memilih untuk tinggal bersama ayahnya dan pergi Keluar kota, selama pelarian nya Matilda memupuk rencana dendam ke seseorang yang membuat orang tuanya berpisah.
Saat dia kembali ke kota itu, Matilda mendapatkan kekasih yang dimana orang itu adalah pelaku yang membuat orang tua nya berpisah.
Beberapa polemik hadir hingga membuat Matilda merasakan jatuh cinta kepada nya.
Bagaimana Matilda menjalani hubungan percintaan dengan seseorang yang selama ini dia targetkan dalam rencana dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QUEENS RIA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21.
"Matilda, maafin papah nak, tolong buka dulu pintunya — papah lapar"
Suara ketukan pintu terus terdengar di kedua telinga seorang gadis yang sedang terisak di pojokan kamar.
Betapa perih nya hati Matilda saat dia melihat sang ayah berani menampar dirinya tepat di depan Apit yang kebetulan kekasih hatinya.
Tak hanya Matilda. Beliau juga melukai perasaan Apit hingga membuatnya pergi membawa rasa kecewa nya.
"Papah bisa masak mie instan dulu, mie nya ada di kitchen set yang paling atas" Sahut Matilda.
"Enggak, papah mau di masakin sama ka—"
"POKOKNYA MAKAN MIE, GAUSAH REWEL!"
Tak disangka bentakan itu keluar dari mulut Matilda, memberhentikan ketukan pintu beserta omelan Pak Burhan saat itu.
Sifat ayahnya yang makin bertambah umur, semakin aneh dengan marah tidak jelas.
Padahal Matilda saat siang sudah menceritakan secara detail tentang perubahan sifat Apit yang sekarang, tapi Pak Burhan tetap kekeh kalau Apit suatu saat akan melakukan hal yang tidak manusiawi untuk Matilda.
Mengingat Apit dulu ketahuan Pak Burhan sedang mengkonsumsi minuman beralkohol secara terang-terangan.
Di dalam kamar, Matilda terus memandang wajah ibunya dibalik layar kaca ponselnya, dia berhasil mengabadikan foto selfi bersama ibunya saat dia berada di Apartemen Apit.
**
Malam itu pukul 19.00, Kehadiran Pak Samsul berserta anaknya menjadi sebuah pertanyaan untuk diri Matilda.
Matilda bahkan terang-terangan menunjuk ke seorang pria seumuran nya. Perawakan nya sedikit tampan. dengan rambut bermekaran, dan gigi nya sedikit maju, membuat lestari mengerut kening geli nya.
"Papah ih kenapa bawa Budi Anduk ke rumah sih?" Begitu frontal gadis itu kalau sudah bicara, tapi sifat blak-blakan itu ternyata banyak di kagumi para kaum Adam di sekitarnya.
"MATILDA JAGA UCAPAN KAMU!!" Amuk Pak Burhan.
"Biarin Pak" Pak Samsul mencegah protes Pak Burhan kala itu.
Kali ini Pak Samsul yang berbicara "Ini anak um, rencana nya mau dikenalin sama kamu Matilda"
Matilda kembali menoleh tajam ke arah pria itu, dengan tatapan horor pada kedua bola mata nya.
"Pe-pepe-pe-per-kenalkan na-na-nama saya s-si-singit" Begitu pria itu berucap dengan gagap.
Matilda sedikit menggaruk kepala bingung, dia tiba-tiba berdiri dan berjinjit memutar badan dengan kedua tangan di atas seperti penari balet.
"Ngapain kamu?" Kata Pak Burhan
Matilda menunjuk sebal ke arah Singgit "Dia katanya minta tari berjinjit, sekalian aja Matilda nyobain nari balet"
"Dia sedang menyebutkan nama, bukan nyuruh kamu mendadak kesurupan seperti itu!!" Amuk kembali Pak Burhan.
"Pokok nya apa rencana papah sampai datangin burung beo nyasar disini!"
"Matilda!!"
"APA!!"
Emang sifat ayah nya yang begitu culas menurun ke anak gadisnya, membuat dia merasakan apa arti nya di bentak seseorang.
Matilda mendadak meninggalkan rumah dengan polosnya, dia melewati tamu yang ada di sana, singgit mengejar dari belakang.
"Eh, singgit jangan dike—"
Pak Samsul mencegah Pak Burhan bicara "Biarin aja sepertinya anak saya tertarik sama gadis bapak, pokok nya kalau anak kita sudah jatuh cinta, kita langsung menjodohkan nya, dengan begitu nanti gaji bapak saya naikkan dua kali lipat"
"Serius?" Kata Pak Burhan.
Pak Burhan langsung semringah, mengingat dia membutuhkan uang yang banyak untuk membelikan anak gadisnya rumah yang layak, sejatinya rumah yang sekarang mereka tempati adalah sebuah fasilitas bukan miliknya sendiri.
Kita kembali mengarah ke arah Matilda. Dia tampak menutup kedua telinga saat di kejar singgit, merasa sudah di titik tidak nyaman nya dia memberhentikan langkah kaki.
"Mau lu apa sih burung beo! Kenal aja enggak, main ngejar-ngejar orang"
"Ka-kamu ja-jangan la-lari dong" Kata singgit
"I-iya gu-gue gak la-lari, TAPI LU BISA KAN JANGAN IKUTIN GUE, GUE BUDEK DENGAR LU NGOMONG!" Ketus Matilda dengan nada membentak.
Singgit menciut, memilih berbalik badan menuju kembali ke ayahnya berada, bukan karena merajuk dengan omongan nya Matilda, tapi ada seseorang yang sudah hadir di belakang tubuh Matilda.
Dengan sorotan tajam di kedua mata Apit saat itu seakan berkata Berani lu sentuh cewek gue, habis lu.
"Ah lega banget gue terlepas dari kejaran burung beo yang lagi puber"
Apit terkekeh sehingga suaranya terdengar di telinga Matilda, reflek gadis itu balik badan langsung peluk manja ke Apit.
"Aa, tolong maafin perkataan papah gue ya yang tadi" Kata Matilda.
"Iya ga masalah sayang, tadi dia siapa?" Tanya Apit.
Matilda sedikit mengeluh di pelukan Apit, dan mengadu ke jagoan hati nya "Orang itu di bawa sama ayah gue ke rumah"
Apit terus memperhatikan tajam ke arah orang yang sudah menjauh dari tempat nya berpijak.
Dia bahkan sempat mendengar omongan dia yang sangat gagap, tak sengaja bertemu di Indomaret, mereka berlari seperti drama film.
Melewati depan toko, membuat Apit sehabis membeli roti langsung mengikuti.
"Apa lu mau dijodohin?" Tanya Apit tajam
Matilda menggeleng kepala, lalu berkata sarkas "Dih ogah banget anjir, najis banget sama gigi kelinci itu"
Apit langsung membawa Matilda masuk ke dalam mobil, dia menculik Matilda ke apartemen yang sudah di tunggu ibunya disana.
Disini, matilda mengadu ke ibu nya tentang pria yang di kenali ayahnya kala itu, terlihat betapa murka nya sang ibu saat Matilda menjelaskan detail perawakan cowok itu.
Bagaimana tidak marah, anak gadis seperti bidadari akan disatukan paksa dengan pemuda yang sedikit memiliki disabilitas.
"Pokoknya, kamu malam ini tidur sama ibu disini!" Seru Bu Riana.
"Hm, tapi papah —"
"Biar besok pagi, ibu antar kamu pulang, terus menjelaskan semuanya ke papah kamu"
Matilda terhening sesaat, kemudian Apit meminta izin ke dapur untuk masak, seketika bola mata Matilda itu membulat langsung terhentak meraih pergelangan tangan Apit.
"Gak, lu kalau masak pasti ada aja asap berterbangan"
"Keburukan gue selalu aja lu ingat, hadeh —" gumam apit
Matilda sedikit menoleh "Ngeluh apa lu"
"Gak, lu cepat masak — gue tunggu didepan"
Matilda tersenyum miring, dia langsung menggeret lengan Apit yang ingin menjauh, mendampingi, sekaligus memberi sedikit pembelajaran tentang dunia masak ke Apit.
"Biar lu punya istri ga brewokan" Omel Matilda
Apit menggaruk kepala karena tidak paham maksut dari perkataan Matilda "Lu kira gue bakal nikah sama um-um gitu? Gue masih normal ya"
Matilda terhentak batuk-batuk, karena dia tersedak saliva nya sendiri. "Gue ga ngarah lu nikah sama um-um oon"
"Wanita yang culas pada dirinya sendiri, dan tidak peduli pada dirinya sendiri, gitu loh maksut gue" Sambungnya.
"Oh —"
"Tenang lah, sejuta wanita yang ada di dunia ini, hanya kamu lah wanita satu-satunya yang aku sayang" Kata Apit.
JADE ( Who Stole My Virginity )